Renaissance bermakna kelahiran kembali manusia dalam keadaban. Pada masa ini, manusia memperjuangkan pemikiran bebas seperti pada masa Yunani kuno. Disebutlah manusia mulai saat itu sebagai animal rationale karena pada masa ini pemikiran manusia mulai bebas dan berkembang. Pada masa modern ini muncul dua aliran besar pemikiran yang dikenal dengan empirisme dan rasionalisme.
Para penganut empirisme, dalam berfilsafat bertolak belakang dengan para penganut rasionalisme. Menurut penganut aliran empirisme, ilmu tidak bersifat a priori yakni secara intuitif dan mendahului pengalaman melainkan bersifat a posteriori, yaitu diperoleh setelah kita memersepsi sesuatu dalam bingkai pengalaman.Â
Bagi penganut empirisme, sumber pengetahuan yang memadai adalah pengalaman. Baik pengalaman lahir yang menyangkut dunia maupun pengalaman batin yang menyangkut pribadi manusia. Akal manusia hanya berfungsi dan bertugas untuk mengatur dan mengolah bahan atau data yang diperoleh melalui pengalaman.Â
Perintis dan pelopor aliran empirisme itu adalah Francis Bacon (1561 --- 1626)  yang meletakkan dasar metode induksi modern dan mempelopori usaha sistematisasi secara logis prosedur ilmiah. Francis Bacon mengungkapkan bahwa tujuan ilmu ialah memperbaiki nasib umat manusia ketika hidup di dunia. Hal itu hanya akan dicapai dengan mengumpulkan fakta-fakta ilmiah melalui observasi teratur dan menarik teori dari hasil observasi tersebut.
Berbeda dengan cara pandang itu, Rene Decartes menganggap bahwa hasil semua spekulasi dapat disandingkan atau ditunda sampai hal itu jelas. Prinsip-prinsip yang tidak dapat diragukan dapat ditetapkan untuk menghadapi sumber tersebut. Tanpa prinsip-prinsip itu, metode ilmiah atau metafisika justru dapat membahayakan.
Meskipun ia sangat terpengaruh oleh metode eksperimental, Descartes lebih menganggap ilmu bagaikan pohon; meski batangnya berupa fisis, tapi akarnya adalah metafisis. Hanya melalui eksplorasi metafisika, dasar pengetahuan manusia dapat diturunkan. Ia pun menggunakan logika deduktif yang bergantung pada metafisika.
Epistemologi Kontemporer
Alur pemikiran filosofis yang timbul tenggelam dalam sejarah peradaban manusia terus bergulir. Pergumulan pemikiran antara absolutisme vs relativisme, universalisme vs partialisme, subjektivisme vs objektivisme, hingga perenialisme vs historisisme tetap berlangsung. Hal ini nampak jelas dari respon para pemikir kontemporer awal hingga pada puncaknya yaitu aliran Pragmatisme hingga Postmodernisme.Â
Pragmatisme merupakan pandangan yang mengajarkan bahwa yang benar adalah yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Maksudnya, ide dan keyakinan itu memiliki nilai kontan kebenaran dalam pengertian pengalaman. Jika suatu ide tidak berhubungan dengan kegunaan praktis maka tidak ada klaim kebenaran baginya.
Postmodernisme, di sisi lain, menentang segala hal yang berbau kemutlakan dan baku. Ia menolak sistematika uraian atau penyelesaian persoalan yang sederhana dan skematis. Pandangan ini cenderung memanfaatkan nilai nilai yang berasal dari berbagai sumber. Era postmodernisme melihat fenomena sosial, agama, dan realitas fisis apa adanya; tanpa harus terkurung oleh anggapan dasar dan teori baku yang diciptakan pada tradisi modernisme.
Filsafat kontemporer sering digambarkan sebagai aliran analitis karena persoalan analitik begitu dominan, terutama berkenaan dengan isu-isu linguistik. Masalahnya bukan lagi memahami apakah mungkin untuk memeroleh ilmu sebagaimana fokus pada filsafat modern, melainkan menjelaskan syarat-syarat dan prosedur untuk memperoleh ilmu tersebut.