Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Argumentasi Tak Hanya Soal Bukti, Perlu Saling Memahami

8 Maret 2021   13:31 Diperbarui: 8 Maret 2021   13:57 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lisa-Blue / E+ via Getty Images 

Masing-masing model argumentasi yang telah disebutkan tidak dapat dijadikan patokan dalam proses penalaran sebab tidak mengindahkan kaidah empiris. Keduanya tidak merujuk pada bukti yang dapat dirujuk atau diverifikasi serta bertumpu pada simpulan yang penuh bias. Meski sering disampaikan sebagai bentuk kritik, kedua model argumentasi ini sama sekali tidak sejalan dengan penalaran kritis.

Perdebatan yang terjadi dengan melibatkan kedua model argumentasi itu didasari saling lempar tanggungjawab antara pihak mana sebenarnya yang mampu menghadirkan bukti valid. Untuk menyelesaikannya, kedua pihak harus menyepakati terlebih dahulu metode pembuktian yang dijadikan sandaran. Dengan catatan bahwa penalarannya dilengkapi dengan bukti valid dan tidak didahului prasangka.

Benar atau Salah? Saya pun Tak Mau Tahu!

Berkaitan dengan metode pembuktian dan bukti, ada satu model argumentasi lagi yang perlu kita singgung. Model ini juga menyamarkan penalaran logis dengan membebankan pembuktian terbalik kepada lawan. Argumen yang tidak mampu menyediakan bukti pada saat dinyatakan, dalam artian koheren dengan menunjuk langsung rujukan dari bukti yang dimaksud, tidak berarti bahwa argumen tersebut mesti ditolak.

Merujuk teori kebenaran secara umum, argumen yang tidak koheren dengan pembuktian langsung dapat saja diterima jika ia konsisten atau tidak bertentangan dengan pernyataan sebelumnya yang sudah diterima secara luas (kohesif) atau jika argumen itu dapat menyelesaikan suatu persoalan secara praktis (pragmatik). Bentuk penolakan argumen yang dimaksud umumnya mempunyai pola ungkapan seperti berikut:

  • Jika tidak dapat dibuktikan sebagai salah maka ia pasti benar; sebaliknya 
  • Jika tidak dapat dibuktikan sebagai benar maka ia pasti salah;

Pola semisal itu sering dipakai sebagai landasan penalaran contoh-contoh berikut: 

  1. Bila Tuhan itu ada maka buktikan! Sebab jika tidak dapat kamu buktikan maka Tuhan itu pasti tidak ada; 
  2. Bila kamu tidak percaya Kitab Suci maka tunjukkan kesalahannya! Sebab jika tidak dapat kamu tunjukkan maka kamu harus mempercayainya;

Menjebak lawan untuk melakukan pembuktian terbalik tidak berarti bahwa bukti yang tidak bisa dia tunjukkan itu tidak ada. Sebab bisa saja bukti itu belum ditemukan atau telah ditemukan tapi pada saat itu dia belum tahu. Lagipula, bukti yang belum ditemukan juga tidak berarti bahwa ia tidak mungkin ditemukan. Mungkin saja metode dan instrumen yang digunakan saja yang belum tepat.

Selain itu, perlu ditekankan bahwa tujuan argumentasi atau saling adu argumen pada dasarnya untuk mencari penalaran terbaik terhadap pemecahan masalah. Usaha itu memang berupaya mengubah keyakinan seseorang terhadap sesuatu tetapi dilakukan secara persuasif bukan secara paksa. Pemaksaan terhadap perubahan keyakinan melanggar hak asasi manusia.

Terkadang pula argumen yang disampaikan tidak memperhatikan konteks atau bersandar pada kognisi sosial. Hal ini merujuk pada simpulan umum yang berasal dari ingatan publik sehingga putusan tentang valid atau tidaknya simpulan tersebut juga diserahkan pada penilaian publik. Oleh karena itu, argumen seperti ini tidak jelas cakupan dan batasannya. Contohnya seperti argumen berikut:

Argumen A: Kualitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Buktinya, kualitas sumber daya manusianya tidak dapat diandalkan; atau
Argumen B: Kualitas pendidikan di Indonesia sudah baik. Buktinya, kualitas sumber daya manusianya diakui oleh dunia.

Model argumentasi ini tidak menjelaskan alat ukur dan metode analisis yang memadai. Simpulannya hanya bersandar pada kecondongan publik terhadap pilihan masing-masing. Pemberi argumen merasa percaya diri karena sangat yakin bahwa metode pembuktian yang dia minta sulit diberikan. Sebab dia tidak membatasi kategori sehingga lebih leluasa mencari celah lewat kategori lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun