terus kuulang mantera hitam itu, tidak ratusan kali,ribuan kali,mungkin jutaan kali. Makin hari tekadku makin kuat. Â Lidah batinku lapar pembuktian.
Hari.ke 21.
***
Hari 40
Tak kuperdulikan.tubuhki yang makin kurus dan kumis, serta berewok yang tumbuh panjang tak beraturan. Pancaran mukaku panas, membuat kumpulan gali, penjahat yang satu sel denganku atau yang di sebelah sel ku jadi enggan menatap mataku. Malas berdebat dengan mulutku. Aku jadi pendiam. Mataku api menyala dan kata-kataku menusuk lebih tajam dari duri salak
Makin bertambah minggu, bertambah bulan badanku terasa ringan dan penuh enerji. Dingin, panas dan sepi tak kurasakan lagi. Aku mengadu kepada bumi, kepada langit. Aku protes, teriak sekuat kuatnya. Aku Titis Aji tak akan kalah dipermainkan nasib. Aku kuat, sekuat batu karang !.
Walaupun urusan hukumku tidak kunjung selesai, aku tak perduli aku terus menahan lapar, puasa dan merapal mantera hitam, ilmu kumbang mambang.
***
Hari Ke 57
Makin kurus dan.makin acak-acakn rambut dan bulu jenggot dan kumisku. Tapi batinku makin pemuh dendam dan amarah. Dari empat penjuru angin aku mulai bisa mendengar suara suara di kejauhan. Suara orang yang tawar menawar di pasar sebelah penjara. Suara kepala penjara yang menawanku tanpa ampun. Suara pelacur yang sedang melayani pelanggannya di gang buntu sebelah. Ah !
Terus kurapal mantera hitam itu sebagai pengganti sumpah serapah pada orang -orang yang memfitnahku. Memojokkanku  Dan memenjarakanku tanpa pasal dan tujuan  jelas. Aku tak perduli. Terus kurapal mantera kegelapan tanpa mengampuni diriku lagi. Lelah dan tidur tak.pernah.kuperdulikan lagi.