Hal itulah yang coba Hegel jelaskan dalam Logic (terjemahan W. Wallace) bahwa terdapat ide absolut yang tidak sepenuhnya abstrak atau tak terjelaskan.Â
Ide absolut itu menjadi muara yang mempertemukan masing-masing aliran kehidupan sehingga bukan masalah dari mana bentuk kehidupan itu berasal namun yang pokok adalah bagaimana kehidupan itu selaras dan saling menimpali  satu sama lain.
Keselarasan itu tentu mesti mengakui entitas masing-masing kehidupan dan setiap elemen penyokong kehidupan itu. Untuk memahami gambaran utuh dari suatu bentuk, tiap-tiap bagiannya mesti dipahami perbedaan dan atributnya.Â
Subjek yang memahami harus menyadari terlebih dahulu posisinya yang terpisah dari objek yang coba ia pahami. Setelah itu, objek yang dipahami itu mesti pula dipisahkan dari objek lainnya.
David Loy dalam Non-duality: A Study in Comparative Philosophy-nya menyebutkan bahwa pengetahuan yang dibutuhkan untuk suatu klaim benar terlebih dahulu harus dipisahkan dari klaim kebenaran yang secara umum kita temui.Â
Setelah itu, fakta yang kita coba usut untuk diberi klaim benar mesti terlebih dahulu dipisahkan dari fakta lainnya. Hal ini diperlukan untuk mengatur pola pikir kita agar tidak sembrono menerapkan basis logis yang serupa untuk dua atau lebih fakta yang berbeda.
Fokus terhadap fakta partikular itu ditujukan untuk menunjukkan atribut yang melekat padanya. Hal ini menyiratkan pula bahwa data yang kita sempat peroleh atau cerap dari sebuah peristiwa tidak harus dipaksakan pada kondisi umum sebab bisa saja konteksnya memang partikular.Â
Medan yang melatarbelakangi sebuah peristiwa terlalu luas bagi indra kita untuk melingkupinya secara utuh. Untuk mengaitkannya pada jalinan keterpaduan yang lebih luas tentu butuh waktu dan pendalaman yang serius.
Namun satu hal yang mesti diingat bahwa konsep dualitas pada hakikatnya ada untuk menjembatani dua hal yang saling dipertentangkan. Benar membutuhkan Salah untuk membangun konsep atau atribut Benar-nya sendiri.Â
Demikian pula dualitas lainnya; Baik dan Buruk, Umum dan Khusus, hingga Panas dan Dingin. Hilangnya salah satu dari elemen dualitas itu akan membatalkan elemen yang satunya lagi. Menurut Hegel, itu terjadi di setiap peristiwa.
Lalu, jika setiap peristiwa yang rujukan faktanya meski diklaim benar tapi harus melewati proses penundaan sebelum tiba simpulannya, apakah kita harus pada posisi diam saja? Tidak mesti pula demikian.Â