Pagi ini cukup cerah, aku berjalan menuju sekolah, jarak nya tidak terlalu jauh dari rumah hanya sekitar 150 meter. Aku tidak suka naik angkutan umum karena aku pasti akan berdesak desakan dengan banyak orang. Aku benci itu.
  Sebuah tangan dari belakangku menyodorkan sebungkus permen, aku langsung melirik pemilik tangan itu, aku menghela nafas berat. Kenapa pagiku harus diawali dengan manusia tak tau diri ini.
  "Nih permen. Gue udah janji ga akan maksa lo buat ngerokok" orang itu berjalan di sampingku dengan mengemut sebuah permen. Ku akui dia cukup tampan dan keren, tapi dia sangat aneh.
  "Ga Butuh, makasih. Lagian kita ga saling kenal kenapa gue harus terima pemberian lo" aku berkata dengan ketus dan mulai berjalan cepat.
  "Yohan"
  "Hah?" Aku mengernyit
  "Nama gue yohan" dia mencoba mengimbangi jalanku. Aku hanya ber oh saja karena itu tidak penting. Aku memang pernah mendengar nama yohan karena anak perempuan sering membicarakan nya.
  "Kakak gue psikolog, bunda juga psikiater. Kalo lo mau gue bakal bilang ke mereka" dia menaruh permen ditanganku "Gue juga bakal anter"
  Aku diam melihat permen yang dia berikan.
  "Kenapa lo mau lakuin itu? Kita ga saling kenal dan lagi gue gabutuh psikolog atau semacamnya gue baik baik aja dan waras" aku menunduk, entah kenapa rasanya sangat sesak.
  "Kita udah kenal, lo udah tau nama gue dan gue juga tau nama lo"
  "Gue ga pernah ngasih tau nama gue" aku bingung bagaimana dia tahu namaku
  "Leora. Nama lo Leora Candace. Gue udah tau dari lama"Â
  Setelah mengucapkan itu dia langsung berlari menuju kelasnya meninggalkan aku yang masih termenung, aku tidak mencolok dan cenderung mengisolasi diri, bagaimana dia tahu namaku.
  Aku menatap papan tulis yang dipenuhi dengan rumus rumus menyebalkan itu dan sesekali menyalinnya ke dalam buku. Ini masih pagi tapi sudah disuguhkan dengan hitungan yang membuat kepalaku ingin pecah sekarang juga. Walaupun aku terbilang cukup pintar tapi tetap saja hitungan adalah kelemahan terbesarku.
  "Siapa yang bisa jawab? Coba maju ke depan" kata kata horor itu akhirnya keluar. Semua nya menunduk, ada yang pura pura menulis ada yang pura pura paham padahal tidak sama sekali, aku menatap keluar, melihat anak anak kelas lain berolahraga.
  "Kalo ga ada yang maju ibu panggil" hening
  "Ya sudah ibu akan panggil. Arkan, lista, kai, leora. Maju kedepan, soalnya bebas kalian mau pilih yang mana"Â
Aku kaget saat namaku dipanggil, meskipun tidak mengerti aku harus tetap menjawab. Aku berjalan menuju papan tulis dan mulai mengerjakan soal nomor 3. Aku mengerjakan walaupun tak paham, setelah selesai aku langsung duduk tak peduli itu salah atau tidak aku hanya ingin kembali ke kursi ku.
  "Yang jawab nomor 3 siapa?" Guru itu bertanya setelah melihat papan tulis. Aku mengangkat tangan. "Jawaban kamu sudah benar, tapi di bagian sini, rumusnya agak terlalu berbelit,tapi kalo kamu mengerti tidak apa apa. Bagus Leora" aku hanya mengangguk dan kembali fokus pada pikiranku.
  Bel istirahat pertama sudah berbunyi, semuanya meregangkan tubuh termasuk aku, hari yang diawali dengan hitungan dan hafalan sungguh membuat aku ingin muntah. Aku pergi menuju kantin, meskipun benci keramaian, urusan perut tidak bisa diabaikan. Aku membeli sosis dan air putih.
  "Harusnya lo mesen yang lebih bikin lo kenyang" aku langsung menoleh pada suara di belakangku, dan menghela nafas.
  "Bukan urusan lo, gue beli pake duit gue. Ga usah banyak komentar" aku membalas dengan ketus. "Makasih bu" setelah menerima sosisnya, aku membawa sosis itu menuju meja paling pojok.Â
  Aku menikmati sosis dengan tenang, meskipun suasana kantin sangat ramai aku terus mengabaikannya. Semua orang bercengkrama dan bergosip ria, aku bingung kenapa manusia suka sekali membicarakan orang lain, apa mereka merasa sempurna setelah menyebarkan keburukan orang lain. Dan lagi yang mereka bahas hanya seputar laki laki, seolah mereka akan mati jika tidak membicarakannya sehari saja.
  "Lo punya hubungan apa sama Yohan?" Sebuah suara membuyarkan isi pikiranku, aku menoleh, seorang gadis dengan perawakan cukup tinggi dan langsing berdiri disebelahku dengan tangan yang terlipat di dada, make up nya cukup tebal untuk ukuran anak SMA. Hah aku harus berurusan lagi dengan manusia aneh.
  "Gue ga kenal siapa yohan" aku menjawab acuh, melanjutkan menikmati sosis ditanganku.
  "Jangan bohong! Gue tau kemarin lo kebelakang sekolah sama yohan kan!"
  "Oh itu, gue gatau kalo itu yang namanya yohan"Â
Setelah aku berkata seperti itu, dia tiba tiba menarik rambutku, aku mengaduh dan balas menarik rambutnya dengan lebih kuat aku tidak peduli jika rambutnya akan tercabut semua, dia yang memulai semuanya.
  "Lepasin cewek gila!" Dia berteriak dengan keras. Aku tidak menanggapi dan langsung menginjak kakinya, seketika suasana kantin sangat ricuh, beberapa bahkan merekam perkelahian ini. Hah aku benci ini, aku pasti akan menjadi perbincangan satu sekolah. Wanita ini melepaskan tarikan diranbutku sesaat setelah aku injak kakinya. Penampilannya sangat buruk tidak jauh berbeda denganku, aku langsung pergi meninggalkan kantin aku benci melihat tatapan orang orang itu, sangat menjijikan.
  Aku berlari menuju toilet yang biasa aku tempati. Aku mual, semuanya begitu menyesakkan. Saat sampai aku langsung masuk dan mengunci pintunya, aku mengeluarkan seluruh isi perutku. Sosis yang baru saja kumakan harus keluar seperti ini, belum ada 10 menit sosis itu ada di perutku.
  Setelah mengeluarkan isi perutku, aku langsung membersihkannya, kemudian aku duduk diatas toilet. Ini pertama kali nya aku bertengkar di ruang publik, aku bergidik membayangkan tatapan orang orang setelah aku keluar dari sini. Aku yang berharap dapat keluar dalam belenggu kegelapan ini, justru semakin jatuh kedalam.
  "Ayah bakal marah kalo dia tahu gue bikin masalah" aku menghela nafas berat, memejamkan mata mencoba menghalau segala pikiran negatif.
  Tok..tok..tok.. suara ketukan membuatku membuka mata, siapa yang mengetuk? Ini bukan toilet yang sering digunakan oleh para murid.
  "Ini gue" suara yang aku kenali. Ya, itu Yohan, sumber permasalahan ini. Aku hanya diam tak ingin menanggapi.
  "Maaf" dia berkata lagi. "Maaf, padahal gue ada disana tapi gue ga ngelakuin apa apa, brengsek kan gue?"Â
  Aku membuka pintu toilet, melihat yohan yang menunduk
  "Brengsek banget. Gue gamau ada urusan lagi sama lo, jangan deket deket gue" aku berjalan meninggalkan yohan yang masih menunduk.
  Aku tidak ingin berhubungan dengan orang yang akan menghantarkan aku semakin dalam pada kegelapan. Meskipun aku takut tapi aku harus tetap masuk kelas, karena pelajaran sudah mulai kembali.
  Aku sudah menyangka bahwa semua orang pasti aku memperhatikan ku. Aku menunduk dan meminta maaf pada guru karena telat masuk. Mengapa masalah selalu ada di sekitarku. hah, aku ingin segera pulang. Jam pulang masih lama dan aku harus terkurung disini, sangat menyesakkan. Saat guru tak ada mereka mulai membicarakan ku, aku hanya diam dan berharap sekolah dengan cepat selesai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI