1. Memaklumi Prinsip Falibilitas
Prinsip falibilitas menyatakan bahwa tak satu pun fakta dapat dipertahankan tanpa bias atau penyimpangan. Artinya, setiap orang pasti berbuat salah dalam setiap tindakannya termasuk ketika mengajukan suatu klaim. Oleh karena itu mesti dipahami bahwa setiap pernyataan tidak dapat memberlakukan suatu kondisi secara merata pada setiap kasus yang ditemuinya. Dengan demikian, peserta diskusi harus mengakui bahwa keyakinannya siap direvisi karena keterbatasannya untuk tidak dapat mengetahui suatu kebenaran secara utuh.
Prinsip ini juga mengandaikan bahwa setiap bentuk pemahaman kita terhadap dunia tidak benar-benar memiliki dasar kebenaran yang tetap, berlaku universal, dan final untuk dijadikan standar baku penilaian atau petunjuk dalam kehidupan manusia. Memaklumi prinsip ini dengan baik akan terus menumbuhkan skeptisisme yang menjadi alasan lahirnya rasa ingin tahu dan hasrat eksplorasi.
Dorongan itulah yang terus melahirkan pertanyaan pertanyaan baru terhadap suatu ide. Sebagai ruh dari diskusi, pertanyaan lah yang memastikan diskusi berjalan. Sehingga diskusi yang baik tidak terpaku pada jawaban, secemerlang apapun itu, tetapi pada penundaan simpulan melalui ajuan pertanyaan baru. Seperti ungkap Richard Rorty, seorang tokoh pragmatisme, bahwa dinamisme diskusi meruntuhkan ketaatan kita terhadap aturan teoretis yang selalu berupaya menyederhanakan berbagai dimensi kehidupan manusia.
Sebagai contoh, penjelasan seseorang tentang keadilan hanya akan berujung interpretasi berdasarkan pemahaman dan pengalaman masing-masing terhadap suatu kasus tentang keadilan yang pernah ditemuinya.Â
Sehingga diskusi tentang keadilan tidak melahirkan aturan baku dan kaku tentang bagaimana memaksakan keadilan ketika seseorang punya kuasa untuk mewujudkannya. Namun melihat suatu kasus berdasarkan keunikannya sendiri kemudian mengajukan pertanyaan keadilan seperti apa yang mampu menangani kasus tersebut.
Jika kalian penasaran tentang apa guna dari penundaan eksekusi dari sebuah ide yang sudah kita yakini; haruskah setiap keputusan yang membutuhkan tindakan harus ditunda oleh diskusi? Tidak juga. Itu soalan lain. Diskusi memang ranahnya pergulatan ide dan bukan perumusan tindakan. Diskusi menjabarkan pertimbangan dari berbagai sisi dan sudut pandang. Agar tindakan yang diputuskan memang telah melalui perumusan matang dan tetap terus dapat dibicarakan kembali di masa yang akan datang.
2. Prinsip Tunduk Pada Kebenaran
Setiap peserta diskusi tentu menyadari bahwa keterlibatannya pada diskusi itu, bersama pihak yang bisa saja berseberangan dengannya, adalah untuk menguji klaim kebenaran yang ia yakini. Setelah memaklumi bahwa setiap klaim akan jatuh pada prinsip falibilitas, pencarian terhadap apa yang perlu diklarifikasi dari keyakinan kita selama ini tentu akan terus berlanjut.
Tak dapat dipungkiri, manusia selalu dibuat penasaran terhadap sesuatu yang tidak dipahaminya dengan baik. Meski tahu bahwa tak satu pun dasar kebenaran yang bisa secara tetap dipijaki, setidaknya kita bisa bersandar pada simpulan yang paling bisa dipertanggungjawabkan klaimnya melalui argumen yang koheren dan konsisten.Â
Ingat bahwa mempertanyakan suatu klaim tidak selalu berarti harus mengingkarinya. Namun bila tidak lagi mampu mengasah penalaran kita, masihkah ia pantas dipertahankan?