Kita tahu dari novel ini tentang ketakutan gereja kehilangan otoritasnya. Ketakukan gereja tentang kemungkinan yang terjadi bila manusia menemukan Tuhan dirinya. Menemukan tuhan secara pribadi. Kesalahan yang dilakukan adalah menunjuk seseorang untuk menenjuk pemimpin untuk menafsirkan kehendak Tuhan pada manusia. Apakah pemimpin itu mendekatkan atau malah menjauhkan manusia dari Tuhan?
The Celestine Prophecymenghanyutkan kita dalam samudra kosmiknya. Pemilihan sudut padang pertama—aku—bukan tanpa alasan. Sudut pandang ini mengajak kita menyelami diri kita sendiri dan menyerap energi manuskrip.
Sayang di novel ini ttidak menyebutkan bagaimana manuskrip- manuskrip ini ditemukan. Novel ini tidak sedetail itu. Yang disebutkan hanya manuskrip itu ditemukan lalu diterjemahkan. Tapi itupun berguna untuk membuat kita terfokus pada kandungan manuskrip. Atau mungkin dalam novel selanjutnya akan lebih detail, karena manuskrip kesepuluh belum dicari dan diketemukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H