Aku harus kuat. Begitulah. Sering kali kuulang agar aku tetap kuat. Kuat iman, kuat menahan amarah, kuat agar tak angkuh dan sombong. Tetap saja kata mereka aku pemarah, sombong, angkuh. Padahal aku berusaha berbuat sesuai dengan kaidah kebenaran yang digariskan para pendahulu agama. Yang benar pasti benar, yang salah ya salah. Tapi faktanya, bersinggungan dengan kebiasaan. Sudah biasa kami begitu, sudah biasa kami begitu, tak penting itu kaidah-kaidah terdahulu. Itu bukan kaidah terdahulu, tetap abadi hingga kini.
Pagi
Aku malang. Meringis pada ketidakpastian. Usia semakin tua. Aneka gerak tubuh terhambat dengan penyakit yang seketika datang tak karuan. Entah sampai kapan aku mampu bertahan. Menghindar atau tersingkir dari kenyataan. Berputar-putar selalu beban di kepala.
Pagi
Sepagi ini, aku merepet tak menentu. Bahkan pada catatan pun begitu. Sudah berkomitmen agar tak ada lagi umpat dan caci dari mulut dan hati. Tetap saja, ia berkeliaran muncrat berkarat. Menikam hati. Hingga menjadi kebencian yang dalam. Aku sadar. Entah mengapa menjadi keranjingan.
Pagi
Aku lelah.
Tapi tak boleh terhenti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H