Seperti menjawab tangisan rindu sang ibu, anak itu mengulang-ulang permintaan maafnya di sela isakan tangisnya. Baru kemarin aku mengambil arwah seorang anak yang ditenggelamkan oleh ayah tirinya, dan sekarang aku mengambil arwah seorang ibu yang enggan berpisah dengan anaknya. Seorang ibu bisa melepaskan indahnya materi, tetapi tetap saja ia tidak bisa melepaskan anak yang ia besarkan dengan peluh keringat dan tangis air mata sendiri.
"Terima kasih." Nenek itu mengagetkanku dengan ucapan terima kasihnya. "Terima kasih, Grim. Maaf telah merepotkanmu. Nak, ibu juga ingin berterima kasih denganmu. Meski kamu tidak datang berkunjung ke Miami, usahamu untuk mengunjungi makamku akan ku hargai. Disaat kamu bertemu dengan Tuan Reaper, tolong jangan repotkan dia. Dia adalah alasan kau ada disini."
"Tidak perlu berterima kasih padaku. Ini hanyalah sesuatu yang kecil."Â
"Biarpun begitu, sekecil apapun usaha seseorang, tetap berharga bukan?" Nenek itu tersenyum kembali.
"Aku akan mengingat itu."Â
"Baiklah, aku tidak akan mengulur waktumu lebih lama." Nenek itu duduk disamping batu nisannya dan menatap anaknya untuk yang terakhir kalinya. "Tolong jagalah anakku."
"Aku akan mencoba sebisaku."
"Sekali lagi, terima kasih, Grim Reaper."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H