Mohon tunggu...
Azwara Nasution
Azwara Nasution Mohon Tunggu... -

laki - laki, 24 tahun, Bogor, Jawa Barat.

Selanjutnya

Tutup

Money

Pupuk : Petani dan Pemerintah Sama Bingungnya

10 Juni 2010   05:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:37 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sehingga untuk mengatasi persoalan pupuk harus dipandang bahwa pertanian kita mesti berubah dari industrial ke agroekologis. Dalam aspek pupuk terdapat keuntungan yang akan didapat.
Pertama, peningkatan income di keluarga tani karena produksi pupuk baik kompos dan dll dilakukan di desa. Semua yang yang bisa dimanfaatkan dari alam merupakan modal alam yang tidak bisa semena – mena dieksploitasi. Penggunaan pupuk kompos adalah cara sederhana untuk mengembalikan modal alam ini dengan tidak mengurangi pendapatan manusia. Bahan untuk pupuk kompos ini tersedia secara gratis di alam dan bisa dilakukan dengan tekhnologi rumah tangga tanpa harus mengeluarkan biaya tambahan.

Kedua, tidak adal lagi limbah pertanian karena kotoran adalah sumber ekonomi utama. Sisa – sisa dalam pertanian yang tidak dihitung secara ekonomi misalkan sisa daun, batang dan akar pada tanaman tingkat tinggi dalam konsep pertanian tidak berbasis lingkungan merupakan masalah pelik sehingga harus ada tambahan biaya untuk menghanguskannya (waste cost). Justru dalam Agroekologis limbah pertanian yang selama ini dianggap menyusahkan merupakan modal utama dekomposer untuk mempertahankan sikus makanan / rantai makanan.

Ketiga, kontribusi pada penurunan penyakit. Pangan organik sangat rendah radikal bebasnya. Menurut Penelitian FAO yang bekerjasama dengan Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (Ikatan PHT Indonesia) pangan non-organik yang selama ini kita konsumsi rentan sekali mengandung methtyl parathion dan WHO sudah mengkategorikannya dalam kelompok A1 (sangat berbahaya bagi manusia) dan sudah terdapat 25 juta kasus mengenai ini. Akankah manusia terus mengorbankan kelangsungan hidupnya dengan terus merusak alam melalui pertanian yang tidak berbasis lingkungan?

Dengan demikian jika Pemerintah mempunyai niat mulia untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakat maka agroecologis merupakan jawaban nyata paling ekonomis dan ramah terhadap makhluk hidup. Sehingga rencana pemerintah untuk mengangkat harkat dan martabat petani tidak lagi – lagi jauh panggang dari api karena salah satu masalah laten bertani dapat teratasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun