"Ibu balik?" Kalau ini pertanyaan anak keduaku saat aku terpaksa mampir rumah di tengah hari karena ada sesuatu yang tertinggal. Dia sudah hafal kalau aku muncul di rumah di luar kebiasaan, berarti nanti bakal balik kantor lagi untuk mencet mesin presensi finger print. Sehingga bisa di rumah seharian, menikwati waktu bersama di luar jam kerja bagi kami adalah sesuatu banget. Momen langka yang selalu dinantikan.
Menjadi perempuan bekerja memang dilematis. Di satu sisi dia bisa membantu ekonomi keluarga, namun di sisi lain dia dituntut bertugas sebagai istri pendamping suami sekaligus ibu bagi anak-anak.Â
Tahu kan bagaimana tuntutan kerja di jaman now. Tidak hanya action di lapangan, berpindah dari acara yang satu ke acara yang lain, bertemu orang, bertemu kelompok binaan, pendampingan dan masih banyak lagi.Â
Tuntutan administrasi yang menggunung juga harus dituntaskan. Tentu saja sangat menguras energi dan pikiran. Belum lagi tugas rumah tangga yang tidak kalah padatnya.Â
Tiga anakku semua laki-laki, otomatis aku menjelma menjadi perempuan paling cantik di rumah. Karena orang timur mengidentikkan pekerjaan rumah adalah pekerjaan perempuan. Pokoknya borongan.Â
Namun itu tidak berlaku di rumah kami. Aku dan suami membiasakan berbagi tugas dengan anak-anak. Mungkin terlihat aneh bagi orang timur, laki-laki kok cuci piring, memasak, mencuci baju, menjemur pakaian dan angkat jemuran. Tapi bagi kami itu biasa. Bagi kami, pekerjaan itu tidak berjenis kelamin. So, no problemo!
Orang Jawa mengatakan bahwa kehidupan seseorang itu wang sinawang. Ketika orang memandang kita hidup enak, belum tentu kita merasa hidup enak. Sebaliknya ketika orang memandang kita sengsara, belum tentu juga kita sengsara. Maunya sih, ketika orang memandang kita hidup enak, kita benar-benar hidup enak. Bagiku apapun kondisinya kita, harus kita syukuri.
Terkait wang sinawang, ada pengalaman yang tidak bisa kulupakan. Tidak disangka aku akan dibela sama mbak yang punya toko. Ceritanya ada tetangga yang bertemu di toko tempat aku mengfotokopi tugas-tugas dan laporan pekerjaanku.Â
Tetangga itu komentar, "Njenengan sih enak, PNS!"Â
Belum sempat aku timpali, si mbak yang punya toko bilang, "Ah kalau aku tidak mau jadi Mbak Zizah!"
"Memangnya kenapa?" timpalnya. Dia jawab lagi, "Nggak pernah lihat siangnya rumah, kerjaannya banyak, kalau fotokopi sampai bertumpuk-tumpuk!"Â