Mohon tunggu...
Azizah Herawati
Azizah Herawati Mohon Tunggu... Penulis - Penyuluh

Pembelajar yang 'sok tangguh'

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Khrisna Pabichara dan KPB Tutup Tahun

21 Desember 2020   17:51 Diperbarui: 21 Desember 2020   18:02 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dengan tema ini diharapkan para ibu mampu menyelamatkan 820.000 anak di dunia dengan menyusui. WHO dan organisasi anak sedunia, UNICEF meminta kepada pemerintah dimasing-masing Negara untuk melindungi dan memberikan akses bagi para ibu untuk menyusui serta mendampingi melalui konseling.

Mengapa menyusui itu penting? Karena menyusui merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan anak. Selain itu menyusui juga sangat bermanfaat, tidak hanya dalam aspek kesehatan, namun juga  barmanfaat bagi terjalinnya hubungan emosional antara ibu dan anak. Sebagai sebuah proses alamiah yang diberikan Allah Sang Pencipta, bukan proses buatan, pemberian ASI juga mampu mendukung program pemberian pangan berkelanjutan.

Bagi seorang ibu, tidak ada alasan untuk tidak menyusui. Tanpa bermaksud menghakimi, saya cukup prihatin dengan adanya beberapa ibu yang dengan santainya mengatakan enggan menyusui anaknya. Bahkan dengan bangganya menceritakan kalau anaknya minum susu formula merek tertentu supaya bisa begini dan begitu. Dengan berbinar-binar pula menceritakan berapa kocek harus dirogoh untuk membeli susu 'hebat' tersebut. Tidak ketinggalan juga mengungkapkan  betapa borosnya si anak menghabiskan susu. "Waah satu kaleng nggak sampai seminggu, Mbak!".

Okey, mau menyusui atau tidak itu pilihan. Namun, bukankah naluri manusia itu maunya mendapatkan yang terbaik, murah, banyak dan tidak mau repot? Bagaimana dengan ASI? Berani diadu dengan susu formula paling mahal dan hebat manapun? Saya jawab, "Ayo, siapa takut?"

Sebagai seorang fasilitator bimbingan perkawinan (Bimwin) yang salah satu tugasnya memberikan pendidikan kesehatan reproduksi kepada calon pengantin, saya merasa wajib mengampanyekan pentingnya memberi ASI. Tidak hanya calon istri yang dimotivasi, namun calon suami juga harus dimotivasi untuk mendukung program tersebut.

Selain di forum bimwin, kampanye ASI juga selalu saya gaungkan dalam kegiatan bimbingan penyuluhan dan pendampingan pada berbagai kelompok binaan. Cakupannya sangat luas dan meliputi berbagai generasi. 

Materi untuk generasi muda lebih pada bagaimana mereka mempersiapkan diri ketika berumahtangga kelak. Salah satunya adalah dengan mempersiapkan generasi berkualitas. Salah satu kunci generasi berkualitas adalah pemberian asupan gizi yang tepat, di antaranya pemberian ASI. Sedangkan materi untuk kelompok yang sudah berkeluarga, tidak lain seputar motivasi memberi ASI, manfaat dan kelebihan ASI daripada asupan susu yang lain.

Adapun jika pendengar adalah lansia, semangat untuk memotivasi supaya mereka mendukung program pemberian ASI, seperti halnya motivasi kepada para suami untuk mendukung istrinya memberikan ASI kepada buah hati. Selain itu juga ada usaha untuk mengurangi kekhawatiran mereka akan ketidakcukupan asupan bagi si bayi jika hanya diberi ASI saja pada enam bulan pertama yang dikenal dengan ASI Esklusif.

Berdasarkan pengalaman di lapangan, orangtua jaman old, sering khawatir kalau asupan ASI saja tidak cukup. Sehingga tidak jarang mereka memberikan asupan lain yang belum waktunya bagi si bayi. Ya, asupan yang menjadi warisan turun temurun, seperti air tajin (air yang mendidih saat menanak nasi secara manual), atau terburu-buru memberikan makanan pendamping ASI berupa makanan padat seperti bubur dan masih banyak lagi. Dibutuhkan tips khusus untuk memberikan pemahaman dengan cara yang tepat, sehingga bisa benar-benar diterima dan dipraktekkan.

Sebagai jurkam alias juru kampanye  ASI, tentu saja saya tidak boleh jarkoni. Ujar nanging ora nglakoni. Menyuruh tapi tidak melakukan. Kalau merujuk pada Al Quran surat Ash-shaf ayat 2,  saya bisa dikatakan kaburo maqtan alias dosa besar. "Mengatakan yang tidak saya lakukan". Omdo, omong doang!

Tenang saja, saya berani bicara karena saya melakukan. Kalaupun saat itu saya tidak melakukan secara maksimal, pasti saya akan mencari seribu alasan untuk menjelaskan. Bukankah selalu saja ada alasan untuk membela diri kalau tidak bisa menyelesaikan tugas yang hanya bisa dilakukan oleh seorang ibu, bukan yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun