Jalinan persahabatan merupakan salah satu faktor penopang keberhasilan proses belajar. Sayangnya, hal ini tidak mendapat perhatian di lingkungan institusi pendidikan.Â
Sekama ini, ruang belajar memanipulasi interaksi sosial sedemikian rupa untuk memaksimalkan proses kognitif namun mengesampingkan proses pengembangan mental, diri, dan kepribadian.
Jalinan persahabatan yang baik merupakan indikasi pengembangan konsep diri yang sehat. Aristoteles, Francis Bacon, hingga C.S. Lewis sering menekankan perlunya seseorang memerhatikan lingkaran persahabatannya karena hal tersebut mencerminkan kualitas kepribadiannya.Â
Meski Soren Kierkegaard dan Thomas Hobbes pesimis terhadap hal tersebut, mayoritas filsuf mensyaratkan komitmen untuk saling memaksimalkan potensi diri lewat dukungan sahabat.
Lingkaran persahabatan merupakan salah satu rumah tempat seseorang menemukan kedamaian dan merasa diterima. Selain dukungan, sahabat memberikan sandaran yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi dinamika dan problematika kehidupannya. Seperti keluarga, sahabat adalah tempat berbagi di mana seseorang bahkan menunjukkan jati diri yang tidak ia tunjukkan di tempat lainnya.
Beberapa kasus yang mencuat di media belakangan ini berkaitan dengan peserta didik yang sampai memutuskan mengakhiri hidup di rumah atau bahkan di lingkungan sekolahnya.
Hal tersebut merupakan peringatan keras bagi institusi pendidikan untuk peduli dengan kesehatan mental peserta didik dimulai dari menyehatkan lingkaran persahabatan dan pergaulannya. Sebab kasus serupa akan kembali terulang jika peserta didik gagal menemukan "rumah" di lingkungan keluarga, sahabat, dan masyarakatnya.
Mestinya, lingkungan belajar merupakan tempat bersahabat di mana peserta didik mampu bersosialisasi dan mengekspresikan diri selayaknya lingkungan lainnya tempat ia meluangkan waktu.
Ada mindset penting yang mesti diubah dari penanggungjawab dan pengelola institusi pendidikan berkaitan dengan bagaimana mereka memandang peserta didik; bahwa mereka bukan sekadar data statistik.
Kompetensi: Kolaborasi dalam Kompetisi
Euforia Revolusi Industri 4.0 yang merasuki institusi pendidikan malah terpaku dalam tujuan menjadikan peserta didik sebagai instrumen dalam industri/ pasar kerja. Lihat saja bagaimana sekolah dan kampus mengejar akreditasi dan peringkat dengan berorientasi pendapatan yang pengembangannya didasarkan pada analisis untung-rugi.