Mohon tunggu...
Azis Maloko
Azis Maloko Mohon Tunggu... Penulis - seorang pejalan yang menikmati hari-hari dengan membaca

anak nelayan berkebangsaan Lamakera nun jauh di sana, hobi membaca dan menulis, suka protes, tapi humanis dan humoris

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Potret Wajah Calon Pemimpin dalam Debat Capres Perdana: dari Wajah Intelek-Retoris, Gemoy-Santuy, hingga Wajah Sat Set

6 Januari 2024   17:47 Diperbarui: 6 Januari 2024   17:47 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Azis Maloko

Melihat tampilan yang ditunjukkan oleh masing-masing Capres pada acara debat Capres perdana yang diadakan oleh KPU RI itu pada sesungguhnya menggambarkan wajah sebenarnya tentang calon pemimpin bangsa ke depannya. Di situ benar-benar terlihat wajah calon pemimpin bangsa yang layak dan tidak layak untuk dipilih oleh masyarakat Indonesia. Karena di sana masing-masing Capres tidak hanya berbicara tentang gagasan, visi misi dan program masing-masing ketika menjadi seorang pemimpin bangsa. Akan tetapi, di sana juga akan nampak terlihat sisi-sisi lain yang mungkin saja masih luput dari penglihatan terbuka oleh masyarakat luas.

Jika selama ini publik Indonesia baru berkenalan dengan calon pemimpin bangsanya melalui berbagai "promosi" yang dimainkan oleh berbagai promotor, baik media massa maupun tim-timnya, dengan berbagai macam tampilan yang memukau dan memikat, maka melalui panggung perdebatan Capres akan nampak wajah sebenarnya dari masing-masing calon pemimpin bangsa. Di sana akan terlihat dengan jelas tampilan wajah masing-masing. Tidak ada polesan simulacrum di sana. Semuanya tampil otentik; tampil apa adanya. Mulai dari tampilan kemampuan intelektual, narasi, retorika dan argumentasi hingga tampilan terkait dengan etika.

Ya. Acara debat Capres jauh lebih kompleks, bisa mengubah konstalasi politik, khususnya terkait dengan pilihan politik. Dengan adanya pertunjukan masing-masing Capres-cawapres dalam ajang perdebatan akan menjadi referensi politik tambahan bagi masyarakat dalam melihat kembali pilihan politiknya. Di sana masyarakat yang masih belum menentukan pilihan politiknya dan atau masyarakat yang sudah menentukan pilihan politiknya namun tidak disertai dengan "literasi politik" yang memadai pun akan mendapat referensi politik tambahan pula untuk memantapkan kembali pilihan politiknya. Bisa-bisa saja akan terjadi gelombang hijrah pilihan politik.

Makanya, banyak manuver politik yang dimainkan untuk mempertimbangkan dan atau mengkondisikan kembali acara perdebatan bagi Capres-cawapres. Manuver politiknya terkait dengan mengubah format perdebatan hingga pada upaya meniadakan acara perdebatan. Namun, paling santer terdengar adalah manuver politik terkait dengan pengubahan format perdebatan. Di sana diwacanakan agar kiranya format perdebatan hanya sekedar memaparkan gagasan, visi misi dan program masing-masing Capres-cawapres tanpa perlu ada sanggahan balik. Acara perdebatan Capres-cawapres berubah menjadi sosialisasi politik satu arah.

Wacana tersebut sempat menghebohkan jagat perpolitikan Indonesia. Di sana terjadi klaim mengklaim antar masing-masing perwakilan Capres-cawapres soal siapa sebenarnya yang pertama kali menelurkan gagasan tentang pengubahan format perdebatan Capres-cawapres semacam itu. Tidak ada yang mau mengalah. Akhirnya, fakta perapatan yang berbicara dan mengakhiri semua klaim-klaim kosong. Menariknya, salah satu argumentasi yang digunakan dalam kaitannya dengan itu adalah bahwa alokasi waktu perdebatan sangat terbatas. Karenanya, Capres-cawapres dipandang tidak memiliki cukup waktu untuk memaparkan visi misi dan programnya.

Namun, ketika kembali menengok fakta yang ditunjukkan secara terbuka dalam acara perdebatan Capres perdana nampak terlihat bahwa argumentasi tersebut hanya sekedar kamuflase politik untuk mengamankan Capres-cawapres tertentu saja. Sebab, semenjak moderator mempersilahkan masing-masing Capres tampil memaparkan gagasan, visi misi dan programnya serta dilanjutkan dengan acara perdebatan antar masing-masing Capres rupa-rupanya banyak yang masih memiliki waktu sisa yang lumayan banyak hampir dalam setiap segmennya. Kecuali hanya satu Capres saja yang nampaknya berbicara sesuai dengan alokasi waktu yang ada; tidak kurang dan tidak lebih.

Untuk itu, perlu kiranya kembali melihat secara keseluruhan potret wajah calon pemimpin bangsa yang ditunjukkan dalam perhelatan acara perdebatan Capres perdana. Setidak-tidaknya memberikan gambaran tambahan bagi publik Indonesia untuk kembali mengobjektivasi dan merasionalisasi pilihan-pilihan politiknya. Sehingga, publik Indonesia tampil menjadi pemilih cerdas dan kritis dalam setiap perhelatan pesta demokrasi lima tahunan. Karena, di sana mereka sudah punya amunisi tambahan berupa "literasi politik" yang diperoleh melalui pertunjukan masing-masing Capres dalam ajang perdebatan. Akhirnya, pemimpin yang terpilih juga benar-benar berkualitas.

*Calon Pemimpin Berwajah Intelek-Retoris*

  •  

Wajah calon pemimpin bangsa yang pertama kali terlihat dalam acara perdebatan Capres adalah wajah intelek dan retoris. Wajah calon pemimpin bangsa semacam itu biasanya dipredikatkan secara langsung kepada sosok Anies Baswedan. Kebetulan pula Anies merupakan pasangan Capres-Cawapres yang bernomor urut satu dan tampil pertama kali pula dalam acara perdebatan. Sehingga, pengandaian tersebut mendapat legitimasi dan justifikasi intelektual berdasarkan fakta empiris. Dengan kata lain, bukan karena ada keberpihakan politik sehingga wajah calon pemimpin bangsa bagi Anies ditempatkan pada urutan pertama dalam pembahasan ini.

Pengandaian wajah calon pemimpin semacam itu berangkat dari dua fakta, yaitu fakta yang bersifat positif dan fakta yang bersifat negatif. Fakta positif mengandaikan bahwa Anies Baswedan memiliki wajah intelek dan retoris oleh sebab pada kenyataannya Anies memang benar-benar memiliki kecerdasan intelektual dan retorika yang tidak terbantahkan oleh siapa pun juga orangnya, hatta kawan maupun lawan (politik) dan nasional maupun internasional. Hal demikian sangat mudah dimaklumi karena Anies memiliki karir, jejak dan reputasi pendidikan yang terbilang luar biasa dahsyat, baik semenjak bangku sekolah hingga perguruan tinggi tingkat doktoral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun