Mohon tunggu...
gurujiwa NUSANTARA
gurujiwa NUSANTARA Mohon Tunggu... Konsultan - pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

"Sebagai Pemanah Waktu kubidik jantung masa lalu dengan kegembiraan meluap dari masa depan sana. Anak panah rasa melewati kecepatan quantum cahaya mimpi" ---Gurujiwa--

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Surat untuk Kamu dan Dia yang Mudik Abadi, Mendahului Kami

9 Mei 2021   20:02 Diperbarui: 9 Mei 2021   20:04 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teh Evie Dahana
Tepat hari ketujuh
Dalam rinai hujan tak berjeda
Kami berhasil. Mudik melewati

 penyekatan semu
Yang penjaganya menyerah
Dihempas dingin malam
Dan badai pertaruhan hati
Dan tumpahan air dari langit duka

Tak ada lagi senyum indahmu
Keramahan sederhana
Yang membuat rumah
Di tepi kebun pisang
Di tepi ketela pohon
Tepi tebing
Liukan sungai jernih berbatu,
Surga ikan
Lele 10 kilogram
Belut dan moa raksasa 7,6 kilogram
Yang oernah terpancing kakek
Jadi legenda pemancing modal tirakat,
Lalu kodok
Kelelawar liar, ramai berkelepak
Diatas permukaan dingin
Bening sungai waktu
Di Baros
Sukabumi

Tapi wujudmu tak ada
Setelah azan panjang dua kali
Cahaya jadi. Muadzin terakhir
Mengantar pergimu
Dan belahan jiwamu,
Cahaya anak kalian
Tersedak
Tersedu
Tidak ingin mengakhiri. Lafaz
Panggilan ibadah terakhir itu

Allahu Akbar
Allahu Akbat
.....
.....
Lailahailallah...

Betapa Cahaya ingin menahan
Alun lafaznya
Diujung lidahnya
Sepanjang mungkin
Selama mungkin
Sesyahdu mungkin
Sekencang kencangnya,
Ia tahu
Seesaat azan kuburnya berhentu,
Maka papan akan ditutup
Pusara ibu
Disempurnakan dengan tanah merah
Dan bunga
Dan kucuran air bening
Penghapus dahaga batin,

Inilah dua pusara
Yang Cahaya  azan-i  hari terakhir,
Kalau ini bukan duka terakhir
Bukan batu uji kedewasaannya
Kenapa sang Maha Orang Tua
Mengambil dua sayap pelindung
Terkasihnya,
Kenapa tidak sebelah sayap
Tapi kedua sayap penopang jiwa mudana,
Lalu bagaimana Cahaya bisa terbang?

Ke Kampung Agung
Rumah bersama
Dari tujuan mudik abadi
Insan bingung
Kehilangan arah
Di jaman serba materi
Menyesatkan ini

Kami
Tak dapat sajian teh tubruk
Wangi
Menggoda,
Senandung khasmu
Nadanya selalu bikin semua merindu
Saat adukan khas gula batumu  
di cangkir coklat tanah
Teh poci legit,  menggigit ingun
yang mengusir kabut dingin
Perjalanan ingin

Kami Mudik
tiba di kampungmu
Tapi saat masuk rumahmu
Engkau telah mudik lebih sulu
Melewati bilah bilah enerji
Keeinduan
Yang mengantar batin pulang pergi,
Kententraman
Keselarasan fikiran
Dengan harmoni alam
Adalah kenisayaan
Di Ramadan akhir jelang Lebaran ini
Sebwlum raya
Perayaan hati yang berbeda tanpa
Keluwesan kerjap mata tulus
Dan senyum tulusmu

Bukan emas permata lagi
Harta dunia yang kau sebut,
Dua hari jelang pulang
Jelang mudik abadi

Aku sudah kaya
Sangat kaya
Punya anak yatim
Punya lagu
Punya anak asuh penyanyi baru
Aku punya semuanya
Aku bahagia
Seperti katamu  sembilan hari lalu

Teh evie
Boleh aku tanya sesuatu
Apakah diseberang tabir dimensimu,
Engkau berjalan berdua
Cengkrama
Sendau gurau
Menertawakan polemik dunia
Karaoke berdua
Menyanyikan medley lagu
Evergreen
Hits bumi
Best seller album lagu langit,
Menyanyi sepenuh hati
Menyanyi bukan Karena job
Menyanyinkan pukau panggilan kalbu,
Bila hidup di Bumi untuk menyanyi
Lanjut ke panggung awan
Menyanyi
Memuja semesta cinta

Ini mudik berirama paling sendu
Bisa tembus blokade jalan
Tapi tak bisa bertemu wajah bening ayumu,
Aku menulis surat ini
Di balai kayu
Disamping kotak bayi ular sanca batik
Yang kemarin pagi
Datang mengetuk pintu
Di hari kepergianmu ketujuh
Apakah reptil lucu
Jinak ini
Membawa oedanmu
Bahwa semua baik baik saja disana
Semoga bahagia
Engkau disana
Didalam keabadian sejoli
Di mabuk cibta
Di portal keabadian sana

Sore tadi
Kami menyapa pusara merahmu
Mash kudengar jelas
Panggilan lembutmu
Maaaas....
Mu
Dan Harum kesturi
Wangi surga
Menyapa senja

Raya ini
Kami kehilangan dua sahabat hati terbaik
Yang memilih mudik dalam lebaran cinta
Tanpa henti
Di sana
Bila yang lain sedih tak bisa mudik,
Kami bisa mudik
Tapi disayat kelu
Sendu
Getir

Sebagai 0engantimu
Ijinkan aku
Memakai
Jepit rambut hitam kesayanganmu
Untuk menjempit rambut panjangku
Yang kuyup basah oleh air sungai
Dan basah hujan rindu
Tak terbayar
Tak terkata
Ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun