Mohon tunggu...
Azizou Hegar Iwayuri
Azizou Hegar Iwayuri Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Hobi melukis dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ki Tak Pernah Menangis

18 Juli 2024   22:52 Diperbarui: 18 Juli 2024   23:02 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

***

Ketika Ki masih memapah kening ibundanya yang luntur terkena abu gunung. Gubuk mereka dekat dengan puncak gunung yang tengah aktif, sehingga setiap harinya rambut Ki dan ibunya selalu di hias abu vulkanik yang bagai serpihan salju putih. Orang-orang pedukuhan menjuluki kedua induk anak itu sebagai Si Ki yang dungu, dan ibunya si lacur. Bukan tanpa alasan ibu Ki di panggil sedemikian buruknya, “Ia itu tu-kang m-a-in suami orang. Pan-tas saja anak-nya tol-ol sep-erti babi” Ujar Bapak Omaroeh dengan gagapnya.

Hidupnya bagai memakan buah simalakama, tak hentinya hujatan jahanam yang mengobar jiwanya terus datang. Ibu Ki tak pernah berkilah dari tindakan sundalnya, Karena itu benar terjadi. Orang yang ia selingkuh tidak lain adalah pengurus masjid pedukuhan, si Abah Sudan.

Lahirlah Ki Sorah dari persundalan itu. Si pembual yang gemar menyengir dengan suara tawanya yang terkekeh seperti burung jalak Bali. Seorang anak Ceking dengan mulut tembam mirip kesemek. Abah Sudan tak pernah mau merawat ibundanya semenjak Ki Sorah lahir, “bawa saja ini..., buat anak dungu itu. Setidaknya dia harus pintar!” Satu-satunya yang ia berikan untuk Ki Sorah hanyalah manuskrip yang berisi sejarah perang Padri yang keasliannya sendiri masih simpang siur.

Begitu eratnya hubungan kedua ibu anak itu, sehingga siapa pun yang bertemu pandang dengan mereka akan merasa amat iri. Ibundanya lumayan pintar, mampu membaca, menenun kain, juga melakukan pekerjaan wanita lainnya. Semua itu menjadi tiang kokoh bagi Ki Sorah yang lugu serta dungu, membuatnya jadi anak yang paling di manja ilmu meski bodoh. Sampai benar bahwa usaha ibunya itu pecah layaknya cangkang telur yang memunculkan anak ayam mungil kekuningan. Tentunya Manuskrip perang Padri itulah yang menjadi bacaan pertama Ki yang paling sering ia ceritakan berkali-kali ke penjuru pedukuhan.

Tak bosannya Ki mendongeng perang Padri yang fenomenal itu. Saat bercerita kadang ia terkekeh sendiri, juga tangannya yang selalu kusam karena abu tipis yang menepis setiap udara bersih, menjadi tercampur rapi di seluruh lengannya. Barulah, ketika Abah Sudan datang dengan wajah merah padam, Ki Sorah akan lari kocar-kacir sambil terus membuka mulutnya, meninggalkan suara sayup yang ia bawa lari bersama angin.

Sambil meninggikan suaranya yang kalau di dengar jelas akan mirip seperti suara alap-alap terbang. Ibu Ki mulai berkelakar di dalam gubuk buluk yang mereka semangi. Setiap kali ibunya melontarkan candaan, Ki akan menimpalinya dengan kekehnya yang parau. Tawanya lepas bagai di kelitik ekor merak yang berkitar-kitar di awang perutnya.

“Oh ibu. Ibu lucu sekali, aku sampai mengompol dibuatnya” Suaranya yang cempreng beriringan dengan senyum hangat ibunya.

“Teruslah bahagia seperti itu.” Pinta ibunya.

Malam yang penuh canda itu tak bertahan lama. Sebelum matahari menyala dari arah timur, Ki harus dihadapkan situasi yang membuat pikirannya kalut. Ia tak dapat melihat sosok yang ada di hadapannya. Sosok yang tengah mendekap tubuh ibunya dengan kuat. Malam itu ia hanya dapat mendengar rintihan ibunya yang pekik, Ki sorah buncah seperti hewan yang ditinggal induknya. Begitu ia merasa harus meminta pertolongan, Ki segera pergi dari rumah, membiarkan ibundanya diraba orang itu.

Saat Ki Sorah berderap menuju hutan. Ia sempat nyalang melihat orang yang menyakiti ibundanya. Si Omaroeh yang wajahnya begitu bejat sehingga lebih mirip seperti jin dari alam roh dibandingkan manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun