Mohon tunggu...
Azizah Herawati
Azizah Herawati Mohon Tunggu... Penulis - Penyuluh

Pembelajar yang 'sok tangguh'

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Khrisna Pabichara dan KPB Tutup Tahun

21 Desember 2020   17:51 Diperbarui: 21 Desember 2020   18:02 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Assalaamu'alaikum

Saya, Azizah Herawati. Salah satu kompasianer yang berminat mengikuti kelas menulis Khrisna Pabichara dalam rangka tutup tahun. Berikut ini saya ikutkan tiga naskah saya yang sudah pernah dimuat di Kompasiana sebagai Artikel Utama. Kategori esai. Naskah tersebut adalah:

1. Hari Anak Nasional, Momentum Mendengar dan Menyimak Apa Kata Anak

Anak-anak adalah sosok polos tanpa beban. Mereka bebas mengekspresikan apa yang dipikirkannya dengan caranya sendiri. Tugas orangtua adalah mendidik, mendampingi, dan mengarahkan supaya apa yang dilakukan tetap sesuai rel yang diajarkan agama dan etika di masyarakat.

Dalam teori tabularasa, anak ibarat kertas putih tanpa coretan. Orangtuanya lah yang nantinya akan menorehkan tulisan, gambar, atau sekadar coretan pada kertas tersebut. Tentu saja hasilnya bermacam-macam.

Ibarat memory card, masih kosong belum terisi. Mau diisi apa, tergantung siapa yang mengisi. Agama juga mengajarkan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, suci. Orangtuanya lah yang kelah menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.

Anak-anak juga perekam ulung. Apa yang dilihat dan didengar akan sangat mudah direkam dalam otaknya. Makanya jangan heran kalau kita merasa tidak mengajarkan apa yang diucapkan dan dilakukan anak, tapi dia amat fasih mengucapkan dan lihai melakukannya. Itulah mengapa kita harus berhati-hati dalam berucap dan berbuat di depan anak. Orangtua adalah role model bagi anak.

'Kacang ora ninggal lanjaran', begitu kata orang Jawa. Kacang panjang yang ditanam tidak akan meninggalkan kayu penyangga. Maknanya tidak jauh beda dengan 'Buah jatuh tak jauh dari pohonnya'. Atau 'Like son like father'. Begitulah, anak adalah cermin orangtuanya.

Aktivitas keseharian orangtua pun bisa jadi objek rekaman bagi anak. Dari yang bersifat rutinitas sederhana sampai pada rutinitas yang membutuhkan tenaga dan pikiran yang cukup berat. Meskipun tidak semua persepsinya tepat, tapi hal itu sangat berarti bagi kita, para orangtua. Namanya juga anak-anak, mereka bebas menilai apa saja terhadap orangtuanya.

Hari-hari istimewa kita pun bisa menjadi ajang bagi anak untuk mengkspresikan apa yang menjadi kesukaannya. Mengekspresikan hobinya. Ada yang mengekspresikan lewat gambar, lewat tulisan melalui sepucuk surat bergambar hati, atau bisa juga melalui puisi dan lagu. Tidak harus mewah. Apalagi harus beli kado mahal untuk memberi persembahan special.

Saya jadi teringat waktu Hari Ibu tahun lalu. Anak kedua saya memang ekspresif. Selalu saja ada kejutan istimewa yang tak terduga di hari istimewa itu. Nah, persembahannya untuk saya saat itu adalah selembar kertas berisi gambar perempuan berhijab dengan ucapan Selamat Hari Ibu dalam bahasa Inggris.

Gambar perempuan berhijab itu dikelilingi gambar-gambar lucu dengan keterangan di bawahnya. Gambar dan tulisan yang membuat saya makjleb, tersenyum, terharu, tersanjung atau malah geli sendiri. Tak peduli itu sebuah bentuk apresiasi, penilaian, dugaan, kesimpulan, atau bisa jadi sebuah bentuk protes. Yang jelas, saya sangat menyukainya.

Gambar pertama di sisi kanan atas adalah gambar topi chef bertuliskan koki. Gambaran rekaman yang sangat jelas bahwa di matanya saya adalah sosok koki yang selalu menyempatkan diri untuk memasak, meskipun dia tahu saya sangat sibuk. Baginya masakan saya adalah istimewa. Meski tidak seenak dan seistimewa masakan chef Juna, tapi saya merasakan bahwa masakan saya selalu dinanti.

Di bawah gambar topi koki ada gambar radio dengan tulisan penyiar radio. Kesimpulan ala anak yang bagi saya sangat simple. Munculnya rekaman ini tidak lain karena dia sering mendengar suara saya di radio. Bahkan sesekali saya ajak main ke radio bersama adiknya. Padahal sejatinya, saya bukanlah penyiar, tapi pengisi acara sebuah kajian rutin rohani Islam. Itulah kesimpulan anak, no problemo.

Tidak ketinggalan gambar laptop bertuliskan orang kantoran. Gambaran yang sangat jelas dari rekamannya sejak dia masih kecil yang disaksikannya setiap hari. Saya berangkat kerja di pagi hari dan pulang di sore hari. Persis orang kantoran.

Gambar sisi paling kanan adalah gambar sapu bertuliskan cleaning service. Gambar ini membuat saya tersenyum geli. Bagaimana tidak, saya sempat pegang sapu dan lap pel cuma musiman. Paling tidak kalau libur. Bersyukurlah kalau si anak mengapresiasi rutinitas musiman itu seolah-olah saya juga rajin bersih-bersih. Tapi, benar juga sih, kalau sedang mood, saya melakukan aktivitas bersih-bersih rumah dengan all out.

Beberapa gambar di sisi kiri benar-benar membuat hati saya makjleb. Salah satunya tulisan traveler di bawah gambar pesawat terbang. Entah ini protes atau apresiasi. Sejak kecil saya memang sering meninggalkannya ke luar kota untuk melaksanakan tugas, baik tugas profesi maupun organisasi. Kadang dia sangat enjoy karena sudah terbiasa, tapi tidak jarang dia protes sering ditinggal. Hemmmm... tidak makjleb.

Satu-satunya gambar yang membuat saya tertawa lepas adalah gambar angka yang menunjukkan rupiah dengan tulisan orang kaya, dalam kurung 'kayaknya'. Ini kesimpulan dan dugaan versi anak banget. Bisa jadi karena saat minta sesuatu cenderung dipenuhi. Terkadang harus merayu dengan rayuan maut, di mana saya bisa melayang dibuatnya. "Ibu kan kaya," katanya. Dan benar saja, ini adalah modus. Diaminkan saja. Semoga menjadi orang kaya beneran, tidak pakai  'kayaknya'.

Dua gambar terakhir sepertinya sebuah closing tentang apresiasinya terhadap saya. Tentang bagaimana di sela kesibukan saya bekerja, saya tetap berusaha menjadi ibu yang harus kembali ke rumah, menjadi ibu rumah tangga. Gambar seorang ibu mengepakkan kedua tangannya ke atas bertuliskan 'IRT tapi ngantor' membuat saya tersenyum simpul.

Finnaly, gambar huruf S ala Superman bertuliskan 'My Hero' adalah apresiasi luar biasa dari seorang anak kepada ibunya. Benar-benar membuat saya ge-er. Sangat menghibur. Hal ini menunjukkan bahwa dia menganggap saya adalah pahlawan baginya. Seseorang dengan segala keterbatasannya berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya.

Begitulah ekspresi salah satu anak saya terhadap saya. Penilaian ala anak. Terlepas tepat atau tidak, itulah anak-anak. Sosok polos yang selalu merindukan ibunya. Ada secercah harap bagi para orangtua, salah satunya ibu untuk terus semangat dan berbuat yang terbaik untuk keluarga terutama anak-anak. Di sisi lain, selalu ada pesan bagi para anak untuk terus berbuat yang terbaik kepada kedua orangtuanya. Dua sosok yang tak kenal lelah memberikan yang terbaik bagi keluarga khususnya anak-anak.

Semoga momen Hari Anak Nasional tahun ini menjadi pengobar semangat bagi para orangtua untuk mendidik, membimbing, dan membersamai anak-anak untuk menjadi generasi sholeh yang berkarakter. Mari belajar menyimak dan mendengar 'apa kata anak', sehingga terjalin komunikasi yang baik antara orangtua dan anak. Karena komunikasi adalah salah satu sarana untuk memastikan bahwa anak tetap berada di jalur yang benar.

Menjadi contoh terbaik dalam perkataan dan perbuatan, karena sejatinya orangtua adalah teladan yang sesungguhnya bagi anak-anaknya. Selamat Hari Anak Nasional untuk anak-anak hebat di seluruh Tanah Air. Ayo kamu bisa!

https://www.kompasiana.com/azizahhera/5f1914b4ef62f64e261405f4/mendengar-dan-menyimak-apa-kata-anak?page=all

2. Masih Setia dengan Radio

Di radio...aku dengar... lagu kesayanganmu

Kutelepon di rumahmu...sedang apa sayangku

Siapa yang masih ingat lagu ini? Ketahuan deh kalau sudah kepala empat! Ya, syair lagu almarhum Gombloh ini mengingatkan kita bahwa radio pernah primadona sebagai salah satu media yang digandrungi masyarakat. Bagimana tidak? Saat itu televisi masih langka. Kalaupun ada, masih hitam putih. Harus nangga untuk  sekedar menikmati serunya lakon kethoprak di TVRI. Atau mengakhiri malam dengan melihat film cerita akhir pekan

Tak ayal lagi kalau radio pun jadi pilihan. Mendengarkan musik, menyimak serunya sandiwara radio atau sekedar cari teman bergadang dengan mengikuti sajian wayang semalam suntuk. Tidak heran kalau saat itu lagu-lagu dari para penyanyi yang saat ini sudah gaek bahkan sudah almarhum begitu familiar dan sering disenandungkan sambil melakukan aktivitas.

Di bukit indah berbunga

Kau mengajak aku ke sana

Memandang alam sekitarnya

Karna senja tlah tiba

Lagu yang paling sering dinyanyikan anak-anak jamanku SD dulu. Rasanya melayang dengar lagu yang dilantunkan Uci Bing Slamet ini. Berduaan di sebuah bukit berbunga bergandengan. Ada yang memetik bunga lalu diselipkan di rambut. Sederhana tapi syahdu.

Siapa yang tidak teringat dengan Brama Kumbara yang begitu digdaya dengan ajian seratjiwa. Atau lincahnya Dewi Mantili. Sandiwara radio yang menyedot perhatian hampir semua kalangan saat itu. Dibela-belain pulang sekolah berlari-lari, demi menyimak 'Saur Sepuh' beramai-ramai dengan mengerumuni radio jadoel merk National dengan amunisi empat baterai ABC berukuran besar. Uuuuh betapa serunya!

Atau mau dengar yang serem. Sambil membayangkan kepala tanpa jasad yang hidup dan terus mencari sang pembunuh yang tidak lain anak kandungnya sendiri. Bulu kuduk mulai berdiri saat 'sirah tanpa gembung' itu keluar diiringi backsound yang menyeramkan "Trinil, balekno gembungku!". Takut tapi kepo! Itulah serunya menyimak radio jaman dulu.

Namun seiring waktu berjalan, radio mulai ditinggalkan. Saat listrik sudah mulai masuk ke dusun-dusun, wargapun mulai beralih ke televisi. Meski tidak sedikit yang masih setia dengan radio. Apalagi di era digital saat ini. Saat tekhnologi sudah serba canggih. Siapa yang tidak kenal dengan handphone. Telepon genggam yang tidak sebatas bisa sms dan telepon. Tapi sudah menjelma menjadi gadget cerdas dengan aneka aplikasi. Jangankan mendengarkan musik atau memutar video, mau memutar film atau aneka informasi dalam berbagai kemasanpun bisa.

Tidak heran jika akhirnya posisi radio mulai terpinggirkan. Meskipun gadget juga menyediakan aplikasi radio dengan jangkauan yang lebih luas daripada radio duduk, namun rupanya aplikasi ini hanya dinikmati oleh sebagian orang saja. Jadi, jangan heran kalau saya sebagai salah satu bagian dari radio memasang flyer sebuah acara talkshow yang tayang di salah satu stasiun radio, jawabannya "Wah, nggak punya radio, Mbak!".

Apa lantas saya menyerah? Saya kejar dong,"Streaming dong!". Namun, selalu saja ada alasan yang intinya 'nggak minat dengan radio'.

Rupanya belum semua menyadari betapa indahnya menikmati siaran dari radio. Bukannya ngendorse ya. Mentang-mentang saya juga orang radio. Mungkin saya bisa menjadi salah satu saksi bahwa radio itu tak akan lekang oleh zaman. Meskipun hanya segmen tertentu saja yang masih minat, namun itu bisa menjadi amunisi untuk media audio ini untuk terus bertahan.

Tepat tanggal 11 September diperingati sebagai Hari Radio Nasional. Jujur, baru ingat di pagi itu. Siapa yang mengingatkan? Ya radio! Nah, di momen bersejarah bagi radio ini, mari kita ulik keistimewaan dari alat komunikasi yang ditemukan oleh Guglielmo Marconi ini, hingga saya masih setia dengan radio sampai detik ini.

Radio merupakan theater of mind. Artinya radio mampu menjadi panggung untuk merangsang daya imajinasi seseorang. Apa yang ada bayangkan saat mendengar Dewi Manthili ciat-ciat bertarung melawan musuh dengan pedang saktinya? Apalagi mendengar suara bijak Brama Kumbara dalam sandiwara Saur Sepuh. Begitu luar biasanya radio membius pendengar sehingga tidak mau ketinggalan satu episode-pun.

Saya pun berhasil membangkitkan imajinasi pendengar. Postur saya yang kecil namun bersuara ngebas dan serak sempat membuat kaget pendengar. Saat kopi darat dalam sebuah acara ada yang mengatakan, "Ya Allah, dari suaranya saya membayangkan Bu Azizah itu besar dan sudah sepuh. Ternyata kecil, imut dan masih terlihat muda!" Heeeemm bikin sesak baju saya!

Selain itu radio juga mempunyai unsur menemani. Jika dibandingkan alat komunikasi lain, radio-lah teman setia yang tidak bikin repot. Dia bisa disambi. Bahkan bagi ada sebagian orang termasuk saya, sangat nyaman apabila melakukan pekerjaan sambil mendengarkan radio. Sejak masih Sekolah Dasar sampai di bangku kuliah, saya selalu belajar atau mengerjakan tugas dengan ditemani radio. Termasuk saat ini, memasak, bersih-bersih rumah dan berbagai aktivitas lain juga ditemani radio. Tidak sekadar lagu, tapi ragam acara yang lainpun oke saja. Apalagi ada salah satu stasiun radio yang setiap jam tertentu ada spot khusus. Jadi tanpa melihat jam penunjuk waktu, kita sudah tahu saat itu pukul berapa.

Radio merupakan alat komunikasi yang  relevan dan  up to date. Sebagai bagian dari radio, saya merasakan bagaimana kita harus menyajikan menu yang fresh di setiap acara. Jangankan untuk acara yang live, materi siaran off air-pun harus mengikuti perkembangan. Kalau tidak, siap-siap saja ditinggalkan pendengar. Apalagi yang on air. Kru harus mempersiapkan sedemikian rupa sajian yang menjadi menu utama dan tambahan di setiap detiknya. Tak boleh jeda sedetikpun. Sebegitu relevannya alat komunikasi bernama radio ini, bisa dipastikan bahwa radio selalu dipasang dalam fitur ponsel apapun.

Tidak ketinggalan, radio terbukti bisa melayani semua segmen dan sangat mudah dioperasikan. Radio sangat akrab dengan semua segmen, baik  tua, remaja maupun anak-anak. Inilah salah satu yang membuat radio tetap bertahan dan masih banyak peminatnya. Pengelola radio yang cerdas akan mengemas aneka sajian yang pas sesuai segmennya. Jam tayang pun diatur sedemikian rupa supaya tidak salah sasaran. Misalnya, sebelum subuh sajiannya aneka lagu etnik, campursari asli. Tentu saja segmennya para kasepuhan yang mungkin masih harus menuntaskan pekerjaan hingga jelang subuh. Sehabis subuh, paling tepat ya siaran rohani. Pas sekali untuk me-refresh pendengar dalam memulai hari. Malam Ahad, lagu-lagu untuk kawula muda diselingi semacam obrolan ringan dan curhat ala remaja. Ahad sore, tepatnya ya cara untuk anak-anak. Mereka bisa bernyanyi, berdoa, puisi dan aneka ekspresi anak yang lain. Luar biasa.

Jangan salah radio juga mempunyai penggemar yang militan. Jadi, jangan heran kalau ada radio yang tuningnya seret alias sulit digeser karena tidak pernah pindah ke gelombang lain. Tidak kalah dengan almarhum Didi Kempot dengan Sobat Ambyar-nya, Slank dengan Slankers-nya, Afgan dengan Afganisme-nya dan aneka fans club yang lain. Radio juga demikian. Mereka mempunyai sapaan khusus bagi para pendengarnya. Ada yang pemiarsa, ada yang kangmas mbakyu, ada juga sahabat gemilang, mitra merapi dan masih banyak lagi.

Sapaan pembukanya pun begitu khas dari masing-masing radio yang tidak ditemukan di alat komunikasi lain. Sehingga jangan heran kalau terjalin ikatan emosional yang begitu erat antara penyiar dan pendengar, meski mereka tidak pernah bertemu. Sensasinya yang luar biasa, membangkitkan pendengar untuk tidak melewatkan kesempatan saat diadakan jumpa monitor alias kopi darat.

Tentu masih banyak keistimewaan lain yang dimiliki radio. Diawali dari perannya sebagai alat informasi utama di masa perjuangan kemerdekaan Indonesia hingga kini. Radio terus berbenah, menyesuaikan perkembangan tehnologi yang begitu pesat. Terus memperluas jangkauan melalui live streaming, sehingga jangkauanya tidak sebatas lokal saja namun sudah merambah ke ranah global. Mendunia tanpa meninggalkan akar budaya Indonesia.

Bangga menjadi bagian dari radio. Selamat Hari Radio Nasional (11 September). Sekali di udara, tetap di udara!

https://www.kompasiana.com/azizahhera/5f5b4ed3097f366e875c1cb2/masih-setia-dengan-radio

3. Profesor ASI, Sebuah Perjuangan Menyelamatkan Generasi

Kalau saja tidak membaca flyer pada sebuah postingan di grup WhatsApp, saya tidak akan tahu bahwa tanggal 1 sampai dengan 7 Agustus 2020 diperingati sebagai "Pekan ASI Sedunia". Subhanallah, sebagai seorang ibu yang merasa pernah berjuang meluluskan tiga "Profesor ASI", saya bangga. Mengapa dikatakan berjuang? Silahkan bertanya kepada para ibu yang pernah menyusui anaknya. Pasti mereka setuju.

Bagaimana tidak? Seorang ibu dalam kondisi masih lemah setelah melahirkan, seperti petinju keluar dari ring, langsung dituntut dengan sekuat tenaga untuk memberikan asupan berupa Air Susu Ibu (ASI) untuk buah hatinya. Bahkan sejak bayi benar-benar baru lahir dengan cara inisiasi dini, merangsang  bayi untuk menemukan sendiri puting susu ibunya. Subhanallah, luar biasa.

World Health Organisation (WHO) yang merupakan organisasi kesehatan dunia menetapkan tema Pekan Menyusui Sedunia atau World Breastfeeding Week tahun 2020 ini  adalah "Support breastfeeding for a healthier planet" yang artinya "Mendukung menyusui untuk planet yang lebih sehat".

Dengan tema ini diharapkan para ibu mampu menyelamatkan 820.000 anak di dunia dengan menyusui. WHO dan organisasi anak sedunia, UNICEF meminta kepada pemerintah dimasing-masing Negara untuk melindungi dan memberikan akses bagi para ibu untuk menyusui serta mendampingi melalui konseling.

Mengapa menyusui itu penting? Karena menyusui merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan anak. Selain itu menyusui juga sangat bermanfaat, tidak hanya dalam aspek kesehatan, namun juga  barmanfaat bagi terjalinnya hubungan emosional antara ibu dan anak. Sebagai sebuah proses alamiah yang diberikan Allah Sang Pencipta, bukan proses buatan, pemberian ASI juga mampu mendukung program pemberian pangan berkelanjutan.

Bagi seorang ibu, tidak ada alasan untuk tidak menyusui. Tanpa bermaksud menghakimi, saya cukup prihatin dengan adanya beberapa ibu yang dengan santainya mengatakan enggan menyusui anaknya. Bahkan dengan bangganya menceritakan kalau anaknya minum susu formula merek tertentu supaya bisa begini dan begitu. Dengan berbinar-binar pula menceritakan berapa kocek harus dirogoh untuk membeli susu 'hebat' tersebut. Tidak ketinggalan juga mengungkapkan  betapa borosnya si anak menghabiskan susu. "Waah satu kaleng nggak sampai seminggu, Mbak!".

Okey, mau menyusui atau tidak itu pilihan. Namun, bukankah naluri manusia itu maunya mendapatkan yang terbaik, murah, banyak dan tidak mau repot? Bagaimana dengan ASI? Berani diadu dengan susu formula paling mahal dan hebat manapun? Saya jawab, "Ayo, siapa takut?"

Sebagai seorang fasilitator bimbingan perkawinan (Bimwin) yang salah satu tugasnya memberikan pendidikan kesehatan reproduksi kepada calon pengantin, saya merasa wajib mengampanyekan pentingnya memberi ASI. Tidak hanya calon istri yang dimotivasi, namun calon suami juga harus dimotivasi untuk mendukung program tersebut.

Selain di forum bimwin, kampanye ASI juga selalu saya gaungkan dalam kegiatan bimbingan penyuluhan dan pendampingan pada berbagai kelompok binaan. Cakupannya sangat luas dan meliputi berbagai generasi. 

Materi untuk generasi muda lebih pada bagaimana mereka mempersiapkan diri ketika berumahtangga kelak. Salah satunya adalah dengan mempersiapkan generasi berkualitas. Salah satu kunci generasi berkualitas adalah pemberian asupan gizi yang tepat, di antaranya pemberian ASI. Sedangkan materi untuk kelompok yang sudah berkeluarga, tidak lain seputar motivasi memberi ASI, manfaat dan kelebihan ASI daripada asupan susu yang lain.

Adapun jika pendengar adalah lansia, semangat untuk memotivasi supaya mereka mendukung program pemberian ASI, seperti halnya motivasi kepada para suami untuk mendukung istrinya memberikan ASI kepada buah hati. Selain itu juga ada usaha untuk mengurangi kekhawatiran mereka akan ketidakcukupan asupan bagi si bayi jika hanya diberi ASI saja pada enam bulan pertama yang dikenal dengan ASI Esklusif.

Berdasarkan pengalaman di lapangan, orangtua jaman old, sering khawatir kalau asupan ASI saja tidak cukup. Sehingga tidak jarang mereka memberikan asupan lain yang belum waktunya bagi si bayi. Ya, asupan yang menjadi warisan turun temurun, seperti air tajin (air yang mendidih saat menanak nasi secara manual), atau terburu-buru memberikan makanan pendamping ASI berupa makanan padat seperti bubur dan masih banyak lagi. Dibutuhkan tips khusus untuk memberikan pemahaman dengan cara yang tepat, sehingga bisa benar-benar diterima dan dipraktekkan.

Sebagai jurkam alias juru kampanye  ASI, tentu saja saya tidak boleh jarkoni. Ujar nanging ora nglakoni. Menyuruh tapi tidak melakukan. Kalau merujuk pada Al Quran surat Ash-shaf ayat 2,  saya bisa dikatakan kaburo maqtan alias dosa besar. "Mengatakan yang tidak saya lakukan". Omdo, omong doang!

Tenang saja, saya berani bicara karena saya melakukan. Kalaupun saat itu saya tidak melakukan secara maksimal, pasti saya akan mencari seribu alasan untuk menjelaskan. Bukankah selalu saja ada alasan untuk membela diri kalau tidak bisa menyelesaikan tugas yang hanya bisa dilakukan oleh seorang ibu, bukan yang lain.

Nah, di hari terakhir Pekan ASI Sedunia ini, saya akan mengajak Anda berselancar menyusuri euforia kepuasan dan kebanggaan seorang ibu ketika tuntas menyelesaikan tugas menyusui selama dua tahun penuh. Tidak kurang, tidak lebih." Haulaini kamilaini" begitu Allah menyebut dalam surat al baqarah ayat 233.

Ayat yang cukup panjang yang menjelaskan secara rinci tentang perintah kepada ibu untuk menyusui anaknya, tugas suami selaku ayah, teknis penyusuan, kesepakatan suami istri untuk memberikan ASI selama dua tahun penuh, sampai pada panduan pemberian upah, apabila terpaksa harus menyusukan kepada orang lain. Subhanallah, luar biasa!

Mari kita belajar pada kegigihan ibunda Nabi Musa yang sempat galau karena tidak bisa menyusui putranya secara sempurna karena Allah memerintahkan sang ibu untuk menghanyutkan ke sungai Nil demi keselamatan Musa. Lantas sang ibu memerintahkan kepada saudara perempuan Musa turut susur sungai dan memastikan kalau bayi Musa baik-baik saja. Ternyata janji Allah nyata adanya, Musa kembali di pangkuan ibunda dan menyusu kepadanya.

Kalau kita masih banyak alasan untuk tidak memberikan ASI pada buah hati kita karena alasan yang klise, seperti repot, capek, tidak keluar ASI-nya, tidak cukup atau bahkan karena alasan kerja, mungkin seharusnya kita malu kepada ibunda Musa. Belum seujung kuku jika dibandingkan dengan perjuangan beliau yang harus mempertaruhkan nyawa buah hatinya yang baru lahir. Belum lagi, bisa dibayangkan betapa takutnya keluarga Musa ketika bayi Musa justru dipungut oleh keluarga Fir'aun, raja yang akan membunuh semua bayi laki-laki.

Kini saatnya saya berbagi, bagaimana saya sebagai ibu bekerja, berusaha tidak jarkoni dalam hal memberikan ASI selama dua tahun penuh. Bahkan bisa memberikan ASI secara esklusif pada enam bulan pertama. Sehingga lahirlah professor-profesor ASI dengan predikat cumlaude. Ya, professor ASI, begitu kami para ibu bekerja biasa menyebut anak-anak kami yang lulus mendapat asupan ASI selama dua tahun penuh.

Kesadaran yang pertama kita bangun adalah bahwa memberikan ASI adalah perintah Allah. Meski tidak sampai pada derajat wajib, namun sebagai hamba Allah, sudah seharusnya kita mengikutinya. Bagaimana kita tidak berdecak kagum, bahwasannya jauh--jauh sebelum para dokter dan tenaga medis yang lain mengkampanyekan pentingnya ASI, Allah sudah memerintahkan hal tersebut secara rinci di dalam firman-Nya, surat al baqarah ayat 233.

"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan".

Bukankah ada kepuasan tersendiri saat kita bisa dengan kerelaan hati memberikan ASI pemberian Allah ini kepada buah hati titipan Allah, atas printah Allah juga?

Selanjutnya kita harus mengakui bahwa ASI sudah teruji secara medis dan klinis. ASI mengandung vitamin dan berbagai nutrisi penting untuk bayi. Selain itu, ASI juga mempunyai banyak manfaat dari segi kesehatan yang tidak ditemukan pada susu yang lain. Tidak hanya bagi bayi, tapi bagi sang ibu, karena menurut penelitian, protein yang ada dalam ASI mampu membantu melindungi ibu dari serangan kanker.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa secara medis banyak sekali manfaat dari ASI. Antara lain ASI dirancang khusus untuk membuat bayi cerdas. Oligosakarida yang dihasilkan para ibu saat menyusui adalah berkualitas super. Sebenarnya bayi tidak bisa mencerna jenis gula ini. Namun melalui ASI, hal itu bisa dilakukan, sehingga secara tidak sadar telah merangsang otak untuk bekerja.

Sisi lain yang bisa dijadikan motivasi untuk bersemangat memberikan ASI adalah karena praktis, gratis dan ekonomis. Jangan Anda katakan tidak untuk hal ini, karena ini benar adanya. Bagaimana tidak? Bukankah ASI bisa disajikan dengan cepat, tanpa takaran, tanpa mengaduk, apalagi dalam kondisi mengantuk. Inilah tugas istimewa dari seorang ibu yang tidak bisa diwakilkan orang lain. Jadi, jangan iri kalau sang ibu ikut tertidur ketika memberikan ASI saat menidurkan sang buah hati. Leeeeer nikmat sekali, tak terwakilkan.

ASI juga tidak perlu membeli. Gratis dengan takaran yang pas dari Sang Maha Kuasa. Dengan memberikan ASI, secara otomatis akan menekan pengeluaran keuangan keluarga. Ekonomis bukan? Coba saja, mereka yang bangga dengan susu hebat selain ASI, akan merasakan betapa besarnya pengeluaran untuk pos yang satu ini. Kalau sejak awal sudah diberi susu formula yang mahal dan tentu rasanya enak, bayi tidak akan mau kalau diberi susu yang lebih murah. Boros bukan? Masih percaya susu hebat selain ASI?

Secara psikologis, pemberian ASI akan memberikan efek bonding antara ibu dan anak. Ada ikatan luar biasa yang terbangun melalui aliran darah ibu berupa susu yang diisap langsung oleh sang buah hati. Tentunya ada kepuasan tersendiri saat seorang ibu berhasil menidurkan sang buah hati melalui isapan ASI dan terlelap dalam pelukan. Kepuasan yang tak bisa dibandingkan dengan apapun. Kekuatan inilah yang sulit memisahkan kedekatan ibu dan anak. Bagaimana seorang anak akan selalu nyaman saat dekat dengan ibunya. Bahkan ketika sudah dewasa dan menikah sekalipun.

ASI juga bisa menjadi obat mujarab untuk menenangkan saat sang buah hati menangis. Saya masih ingat, ada tulisan seorang bidan di sebuah majalah tentang teori "ngek-jel" alias merengek dijejel. Maksudnya ketika bayi menangis, merengek, langsung dijejel puting susu oleh sang ibu. Apa yang terjadi? Dia langsung diam dan tenang dalam dekapan ibu. Praktis, tidak repot menyiapkan botol, menakar susu dengan takaran yang tepat, karena salah takaranpun, bisa berakibat tidak baik bagi sang buah hati.

Lantas, bagaimana jika ibu harus bekerja? Bukankah tidak mungkin bolak balik ke rumah untuk memberi ASI? Apalagi yang bekerjanya jauh dari rumah. Tenang saja, jaman sudah berubah. Fasilitas yang selama ini kita miliki akan menjadi solusi. Salah satunya adalah kulkas. Ya, menabung ASI adalah solusi terbaik bagi ibu bekerja untuk tetap memenuhi asupan ASI bagi si kecil saat ibu sudah harus kembali bekerja. Bahkan saat ini juga ada 'ojek ASI', yang siap antar jemput ASI untuk diberikan kepada sang buah hati. Bisa Anda simak berbagai kisah inspiratif para ibu bekerja untuk tidak terputus memberikan ASI, asupan terbaik bagi sang buah hati.

Menabung ASI memang butuh perjuangan. Dari memerah dengan pompa atau dengan tangan, mensterilkan botol-botol kaca dengan merebusnya, memberi label waktu dan tanggal serta memberikan edukasi kepada pengasuh tentang saran penyajian ASI perah.

Tapi tidak perlu takut dan khawatir. Bukankah ini merupakan sebuah perjuangan menyelamatkan generasi? Niatkan memberikan yang terbaik untuk sang buah hati. Insyaallah dimudahkan dan berhasil meluluskan profesor ASI dengan predikat cumlaude. Amin

https://www.kompasiana.com/azizahhera/5f2cec5ad541df3dee60fbe6/profesor-asi-sebuah-perjuangan-menyelamatkan-generasi

Demikian, terimakasih. Salam literasi.

Wassalaamu'alaikum 

Salam,

Kompasianer

Azizah Herawati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun