Mohon tunggu...
Aziz Aminudin
Aziz Aminudin Mohon Tunggu... Freelancer - Trainer, Professional Hipnoterapis, Penulis, Pembicara, Aktivis Sosial Kemanusiaan

Trainer, Professional Hipnoterapis, Penulis, Pembicara, Aktivis Sosial Kemanusiaan Founder MPC INDONESIA WA : 0858.6767.9796 Email : azizaminudinkhanafi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak Itu Objek atau Subjek dalam Proses Pertumbuhannya

22 April 2018   06:24 Diperbarui: 22 April 2018   08:41 1139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai seorang hypnotherapist penulis tidak berani bilang ini ampuh tapi kenyataanya dari sekian kasus prosentasenya bisa mencapai 80-90% efektif selama diberikan ruang yang cukup untuk mengenal anak dan orang tua mau belajar dan mengikuti dan merunut bagaimana pola anak terbentuk.

Akan tetapi akan menjadi sangat susah kalau orang tua masih teguh pada egonya bahwa ia yang paing benar dan mengharap anak tetap sebagai objek yang harus mau diubah dan dibentuk seperti yang diinginkan maka penanganan kasus seperti ini menjadi tak mudah.

Sumber: se.dreamstime.com
Sumber: se.dreamstime.com
MENGHARAP ANAK JADI SHOLEH, DO'A SAJA TIDAK CUKUP

Pada saat begini orang tua sering kali berputus asa, bahwa mendidik anak tidak mudah dan anaknya adalah anak yang dengan lebel sangat tidak baik dari ; anak nakal, anak bandel, pembangkang, nggak berbudi, bahkan kalimat itu rutin dikatakan dan diceritakan dalam kemasan keluhan dimedia sosial dan ke orang banyak

Ingat !!!!, kalimat adalah rasa, dan rasa adalah do'a, yang dalam makna sederhana penulis tulis bahwa ".... bukankan Allah Ta'la itu sesuai prasangka hambanya ?", maka wajar bila anak yang digadag -- gadang sebagai objek eksperimen menjadi diri anda yang lain di generasi selanjutnya akan mengalami kegagalan karena anda menanamkannya dengan sugesti -- sugesti negatif.

Padahal munculnya sugesti itu karena anda sendiri yang lupa bagaimana proses yang telah berjalan anda abaikan mencurahkan energi yang dalam bahasa kias penulis katakan, bagaimana anda akan membuat roti yang lezat, roti yang enak, roti yang harum akan tetapi anda tidak sempurna menyiapkan bahan -- bahan pembuatnya, bagaimana tepunya yang tidak berkualitas, bagaimana pengembangnya menggunakan pengembang yang instans maka... jangan harap roti anda menjadi roti yang anda harapkan.

Itu baru dari sudut panndang bahan, bagaimana rezeki yang anda dapatkan, pekerjaan yang anda kerjakan dan curahan cinta dan kasih sayang cukup kah...? maka sadari anda nggak bisa dan nggak cukup hanya berdo'a bisa menghasilkan roti yang baik, bagus, lezat dan harum sementara bahan -- bahannya tidak dierhatikan.

Jangan salahkan kalau roti tidak jadi roti tai hanya menjadi roten, karena anda salah menaruhnya, adonan yang seharusnya anda taruh di oven, harusnya dikukus akan tetapi ada taruhnya di penggorengan dengan minyak, ya... roti hanya impian dan roten akan tersaji dihadapan anda.

" kalau berharap anak sholeh dan sholehah, sementara anda hanya berdo'a saja itu tidak cukup !!!!, sementara ia tidak pernah dikenalkan ilmu agama, ia tak pernah dikenalkan tauhid, jadi kalau mau anak sholeh / sholehah ya arahkan dan taruh di Ponsok Pesantren "

Kalau pondok pesantren adalah oven yang akan menjadikan roti lezat dan harum, maka jangan terlalu berharap banyak akan hadir dan tersaji roti kalau tidak dimasukan dalam oven, bisa jadi akan muncul roten, bolang baling, onde -- onde atau malah donat, maka nikmati....

Penulis mengajak anda bijak menyikapi anak dan mulai melibatkannya menjadi subjek buka objek semata, bukan memerintah tapi mengajak dan mengarahkan ia menggapai aya yang seharusnya dicapai sesuai harapan orang tua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun