Atau justru ini adalah karena sepinya dan ketidak hadiran negara untuk memberi ruang bagi seniman angklung ini sampai mereka harus menyusuri jalan ngamen.
Bukan apa - apa pada kondisi tertentu dan daerah tertentu mereka menghambat jalur lalu lintas, dan saya meyakini mereka tidak mengantongi izin kegiatan.
Belajar dari Yogya
Berbeda melihat angklung di Yogya tepatnya di malioboro, mereka sekilas ngamen ya nyatanya ngamen tapi nampak ekslusive, elegan, nggak mengganggu pejalan.
Karena memang mereka memiliki wadah ditempat keramaian publik ( Tempat Wisata ), ini menjadi salah contoh menempatkan dan memberi ruang pada seniman jalanan ini tetap berkarya tanpa terkesan mengganggu atau bersebrangan dengan kepentingan masyarakat lain.
Pertanyaannya adalah di Kabupaten atau Kota Anda adakah mereka hadir dan turun ke jalanan desa ?
Atau telah terfasilitasi ada ruang khusus untuk para seniman ini, berkarya totalitas tanpa batas dengan elegan dan eksklusif?
Saya pikir, Laptop sekalipun kalau dijual di emperan ( tepi ) jalan, pasti akan beda harga walau ia sama dengan kemasan yang ada di konter atau outlet penjualan di mall.
Salam kompasianer,Â
Aziz Amin | Kompasianer Brebes ( KBC-10 ), Trainer & Hionoterapist, WA 0858.6767.9796
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H