Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Akrasia: Pengkhianatan terhadap Diri dan Nalar Logis

27 Oktober 2019   17:28 Diperbarui: 27 Oktober 2019   17:33 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kritik Aristoteles Terhadap Konsep Akrasia Platon

Aristoteles tidak sependapat dengan apa yang gurunya itu sampaikan melalui dialog Protagoras-nya. Dia mengangkat soalan dari kehidupan sehari-hari yang ditemuinya ketimbang terpaku oleh konsep teoretis gurunya itu. Baginya, Akrasia merupakan hal wajar dari pengalaman hidup manusia. Dia kemudian membedakan konsep Akrasia itu ke dalam dua jenis. Jenis pertama, Akrasia yang lahir dari gairah atau semangat yang menggebu-gebu. Akrasia jenis ini dapat menyebabkan "lompatan nalar" ketika subjek terhalangi oleh pilihan-pilah lain yang jauh lebih logis karena euforia terhadap imbalan kenikmatan yang sudah menghantui pikirannya.

Ketika seseorang melihat iklan tentang produk tertentu, smartphone sebagai contoh, gambaran kenikmatan yang ditawarkan iklan itu seperti tren, fitur unggulan, hingga kelas sosial yang ditawarkan jika produk itu bisa dimilikinya kemudian membatasi nalarnya akan fakta bahwa smartphone yang ia miliki sekarang bahkan belum sekalipun ia maksimalkan kegunaannya atau mungkin malah belum tahu fitur dan kemampuan yang dimilikinya. Namun bayangan kenikmatan itu harus ia penuhi karena sudah menghantui pikirannya.

Selain itu, Akrasia jenis ini dapat pula dipicu oleh emosi kuat lainnya seperti cemburu atau marah. Dalam situasi debat, hal berikut sering kita temui:


A: Saya menghargai apa yang bapak sampaikan. Namun sepertinya ada hal yang luput dari pertimbangan bapak.
B: Kamu tahu apa? Saya ini lebih tua dan punya gelar akademik yang lebih banyak dari kamu. Sebaiknya, kamu tidak usah membantah.


Mengapa orang menyampingkan kekuatan nalar dan langsung memilih opsi lain yang lebih frontal seperti menghina atau memukul? Tiada lain karena "lompatan nalar" dengan menganggap bahwa hinaan atau pukulan akan memberi dampak kepuasan terhadap diri subjek lebih tinggi ketimbang memaksa diri fokus terhadap masalah sebenarnya.

Demikian pula seorang istri yang rasa cemburunya sudah meluap sehingga menumpahkan kekesalannya kepada perempuan idaman lain suaminya. Ia tidak lagi memikirkan kemungkinan bahwa mungkin saja suaminya lah yang paling bertanggungjawab atas perbuatannya. Namun dorongan ego yang membuat istri itu kalap karena rasa cemburunya mengesampingkan nalar rasional yang cenderung tidak mengindahkan konsekuensi lebih luas yang ditimbukannya.

Dalam Nichomachean Ethics, buku yang memuat konsep Etika Aristoteles yang disunting oleh anaknya sendiri Nichomachus sehingga disandarkan ke namanya, Aristoteles memberikan ilustrasi tentang seseorang yang diberi perintah namun tidak memperhatikan perintah tersebut dengan seksama sehingga hasilnya tidak sesuai merupakan contoh dari fatalnya bertindak tanpa jeda untuk berpikir.

Amlie Rorty dalam Essays on Aristotle's Ethics-nya menganggap bahwa konsepsi Akrasia jenis ini antara Sokrates dan Aristoteles tidak terlampau jauh perbedaannya. Jika Sokrates menganggap bahwa seseorang disesatkan oleh bayang-bayang kenikmatan dengan tidak memerdulikan sesuatu yang jauh lebih baik maka Aristoteles menganggap bahwa justru ketidakpedulian itulah yang menyebabkan mereka disesatkan oleh bayang-bayang kenikmatan tersebut.

Jenis Akrasia kedua menurut Aristoteles disebabkan oleh kelemahan (weakness) hasrat. Mereka pada hakikatnya mampu menimbang dan bernalar dengan baik. Namun kelemahan mereka mengontrol hasrat membuat simpulan logis yang mereka buat tidak berkutik di depan bayang-bayang kenikmatan. Jika perokok tadi berusaha menekan keinginan kuat untuk merokok tapi malah terjerumus mengganti rokok batang dengan vape (rokok elektrik) maka yang salah bukanlah nalarnya. Ia sadar bahwa hal itu buruk namun kontrol dirinya lebih lemah sehingga terus menuruti candunya.

Demikian adanya dengan para pesohor yang, setelah menghabiskan banyak waktu dan upaya membangun citra, malah justru meruntuhkan citra itu dengan sesuatu yang bagi orang awam tidak dapat diterima akal sehat. Kasus prostitusi aktris dan figur publik sebagai contoh. Mengapa figur yang punya citra baik mau merelakan citra itu untuk keuntungan yang tidak sebanding? Mengapa, dengan segala kesempurnaan tampilan fisik yang mereka punya, menampik rasa malu dengan menjajakan diri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun