Mohon tunggu...
Azizah Herawati
Azizah Herawati Mohon Tunggu... Penulis - Penyuluh

Pembelajar yang 'sok tangguh'

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Khrisna Pabichara dan KPB Tutup Tahun

21 Desember 2020   17:51 Diperbarui: 21 Desember 2020   18:02 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lagu yang paling sering dinyanyikan anak-anak jamanku SD dulu. Rasanya melayang dengar lagu yang dilantunkan Uci Bing Slamet ini. Berduaan di sebuah bukit berbunga bergandengan. Ada yang memetik bunga lalu diselipkan di rambut. Sederhana tapi syahdu.

Siapa yang tidak teringat dengan Brama Kumbara yang begitu digdaya dengan ajian seratjiwa. Atau lincahnya Dewi Mantili. Sandiwara radio yang menyedot perhatian hampir semua kalangan saat itu. Dibela-belain pulang sekolah berlari-lari, demi menyimak 'Saur Sepuh' beramai-ramai dengan mengerumuni radio jadoel merk National dengan amunisi empat baterai ABC berukuran besar. Uuuuh betapa serunya!

Atau mau dengar yang serem. Sambil membayangkan kepala tanpa jasad yang hidup dan terus mencari sang pembunuh yang tidak lain anak kandungnya sendiri. Bulu kuduk mulai berdiri saat 'sirah tanpa gembung' itu keluar diiringi backsound yang menyeramkan "Trinil, balekno gembungku!". Takut tapi kepo! Itulah serunya menyimak radio jaman dulu.

Namun seiring waktu berjalan, radio mulai ditinggalkan. Saat listrik sudah mulai masuk ke dusun-dusun, wargapun mulai beralih ke televisi. Meski tidak sedikit yang masih setia dengan radio. Apalagi di era digital saat ini. Saat tekhnologi sudah serba canggih. Siapa yang tidak kenal dengan handphone. Telepon genggam yang tidak sebatas bisa sms dan telepon. Tapi sudah menjelma menjadi gadget cerdas dengan aneka aplikasi. Jangankan mendengarkan musik atau memutar video, mau memutar film atau aneka informasi dalam berbagai kemasanpun bisa.

Tidak heran jika akhirnya posisi radio mulai terpinggirkan. Meskipun gadget juga menyediakan aplikasi radio dengan jangkauan yang lebih luas daripada radio duduk, namun rupanya aplikasi ini hanya dinikmati oleh sebagian orang saja. Jadi, jangan heran kalau saya sebagai salah satu bagian dari radio memasang flyer sebuah acara talkshow yang tayang di salah satu stasiun radio, jawabannya "Wah, nggak punya radio, Mbak!".

Apa lantas saya menyerah? Saya kejar dong,"Streaming dong!". Namun, selalu saja ada alasan yang intinya 'nggak minat dengan radio'.

Rupanya belum semua menyadari betapa indahnya menikmati siaran dari radio. Bukannya ngendorse ya. Mentang-mentang saya juga orang radio. Mungkin saya bisa menjadi salah satu saksi bahwa radio itu tak akan lekang oleh zaman. Meskipun hanya segmen tertentu saja yang masih minat, namun itu bisa menjadi amunisi untuk media audio ini untuk terus bertahan.

Tepat tanggal 11 September diperingati sebagai Hari Radio Nasional. Jujur, baru ingat di pagi itu. Siapa yang mengingatkan? Ya radio! Nah, di momen bersejarah bagi radio ini, mari kita ulik keistimewaan dari alat komunikasi yang ditemukan oleh Guglielmo Marconi ini, hingga saya masih setia dengan radio sampai detik ini.

Radio merupakan theater of mind. Artinya radio mampu menjadi panggung untuk merangsang daya imajinasi seseorang. Apa yang ada bayangkan saat mendengar Dewi Manthili ciat-ciat bertarung melawan musuh dengan pedang saktinya? Apalagi mendengar suara bijak Brama Kumbara dalam sandiwara Saur Sepuh. Begitu luar biasanya radio membius pendengar sehingga tidak mau ketinggalan satu episode-pun.

Saya pun berhasil membangkitkan imajinasi pendengar. Postur saya yang kecil namun bersuara ngebas dan serak sempat membuat kaget pendengar. Saat kopi darat dalam sebuah acara ada yang mengatakan, "Ya Allah, dari suaranya saya membayangkan Bu Azizah itu besar dan sudah sepuh. Ternyata kecil, imut dan masih terlihat muda!" Heeeemm bikin sesak baju saya!

Selain itu radio juga mempunyai unsur menemani. Jika dibandingkan alat komunikasi lain, radio-lah teman setia yang tidak bikin repot. Dia bisa disambi. Bahkan bagi ada sebagian orang termasuk saya, sangat nyaman apabila melakukan pekerjaan sambil mendengarkan radio. Sejak masih Sekolah Dasar sampai di bangku kuliah, saya selalu belajar atau mengerjakan tugas dengan ditemani radio. Termasuk saat ini, memasak, bersih-bersih rumah dan berbagai aktivitas lain juga ditemani radio. Tidak sekadar lagu, tapi ragam acara yang lainpun oke saja. Apalagi ada salah satu stasiun radio yang setiap jam tertentu ada spot khusus. Jadi tanpa melihat jam penunjuk waktu, kita sudah tahu saat itu pukul berapa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun