Mohon tunggu...
Azis Maloko
Azis Maloko Mohon Tunggu... Penulis - seorang pejalan yang menikmati hari-hari dengan membaca

anak nelayan berkebangsaan Lamakera nun jauh di sana, hobi membaca dan menulis, suka protes, tapi humanis dan humoris

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Zakat dan Distribusi Keadilan Ekonomi

2 April 2024   15:34 Diperbarui: 2 April 2024   15:35 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Zakat bukan saja soal rukun Islam dan kewajiban normatif teologis bagi umat Islam. Pun bukan semata untuk menyucikan jiwa dan harta benda bagi masing-masing muzakki sebagaimana lazim dalam sabda dan khutbah-khutbah keagamaan. Tetapi lebih dari itu, zakat merupakan upaya serius untuk mendidik jiwa setiap orang (Islam) agar tidak serakah dan pelit. Karena di sana ada hak-hak banyak orang yang harus terpenuhi. Bahkan zakat terkait erat dengan upaya untuk membangun keadilan ekonomi bagi segenap masyarakat (muslim).

Karena itu, kita bisa mengandaikan bahwa orang yang enggan untuk menunaikan kewajiban zakat pada sesungguhnya enggan untuk membangun keadilan ekonomi bagi masyarakat muslim. Selain melanggengkan patologi sosial bagi dirinya sendiri, berupa mental dan jiwa serakah dan pelit; tidak peduli pada hak-hak orang-orang yang membutuhkan, baik secara sosiologis maupun normatif teologis. Ya, orang-orang yang enggan menunaikan zakat adalah orang-orang yang tidak taat agama pada satu sisi dan tidak peduli terhadap kemanusiaan pada sisi lain.

Sebaliknya, mereka-mereka yang sadar dan segera menunaikan kewajiban zakatnya adalah mereka-mereka yang begitu sadar akan kewajiban normatif-teologis sekaligus moral-sosiologis lalu kemudian berkontribusi aktif dalam upaya membangun keadilan ekonomi bagi masyarakat muslim. Mereka tidak ingin patologi sosial, berupa penyakit serakah dan pelit, menjangkiti atmosfer kehidupannya. Mereka tidak ingin menjadi penonton yang serakah dan pelit terhadap orang-orang yang berhak atas harta zakatnya.

Dalam sejarah, tidak pernah tercatat bahwa orang berzakat dan maupun bersedekah secara umum akan rugi, jatuh bangkrut dan miskin serta melarat hidupnya. Tidak ada sama sekali. Malahan torehan sejarah mengkisahkan sebaliknya.. Zakat membuat seseorang semakin kaya, dunia dan akhirat. Kaya hati, kaya pikiran, kaya jiwa dan kaya harta benda. Karena, harta zakat tersimpan dengan baik dalam tabungan bank akhirat. Juga karena watak zakat adalah keberkahan, ziyadatul khair fi al-khair (bertambahnya kebaikan dalam kebaikan).

Setiap muzakki akan memetik harta zakatnya, dunia maupun di akhirat kelak. Di dunia, muzakki akan mendapatkan keberkahan jiwa dan harta bendanya. Jiwanya berkah dan harta bendanya menjadi berkah pula. Bahkan akan mendapatkan kemudahan hidup. Selain mendapatkan pengakuan, apresiasi dan cinta dari umat tentunya. Sementara di akhirat nanti, muzakki akan memperolehnya dalam bentuk balasan pahala yang begitu dahsyat. Di sana, di akhirat kelak, muzakki akan menikmati kesadarannya dalam menunaikan kewajiban zakat.

Keadilan ekonomi akan terwujud di antaranya dengan gerakan sadar zakat, manakala ada kesadaran dan partisipasi aktif dari semua elemen, baik muzakki maupun Badan/Lembaga Amil Zakat. Ketika semua elemen bergotong royong mewujudkan gerakan sadar zakat, niscaya keadilan ekonomi akan terwujud. Karena, zakat membutuhkan kesadaran dan partisipasi aktif dari semua pihak umat. Memberikan penyadaran melalui pelbagai saluran media keagamaan adalah cara penting menemukan kesadaran dan partisipasi akti umat dalam berzakat.

Jika hal demikian terjadi, maka orang kaya akan tetap kaya dan orang miskin pun bisa menjadi kaya. Sehingga, mustahiq zakat bisa menjadi muzakki. Roda perekonomian umat pun berkembang dan berputar. Kemandirian ekonomi umat pun tercipta. Tingkat kemiskinan menjadi berkurang. Umat menjadi kuat dan maju. Bahkan umat Islam akan memiliki bargaining, nilai jual dan tawar dalam percaturan ekonomi global. Dunia akan kembali melirik dan menjadikan Islam sebagai soko guru peradaban seperti sebelum-sebelumnya.

Wallahu A'lam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun