Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Berbincang tentang Ilmu, Nalar, dan Jalan Panjang Menuju Pengetahuan

18 Agustus 2019   21:33 Diperbarui: 19 Agustus 2019   12:36 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari ini saya lalui dengan diskusi ringan nan penuh canda dengan rekan-rekan mahasiswa. Topiknya berat namun bahasannya tak bikin penat; ilmu. Tentang ini, saya pun teringat dengan Nurhadi, Capres Fiktif yang sempat viral beberapa waktu lalu, dalam salah satu quote legendarisnya "Jangan menuntut Ilmu karena Ilmu tidak bersalah". Sepertinya, kita memang sering keliru memaknai ilmu.


Diskusi itu saya tuangkan ke dalam tulisan ini agar dapat memicu diskusi lainnya. Ulasan yang sepertinya kurang menarik minat di antara kesibukan kita memerhatikan beberapa hal yang mungkin lebih mendesak. Untuk itu, jangan memaksakan diri untuk mengikuti arah ke mana kata-kata ini akan menuju. Tapi bagi yang sulit terlelap, tulisan ini bisa jadi pengantar tidur. So, you've been warned.

Begitu banyak obsesi yang melingkung ekspektasi kita terhadap ilmu. Sering kita cari namun selama ini justru melekat pada proses pencarian itu sendiri. Ya, ilmu merupakan proses dan bukanlah tujuan. Percaya atau tidak, ilmu yang baik justru menuntun kita tidak kemana-mana selain ke suatu bentuk ilmu yang mungkin saja baru kita temui atau memang baru ditemukan. Bagai teks yang pintalannya semakin kita urai semakin tak jelas ujungnya.

Ilmu merupakan suatu usaha dari sekian banyak usaha yang membantu kita mengakumulasi pengetahuan. Dengan menguji simpulan pikiran terhadap realitas, ilmu membebaskan pandangan kita dari bias; kecondongan, prasangka, dan kekaburan putusan. Ilmu yang banyak diurai metodenya itu hingga disandingkan dengan Tuhan. Entah itu lewat kemampuan pemujanya merekayasa realitas atau keberhasilannya mengurung perhatian kita pada alam fisik.

Berilmu: Seni Menelusuri Jalan Menuju Pemahaman

Dalam konteks akademik, tujuan ilmu adalah menyediakan jalan menuju cara berpikir terukur mengenai berbagai topik kajian yang diprioritaskan. Untuk menemukan jalan itu, kita mulai bukan dengan mendefinisikan ilmu tetapi dengan membiarkan beberapa deskripsi ilmu timbul dan muncul dari kontras dengan bentuk-bentuk pengetahuan lain.

Adapun caranya adalah mengidentifikasi beberapa penyesatan-penyesatan yang harus diabaikan. Ilmu kadangkala disalah-acukan dengan teknologi, yang merupakan instrumen yang memungkinkan aplikasi. Kalimat-kalimat yang kita temui di buku teks sekolah masih memuat banyak tentang miskonsepsi terhadap ilmu.

Rekayasa mutasi secara genetis, misalnya, disebut sebagai suatu ilmu. Padahal, jika dipikirkan dengan seksama, hal itu sebenarnya merupakan terapan strategi terukur (rasional). Usaha sungguh-sungguh yang dilakukan untuk memahami rekayasa itu ditujukan untuk memastikan ukuran bagi tindakan dan instrumen yang digunakan sehingga mutasi secara genetis itu dapat diwujudkan. Ilmu adalah usaha itu.

Terapan strategi terukur itu juga berarti dalam hal rekayasa realitas, ilmu tidak dapat semena-mena. Ada hal yang membatasi seperti etika, norma, hingga hukum. Sehingga dapat dipahami bahwa ilmu sebatas pakem dan bukan merupakan otoritas. Kuasa yang lahir dari otoritas menjadi ada pada ke"ilmu"an. Soalan itu berkenaan dengan akumulasi hasil-hasil positif dari berbagai rekayasa yang pernah dilakukan.

Ilmu bukan pula semacam kesatuan pengetahuan spesifik. Ilmu lebih berkaitan dengan cara pertanyaan diformulasikan dan dijawab. Tentunya, hal itu menyangkut seperangkat aturan-aturan sebagai panduan penelusuran yang diciptakan oleh mereka yang menghendaki jawaban andal. Begitu pun dengan pengidentifikasian orang-orang tertentu sebagai ilmuwan. Pemakaian kata itu memang tidak keliru, sebab orang yang disebut demikian memang melakukan bentuk penelitian ilmiah (terukur).

Hanya saja, kata itu menyuratkan salah persepsi yang menganggap bahwa sebagian orang adalah ilmuwan, sementara yang lain bukan ilmuwan. Ilmu adalah suatu modus pencarian kebenaran yang dikenal oleh semua manusia. Sebagian orang mengkhususkan diri pada pendekatan-pendekatan dalam usaha memeroleh pengetahuan, tetapi kita semua adalah pelaku dalam cara berpikir ilmiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun