Mohon tunggu...
Azizah
Azizah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Penyuka twitter

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Masih Mampukah Berlayar?

8 Juni 2020   07:28 Diperbarui: 8 Juni 2020   07:39 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Menurut Sonia, senyum Rian lebih indah ketimbang bulan sabit yang memamerkan pesonanya di langit yang gelap. Sebenarnya, malam itu Sonia dan Rian harus ke perpustakaan untuk menyelesaikan karya ilmiah mereka. Namun, Sonia dan Rian akhirnya mengunjungi cofee shop yang ada di pinggir jalan dikarenakan perpustakaan tutup. Di tempat itulah Sonia memandangi senyum Rian hingga tak fokus mendengarkan cerita Rian.

Jarum jam menunjukkan pukul sembilan malam. Sonia harus bergegas pulang karena ibunya sedang menunggunya di rumah. Seperti orang yang berpacaran pada umumnya, Sonia kerap diantar pulang Rian, begitu juga sebaliknya. Berada di belakang Rian saat di atas motornya, hati Sonia begitu bahagia. Ia tak pernah merasakan sebahagia ini bersama laki-laki lain.

***

Mentari pagi telah menyapa Sonia di balik jendela kamarnya. Kali ini Sonia akan menepati janjinya kepada Rian membuatkan nasi goreng. Sebenarnya, Sonia tidak begitu pintar memasak. Jadi, selama bersama Rian, Sonia yang selalu disajikan masakan Rian. Namun, kali ini Rian ingin makan masakan Sonia untuk sarapan.

Setelah menunggu tiga menit di ruang tamu kosnya Rian, Sonia langsung memberikan masakannya untuk Rian. Hati Sonia begitu berdebar, karena setelah satu tahun bersama Rian ia tak pernah masak untuk Rian.

"Ini beneran, kamu yang masak?," tanya Rian

"Aku masak itu bela-belain bangun jam setengah enam lo, kan aku biasanya bangunnya siang," jawab Sonia dengan senyum di bibir merah mudahnya.

"Emm, lumayan. Tapi tetep masih enakan punyaku sih."

"Ah, kamu tuh. Habis ini kita jadi ke perpustakaan kan?."

"Iya jadi dong, kalau nggak jadi, kapan kelar thesis kita? Ada hal lain yang harus aku kejar setelah rampung kuliah magister ini."

Setibanya di perpustakaan, Rian dan Sonia mencari buku untuk menunjang penelitiannya. Sudah tiga bulan terakhir mereka berdua tengah disibukkan menggarap thesis. Mereka sering mengunjungi perpustakaan tersebut dan saling menemani ke berbagai tempat ketika dibutuhkan untuk wawancara.

Selama beberapa jam mencari buku dan berdiskusi di gazebo perpustakaan, akhirnya Rian meminta rehat satu jam lalu pergi ke kantin perpustakaan. Kali ini Rian ingin makan batagor Bu Mirah yang menurutnya sulit untuk dibuat duplikatnya.

Setelah makan di kantin, mereka melanjutkan menggarap thesis-nya. Sampai di perpustakaan, Sonia tiba-tiba kepikiran untuk mengajak Rian misa di gereja yang baru dibangun dekat kampung halamannya yang tak jauh dari kota tempat Rian menetap untuk sementara.

"Hari minggu ini ya? Oke, aku tandai tanggalnya ya. Biar nanti nggak lupa," ucap Rian.

"Aku nggak sabar lo, nanti aku whatsapp ibuku ya, biar nanti bisa masak buat makan siang kita," papar Sonia sambil tersenyum lebar.

Selesai mengerjakan penelitian, Sonia dan Rian menuju tempat pakir motor. Dalam perjalanan menuju ke sana, mereka saling melontarkan gurauan. Di atas motor pun mereka tetap melanjutkan guyonan. Mereka saling melempar tingkah konyol mereka selama satu tahun bersama.

Setelah sampai di kosnya Rian, seperti biasa Sonia memandangi Rian dengan saksama. Ia bingung, kenapa ia tak bosan memandangi senyum Rian. Menurutnya, ia begitu tampan dan menghiraukan pendapat temannya bahwa wajah Rian biasa saja.

"Terima kasih ya, untuk hari ini, walaupun tiga bulan terakhir ini kita cuma diskusi sama wawancara aja tapi aku seneng kok," ucap Sonia di atas motornya.

"Santai aja kali. Aku juga seneng kok, diskusi bareng kamu. Oh ya, ntar malem kita diskusi di situ aja (sambil nunjuk ruang tamu kos) bareng Tio. Nanti kamu ajak Fina atau Joko gitu."

"Oke, nanti aku hubungi mereka berdua. Lagian, aku juga agak bosen kalau cuma belajar sendirian. Sampai jumpa nanti malam ya."

Sambil mengendarai motor dari kos Rian, hati Sonia serasa tanaman disiram air, segar dan menyenangkan. Ia tak bisa berhenti tersenyum mengingat kebersamaan mereka. Saking bahagianya, ia tak bisa fokus mengendarai motor dan hampir menerobos lampu merah.

Sesampainya di kamar kos, Sonia mengobrak-abrik isi tasnya. Ia mencari pengisi daya telepon pintarnya. Ketika itu, Sonia baru sadar jika charger-nya dibawa Rian. Saat sedang berdiskusi, Sonia meminjamkannya karena telepon Rian hampir mati. Segera ia ke tempat parkir sambil menelepon Rian, namun Rian tak dapat dihubungi.

Menuju ke kos Rian, Sonia tak sengaja melihat Tio yang ada di teras musola. Selain Tio, di sana juga ada sepeda Rian yang terpakir di depan musola. Melihat itu, Sonia tak berpikir lama untuk berhenti di depan musola.

"Tio, Rian ada di sini ya? Aku mau ambil charger di kosnya dia. Aku mau telepon ibuku ada hal penting yang mau aku omongin."

"Iya nih dia ada di sini, tapi dia lagi solat. Kamu tunggu dulu ya."

"Solat? Rian lagi solat?."

"Iya, dia lagi jadi makmumnya Pak Ucup lo. Bentar lagi juga selesai kok, atau kamu mau ikut solat juga?"

"Aku pulang dulu ya. Nanti tolong omongin ke Rian kalau diskusi malam ini dibatalin aja," ujar Sonia dengan mata berair.

Mendengar pernyataan itu, hati Sonia langsung bergetar. Tak hanya hati, seluruh tubuhnya pun ikut bergetar. Keringat dingin mulai bercucuran hingga Sonia tak sanggup mengendarai motor dan berhenti di pinggir jalan. Ia masih tak percaya kalau Rian sedang beribadah solat.

Ia juga masih tidak percaya kalau satu tahun bersama dengannya, ternyata Rian menyimpan kebohongan yang mampu menyayat hatinya. Ia pun masih tak menyangka kalau setiap minggu Rian tak pernah melaksanakan misa di gereja bersama Angga, sahabat karibnya. Sonia masih ingat betul pernyataan Rian tempo hari, "Angga itu anaknya Kristen banget, jadi aku ingin lebih dalam aja belajar agam bareng dia. Tapi anehnya, kalau diskusi sama cewek dia canggung banget."

Kini di dalam pikirannya, mampukah ia masih mengendalikan kapal agar dapat berlayar bersama Rian? Apakah Tuhan sengaja menciptakan berbagai corak agar terjadinya konflik? Walaupun kenyataannya saat ini masih ada banyak orang yang menjalin hubungan dengan indahnya keberagaman namun di sisi lain juga masih ada banyak perdebatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun