Mohon tunggu...
Aziz Aminudin
Aziz Aminudin Mohon Tunggu... Freelancer - Trainer, Professional Hipnoterapis, Penulis, Pembicara, Aktivis Sosial Kemanusiaan

Trainer, Professional Hipnoterapis, Penulis, Pembicara, Aktivis Sosial Kemanusiaan Founder MPC INDONESIA WA : 0858.6767.9796 Email : azizaminudinkhanafi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kepala Daerah Korupsi, Yakin Masih Ada yang Bersih?

11 April 2018   07:16 Diperbarui: 11 April 2018   09:29 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Era digital era banjir informasi dari segala kelebihan dan kekurangannya, tentunya ini menyulut yang beberapa hari ini mulai rame kembali setelah  Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan upaya hukum penahanan terhadap tersangka ZZ (Gubernur Jambi periode 2016 -- 2021) untuk 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK.

Jujur saja penulis nggak memiliki data yang tepat berapa banyak jumlah pejabat khususnya Kepala Daerah yang terlibat kasus korupsi dan berakhir dengan tidak menarik menggunakan rompi oranye khas KPK, tentunya akan menjadi jalan cerita yang tidak menarik saat melihat dokumentasi bagaimana beliau -- beliau yang terhormat memulainya dengan hiruk pikuk dan hingar bingar kampanye dan janji politik mensejahterakan rakyat.

Bila mengamati perjalanan KPK, semakin banyak KPK melakukan OTT maupun penetapan tersangka bukan semakin turun akan tetapi semakin meniningkat khususnya beliau yang diberikan amanah Kepala Daerah, baik Bupati / Wali Kota, Wakil Bupati / Wakil Walikota maupun Gubenur dan Wakil Gubenur, " ada apa sebenarnya ? "

Penulis sama sekali nggak punya kapasitas untuk menganalisa persoalan politik ataupun terkait dengannya, tapi dalam kapasitas sebagai masyarakat justru penasaran seperti apa sebenarnya Negara Indonesia tercinta ini dan Bangsa Indonesia ini yang konon katanya Bangsa yang Hebat, kaya dan makmur.

Ada banyak pertanyaan dalam pikiran ini yang semuanya muaranya adalah perasaan ragu bahwa apa mungkin INDONESIA BEBAS KORUPSI ?, sebagai bagian dari upaya merangkumnya penulis menyusunnya beberapa pertanyaan sederhana yang ternyata untuk menjawabnya penulis sama sekali mengalami kendala yang luar biasa.

  • Bagaimana ya caranya agar Indonesia benar -- benar bebas Korupsi ?
  • Hal apa yang mungkin harus terjadi, agar Kepala Daerah tidak lagi KORUPSI ?
  • Kira -- kira hal apa yang harus terjadi di Negara Indonesia / yang harus dilakukan Bangsa Indonesia biar budaya korupsi ditinggalkan ?
  • Apa mungkin kalau Kepala Pemerintahan tidak korupsi sementara jajaran dibawahnya dan masyarakat juga memiliki budaya korupsi ?
  • Bagaimana ya untuk bener -- benar menjadikan Indonesia Bebas Korupsi ?

KORUPSI BERAWAL DARI DIRI SENDIRI

Bicara tentang korupsi membuat energi terkuras habis untuk mengikuti pergerakan KPK yang aktif mengejar, membongkar dan melakukan OTT pada pelaku tindak pidana korupsi, tapi alih - alih dapat memberantas tidak korupsi di Indonesia, yang ada menguragi jumlah koruptor pun tidak.

Tentunya ini bukan karena kinerja KPK yang kurang baik atau tidak baik, meainkan penulis memandang bahwa korupsi adalah sebuah prilaku menyimpang dalam kewajaran yang terlanjur dipahami dimasyarakat sebagai budaya.

Kenapa penulis tuliskan dipahami budauya ? , ya... kita sudah sangat kental banget dengn budaya korupsi dari masa anak -- anak, bahkan saat disekolah dasar sampai dengan kita masuk bangku perkuliahan budaya korupsi sejatinya telah masuk pikiran bawah sadar kita.

Anak -- anak secara gelombang pikiran ia selalu berada di gelombang alfa dan theta dimana itu adalah gelombang bawah sadar sehingga apapun yang ia lihat, dengar dan rasakan akan benar benar mudah masuk terekam dan dijadikan pendoman dan menjadi prilaku.

Saat orang tuanya membiasakan ia melihat orang tuanya memberikan ucapan terima kasih dengan memberikan amplop uang terima kasih, baik ia mengurus surat -- surat di kelurahan, baik membayar jasa pertolongan orang lain dan orang tua memberikan ucapan terima kasih dengan uang, maka.... apabila anak melihat tanpa edukasi yang cukup, ia akan mulai memahami bahwa pertolongan identik dengan ucapan terima kasih dan ucapan terima kasih identik dengan hadiah.

Cikal bakal yang sederhana bibit korupsi yang anak rekam seejak kecil mengamati prilaku sekitar, pentingnya menanamkan edukasi yang cukup pada anak usia dini adalah membedakan mana sodakoh, mana hadiah, mana bayar atas jasa, dan mana hal yang sejenis tapi tidak dibenarkan seperti gratifikasi ( dengan bahasa anak ) dan suap.

LEVEL SELANJUTNYA -- level selanjutnya mencetak bibit koruptor adalah saat ia menginjak remaja dan dewasa, bagaimana ia berfikir boleh berbohong untuk kebaikan bersama, menitipkan absensi atau plagiator ( tanda tangan kehadiran sekolah ) ini juga merupakan cikal bakal pikiran bawah sadar memaklumi kondisi apapun yang dianggap untuk kebaikan seperti menolong teman.

Jadi sangat wajar jika persoalannya ada dalam pikiran bawah sadar, artinya dengan menangkap dan memberikan efek hukuman yang diharapkan menimbulkan efek jera, tentu kalau melihat yang berjalan seperti sekarang ya nggak akan jera pelaku dan kalaupun jera ya hanya beberapa persen orang aja.

Kenapa ?ya karena fasilitas tahanan KPK tentu beda dengan tahanan tindak kejahatan yang lain, dan terkesan masih sangat nyaman untuk seorang yang katanya melakukan tindak kejahatan.

Penulis berfikir mungkin akan beda saat pelaku korupsi mendaparkan efek jera yang luar biasa seperti pengedar narkotika semisal hukuman mati tentu ini akan memberkan efek jera pada yang lain yang belum terbongkar dan yang baru mau tumbuh.

Kan nggak lucu kalau koruptor yang sekarang belum tertangkap ditanya " Nggak takut ketangkep KPK ? "

Jawabnya " Ya nggak lah !!!! ", " Kan malah enak kita tinggal nikmati masa pensiun dan setelah keluar kita bisa berbuat baik lagi dan nikmati hidup lebih hidup "ini analogi yang bisa saja demikian, karena tahanan yang dipahami kami bahwa KPK tahanannya lebih nyaman dari maling ayam.

LAGI -- LAGI SOAL MINIMNYA ILMU AGAMA

Menilik istilah korupsi, berasal dari bahasa latin yakni corruption atau corruptus yang secara harfiah istilah tersebut menurut Andi Hamzah memiliki arti segala macam perbuatan yang tidak baik, seperti kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.

Artinya masyarakat kita yang konon dikenal sebagai bangsa yang berbudi luhur, dan sangat sopan sangat toleransi dengan apapun termasuk budaya -- budaya yang sebenarnya baik akan tetapi kehilanga kontrol.

Berkirim kiriman makanan dan silaturahmi itu baik akan tetapi akan berubah hukum saat ada kepentingan lain yang dimaksud, budaya memberikan sodakoh / hadiah pada anak itu baik tapi kembali lagi akan berbeda makna kalau orang tua punya kepentingan bisnis, sadar ridak sadar hal ini yang memunculkan kan bibit tidak korupsi, kolusi dan nepoitisme.

Ini menjadi bagian dari jawaban kenapa ada beberapa orang yang taat beribadah akan tetapi melakukan tindak korupsi, tentunya ini salah dan benar -- benar salah akan tetapi pikiran bawah sadar yang bersangkutan masih merekam hal tersebut dan berfikir bahwa ia hanya menolong orang dan bila orang yang ditolong memberikan ucapan terima kasih ya wajar -- wajar saja.

Sayangnya..., kebiasaan ini jadi kebiasaan dan budaya yang sehingga seolah -- olah menjadi kewajiban bagi orang yang ditolong atau meminta bantuan pertolongan maka harus memberikan sesuatu yang dianggap sebagai rasa terima kasih.

Peranan ilmu agama sangat mendasar dan penting, akan tetapi adanya banyak orang yang mengaku ahli agama dan mereka yang menyandang gelar ustadz yang secara keilmuan belum benar benar sempurna terkait pemahaman keilmuan agama seringkali justru memunculkan ada dualisme pendapat hukum tentang berterima kasih bahkan sampai ranah yang lebih dalam adalah tindakan kolusi dan nepoitisme yang berakhir pada tndak korupsi, tentu kita masih ingat bagaimana lembaga setingkat Kementrian yang mengurusi tentang Agama pun tidak luput dari praktek korupsi dan tidak tanggung -- tanggung tentang kitab suci dan pengelolaa ibadah haji.

"Astagfirullah",kembali lagi semua harus bersama untuk memilikirkan bagaimana kelajutan Bangsa ini bagaimana kelanjutan negara ini, kalau semua hanya menyerahkan urusan ini pada KPK, bagaimana memulai dari diri anda sendiri dan mulai bisa memberikan eduksi membedakan antara budaya leluhur, antara ibadah dalam ajaran agama dan sebuah hal yang tergolong dalam tindak kolusi dan nepoitisme yang berujung pada tidak korupsi

Bersambung lain waktu ....

Penulis sejujurnya masih ragu apakah masih ada Kepala Pemerintah yang bersih dan tidak pernah sekalipun melakukan tindakan kolusi dan nepoitisme yang pastinya terkait dengan korupsi, semoga Allah Ta'ala mengampuni dosa -- dosa kita pendahulu kita dan semoga generasi penerus Bangsa Indonesia ini benar benar menjadi Bangsa yang patut dan harus dibanggakan, mengutip katak KPK bahwa " Berani Jujur itu HEBAT !!! "

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun