Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kode Etik Berdiskusi: Bagian Satu

9 Agustus 2021   17:59 Diperbarui: 9 Agustus 2021   18:53 1307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prinsip ini menjaga arah diskusi tetap fokus pada apa yang dibicarakan dan tidak berujung pada ketaksaan (ambiguitas). Bayangkan saja jika seseorang bertanya kepada seseorang tentang sesuatu tetapi dibalas dengan tantangan tanpa terlebih dahulu mengajukan argumen dan bukti maka diskusi hanya akan berisi saling lempar tuduhan. Coba perhatikan skenario diskusi berikut:

A: Saya tidak percaya terhadap pandemi Covid-19. Coba buktikan kalau orang yang disebut meninggal karena covid memang karena covid dan bukan karena penyakit bawaannya!

B: Buktikan dulu ke saya kalau ketidakpercayaan anda terhadap Covid-19 memang benar. Jangan sampai itu hanya pengakuan anda tapi sebenarnya anda juga percaya.

A: Anda buktikan dulu kalau Covid-19 itu memang ada. Jangan hanya karena banyak liputan TV tentang covid lantas menjadikan covid itu memang benar adanya.

B: Kalau begitu coba anda buktikan yang disampaikan TV nasional itu salah. Jika anda bisa buktikan itu, baru saya bisa mempercayai anda.

Nah, bayangkan jika diskusi berjalan sebagaimana skenario di atas. Diskusi hanya berkutat pada saling lempar beban pembuktian kepada lawan diskusi. Mestinya, setiap klaim atau pernyataan mesti diikuti oleh argumen dan setiap argumen mesti diikuti dengan pembuktian sebelum beban itu dilempar ke lawan diskusi.

5. Prinsip Keterbukaan Terhadap Koreksi

Prinsip ini berkaitan dengan prinsip yang disebutkan sebelumnya. Ketika peserta diskusi mengajukan suatu argumen untuk sebuah klaim dan lawan diskusinya ingin memastikannya dengan baik maka lawan diskusi itu boleh mengajukan klarifikasi dan konfirmasi. Nah, jika lawan diskusi mengajukan klarifikasi atau konfirmasi maka peserta diskusi mesti memberikan penjelasan lanjut mengenai argumennya agar lawan diskusi tidak salah memahami apa yang telah disampaikan.

Salah seorang peserta diskusi bisa saja menjelaskan suatu argumen dengan berbelit-belit, menggunakan istilah yang keliru, atau terkesan ingin menghindari fokus pembicaraan. Sehingga lawan diskusi berhak untuk meminta penjelasan lebih lanjut, mengulang apa yang telah disebutkan, memberi contoh atau menggunakan penalaran berbeda untuk memastikan maksud yang coba disampaikan oleh peserta diskusi. Hal ini penting agar lawan diskusi dapat memberikan tanggapan yang pas dan mengena terhadap argumen yang diberikan.

Sebagai contoh, peserta diskusi menyebutkan, "Media sosial membuat orang semakin bodoh." lalu lawan diskusinya mengklarifikasi dengan, "Maksud anda media sosial menyita waktu orang sehingga tidak lagi berkesempatan membaca buku atau bagaimana?" Nah, bentuk klarifikasi seperti itu diperlukan kedua belah pihak agar argumen dapat diekspresikan dengan sebaik mungkin. Jadi prinsip ini membuka kesempatan bagi lawan diskusi untuk mencoba menyelami metode penelaran kita. Bukan hal yang tabu ketika lawan diskusi justru membantu membuat argumen kita menjadi lebih jelas dan tepat merepresentasikan apa yang kita pikirkan.

6. Prinsip Tata Bangun Argumen

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun