Hal ini berlandaskan pada cerita dimana setelah wafatnya Nabi Saw, para Sahabat Nabi bermusyawarah siapa yang akan menjadi penggantinya, dan tidak ada seorangpun dari perempuan yang diajukan untuk berperan serta.Â
Lantas bagaimana respon masyarakat islam waktu itu ketika mengetahui bahwa Aisyah yang memimpin perang Unta ? tindakan tersebut dianggap tercela dan keliru oleh para Sahabat besar dan dikutuk oleh istri-istri Nabi yang lain.Â
Bahkan untuk memperjelas masalah tersebut, seorang sejarawan yang bernama Sa'id al-Afghany, meneliti Aisyah selama sepuluh tahun, untuk kemudian hasilnya dijelaskan kepada kaum muslim sebuah persoalan yang telah mendesak sejak modernisasi, yakni antara perempuan dan politik. Dari penelitian tersebut di akhir Sa'id al-Afghany memberi kesimpulan bahwa memang perlu menjauhkan kaum perempuan dari politik secara mutlak.Â
Sebab kejadian ini muncul hadits misogini , yang artinya sebagai berikut "Barangsiapa yang menyerahkan urusan mereka kepada kaum wanita, mereka tidak akan pernah memperoleh kemakmuran" (Hadits misogini) ,Â
Aisyah sendiri menyadari hal itu, menurutnya karena campur tangan dia sendiri, kaum Muslim jadi berpecah belah menjadi dua faksi antara Sunni dan Syi'ah, oleh sebab itu Aisyah meminta maaf serta bertanggung jawab akan hal itu, bahkan ia juga bertanggungjawab atas semua kerugian susulan yang diderita oleh para pengikutnya.Â
Akan tetapi disamping itu yang mengejutkan para pembaca modern dari riwayat perang Unta yang terkenal itu, adalah rasa hormat yang diperlihatkan masyarakat terhadap Aisyah. Namun berangkat dari sejarah ini, yang menjadi perdebatan sengit hingga saat ini tentang hak perempuan adalah masalah politik. Dimana pemilihan pemimpin politik memang harus betul-betul diperhatikan, sehingga tidak terjadi kehancuran.Â
Oleh sebab itu tentunya masalah ini yang memicu para tokoh muslim untuk berfikir guna menyelesaikan berbagai masalah politik dan ekonomi yang menyebabkan perpecahan masyarakat muslim itu sendiri. Selesai dari permasalahan politik, buku ini juga menjelaskan tentang cerita Ummu Salamah yang bertanya kepada Rasulullah. "mengapa al-Qur'an tidak membicarakan wanita seperti layaknya pria?".Â
Kemudian Rasulullah menjawab pertanyaan itu dari mimbar Masjid . "Wahai manusia ! Allah telah berfirman, "sesungguhnya laki-laki Muslim dan perempuan Muslimah, laki-laki yang Mu'min dan Mu'minah ..dan seterusnya..". yaitu Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar".Â
Penggalan ayat tersebut menegaskan bahwa "kedudukan antara pria dan wanita adalah sama, baik pria maupun wanita. Pertanyaan Ummu Salamah jelas mewakili gerakan protes kaum perempuan lainnya. Namun tidak cukup dengan pertanyaan yang diajukan Ummu Salamah kepada Rasulullah mengenai perempuan, sejumlah perempuan lain mendatangi isteri-isteri Rasulullah dan berkata:Â
"Allah telah menyebut tentang anda (Istri-istri Rasulullah) di dalam Al-Qur'an, tetapi Dia tidak pernah menyebutkan tentang kami, Apakah tidak ada sesuatu tentang kami yang layak disebutkan ? untuk menjawab pertanyaan tersebut Allah turunkan Surat an-Nisa' (wanita), Â salah satu surat yang berisi hukum baru mengenai warisan dan mencabut hak istemewa kaum laki-laki, dimana sebelum ayat ini turun hanya laki-lakilah yang berhak menerima hak waris.Â
Dalam kasus warisan, Ummu Kajjah menjadi salah satu contoh, ia mengeluh kepada Rasulullah: "Suami saya meninggal, dan mereka mencegah saya memperoleh warisan, dan saya memiliki lima seorang anak perempuan, mereka juga tidak mendapatkan hak warisan karena terhalang oleh laki-laki". Â Kubaysya juga mengeluh demikian: "Ya Rasulullah saya tidak memperoleh warisan dari suami saya dan saya juga tidak memiliki kebebasan untuk menikah kembali dengan orang yang saya inginkan".Â