Mohon tunggu...
NURUL AZMISA BIN ASIS
NURUL AZMISA BIN ASIS Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

Saya Mahasiswa Universitas Negeri Surabya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Kesetaraan Gender dalam Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGS)

29 Desember 2024   17:52 Diperbarui: 29 Desember 2024   17:51 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Peran Kesetaraan Gender dalam Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG

Oleh : Nurul Azmisa Bin Asis

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2015 bertujuan untuk mengatasi berbagai tantangan global, mulai dari kemiskinan hingga perubahan iklim. Salah satu tujuan yang sangat berperan penting dalam mendukung pencapaian seluruh tujuan lainnya adalah Kesetaraan Gender (SDG 5). Tujuan ini berfokus pada pemberian hak dan akses yang setara bagi perempuan dan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pendidikan, pekerjaan, kesehatan, hingga peluang ekonomi.

Di Indonesia, meskipun terdapat kemajuan yang signifikan terkait kesetaraan gender, masih ada banyak tantangan yang perlu diatasi, terutama dalam sektor pendidikan, dunia kerja, dan penanganan kekerasan berbasis gender. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) serta sejumlah studi lain, kesenjangan gender menjadi hambatan besar dalam mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan secara menyeluruh. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji peran kesetaraan gender dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, sekaligus menyusun langkah strategis untuk mengatasi tantangan yang ada.

Isu-Isu Utama Kesetaraan Gender dalam Pencapaian SDGs

1.Kesenjangan Akses Pendidikan

Pendidikan adalah salah satu faktor kunci untuk mewujudkan kesetaraan gender. Di Indonesia, meskipun tingkat partisipasi pendidikan perempuan dan laki-laki telah menunjukkan peningkatan, tantangan dalam akses pendidikan berkualitas tetap ada, khususnya di wilayah terpencil. Berdasarkan data BPS (2021), angka partisipasi pendidikan perempuan hampir setara dengan laki-laki. Namun, pada tingkat pendidikan tinggi, perempuan di beberapa daerah menghadapi hambatan besar akibat faktor budaya, sosial, dan ekonomi.

Norma sosial yang masih mengutamakan pendidikan laki-laki serta fenomena pernikahan dini menjadi kendala utama bagi perempuan untuk melanjutkan pendidikan. Menurut UNICEF Indonesia (2020), pernikahan anak berdampak langsung terhadap kemampuan perempuan untuk memperoleh pendidikan lebih lanjut. Hal ini menciptakan lingkaran ketidaksetaraan gender yang tidak hanya berdampak pada individu tetapi juga pada aspek sosial dan ekonomi masyarakat secara keseluruhan.

2.Ketidaksetaraan dalam Dunia Kerja

Ketidaksetaraan gender di dunia kerja merupakan tantangan besar lainnya. Walaupun semakin banyak perempuan yang memasuki pasar kerja, mereka sering menghadapi diskriminasi berupa upah yang lebih rendah dibandingkan laki-laki dengan kualifikasi setara, keterbatasan akses pada posisi strategis, dan dominasi pekerjaan informal. Berdasarkan laporan dari ILO (2020), terdapat kesenjangan upah antara perempuan dan laki-laki di Indonesia, sebuah fenomena yang dikenal dengan istilah gender pay gap.

Selain itu, banyak perempuan masih terjebak dalam pekerjaan sektor informal yang memiliki tingkat perlindungan rendah, seperti pekerjaan rumah tangga, pertanian, atau perdagangan kecil. Stereotip sosial yang menganggap perempuan lebih cocok untuk pekerjaan tertentu turut membatasi kesempatan mereka untuk mengakses pekerjaan di sektor formal. Dalam laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), meskipun perempuan semakin banyak terlibat di sektor formal, peluang mereka untuk menduduki posisi manajerial atau strategis tetap sangat terbatas.

3.Kekerasan Berbasis Gender

Kekerasan berbasis gender (GBV) adalah tantangan kritis dalam mewujudkan kesetaraan gender. Berdasarkan laporan Komnas Perempuan (2020), jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Kekerasan ini meliputi kekerasan fisik, seksual, hingga psikologis yang terjadi di berbagai lingkungan, mulai dari rumah tangga hingga tempat kerja.

Dampak kekerasan ini tidak hanya menimpa individu korban tetapi juga membatasi peran perempuan dalam masyarakat. Selain itu, kurangnya akses terhadap perlindungan hukum yang efektif membuat perempuan semakin rentan terhadap diskriminasi dan marginalisasi. Hal ini menghambat keterlibatan mereka dalam upaya pembangunan sosial dan ekonomi.

Dampak Ketidaksetaraan Gender terhadap Pencapaian SDGs

1.Menghambat Pembangunan Ekonomi

Ketidaksetaraan gender memiliki dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. McKinsey Global Institute (2015) menyebutkan bahwa jika kesenjangan gender dalam pasar tenaga kerja dapat diatasi, Indonesia memiliki potensi untuk meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 2-3% setiap tahun. Namun, potensi ini tidak dapat dimanfaatkan jika perempuan terus menghadapi hambatan dalam mengakses pekerjaan layak dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan ekonomi.

2.Meningkatkan Kemiskinan

Keterbatasan perempuan dalam mendapatkan pekerjaan yang layak memperbesar risiko kemiskinan. Data BPS (2020) menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan perempuan di Indonesia lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Tanpa kesetaraan dalam akses pendidikan, pekerjaan, dan layanan kesehatan, banyak perempuan yang tetap terjebak dalam siklus kemiskinan yang sulit diputus.

3.Menurunkan Kesejahteraan Sosial

Ketidaksetaraan gender juga berdampak pada kualitas hidup perempuan. Perempuan yang tidak mendapatkan pendidikan yang memadai atau menjadi korban kekerasan berbasis gender cenderung mengalami gangguan kesehatan mental, seperti stres dan depresi. Selain itu, kesenjangan dalam akses layanan kesehatan memperburuk angka kematian ibu, terutama di daerah terpencil.

Solusi untuk Meningkatkan Kesetaraan Gender

1.Reformasi Kebijakan dan Perlindungan Hukum

Pemerintah perlu memperkuat kebijakan dan sistem hukum yang melindungi perempuan dari diskriminasi serta kekerasan. Langkah ini dapat mencakup penerapan kebijakan afirmatif untuk memperkuat partisipasi perempuan di bidang pendidikan, pekerjaan, dan politik. Undang-undang yang telah ada, seperti UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, perlu disosialisasikan dan ditegakkan secara lebih efektif.

2.Meningkatkan Akses Pendidikan untuk Perempuan

Pendidikan adalah kunci utama untuk memberdayakan perempuan. Pemerintah perlu memastikan bahwa perempuan, terutama di wilayah terpencil, mendapatkan akses pendidikan yang inklusif. Penyediaan beasiswa, pendidikan gratis, serta program literasi gender dapat menjadi langkah strategis untuk mengatasi hambatan sosial dan ekonomi yang menghalangi perempuan dalam memperoleh pendidikan.

3.Meningkatkan Partisipasi Perempuan dalam Dunia Kerja dan Politik

Mendorong keterlibatan perempuan dalam dunia kerja dan politik dapat meningkatkan kesetaraan gender. Penerapan kuota gender dalam partai politik dan posisi strategis di sektor swasta adalah salah satu langkah penting untuk menjamin keterwakilan perempuan. Selain itu, perusahaan perlu didorong untuk menyediakan fasilitas yang ramah perempuan, seperti cuti melahirkan dan lingkungan kerja yang inklusif.

4.Peningkatan Kesadaran Publik tentang Kekerasan Berbasis Gender

Pemerintah dan lembaga masyarakat harus memperkuat kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menghentikan kekerasan terhadap perempuan. Penyediaan layanan rehabilitasi bagi korban serta akses yang lebih luas terhadap bantuan hukum dapat membantu perempuan menghadapi dampak kekerasan berbasis gender.

Kesimpulan

Kesetaraan gender adalah faktor penting dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Tanpa kesetaraan gender, berbagai tujuan SDGs lainnya, seperti pengentasan kemiskinan, peningkatan kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi, akan sulit tercapai. Meskipun Indonesia telah mencapai beberapa kemajuan, banyak tantangan, seperti kesenjangan dalam pendidikan, dunia kerja, dan kekerasan berbasis gender, yang masih menghambat perempuan dalam mencapai potensi penuh mereka. Oleh karena itu, reformasi kebijakan, pendidikan yang lebih inklusif, dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang kesetaraan gender sangat diperlukan untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

UNESCO, "Global Education Monitoring Report," 2021, https://en.unesco.org/gem-report/

World Health Organization, "Violence against Women Prevalence Estimates," 2021, https://www.who.int/publications/i/item/9789240066495

World Health Organization, "Maternal Mortality," 2021, https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/maternal-mortality

McKinsey Global Institute, "The Power of Parity," 2015, https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/the-power-of-parity-advancing-womens-equality-can-add-12-trillion-to-global-growth

Inter-Parliamentary Union, "Women in Parliament," 2021, https://www.ipu.org/resources/publications/infographics/2021-03/women-in-parliament

UN Women, "HeForShe Campaign," https://www.heforshe.org/en

UNESCO, "Education and Gender Equality," https://en.unesco.org/themes/gender-equality

International Labour Organization, "Women and the Future of Work," 2020, https://www.ilo.org/global/publications/books/WCMS_743640/lang--en/index.htm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun