Mohon tunggu...
Azis Maloko
Azis Maloko Mohon Tunggu... Penulis - seorang pejalan yang menikmati hari-hari dengan membaca

anak nelayan berkebangsaan Lamakera nun jauh di sana, hobi membaca dan menulis, suka protes, tapi humanis dan humoris

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Potret Wajah Calon Pemimpin dalam Debat Capres Perdana: dari Wajah Intelek-Retoris, Gemoy-Santuy, hingga Wajah Sat Set

6 Januari 2024   17:47 Diperbarui: 6 Januari 2024   17:47 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan kemudian adalah apakah ada yang salah dengan apa yang disampaikan oleh seorang Anies dengan "wajah intelek dan retoris"nya itu? Pertanyaan lebih lanjutnya adalah apakah Anies berbicara dalam forum perdebatan Capres tersebut berdasarkan hoax, miss informasi dan hanya mengumbar janji melalui kecerdasan intelektual dan retoris semata? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu, meminjam istilah Anies sendiri, jawabannya harus dibuktikan dengan karya dan rekam jejak. Karya dan rekam jejak kepemimpinan merupakan akumulasi pengalaman kepemimpinan yang sudah terjadi. Karenanya, Anies sering mengatakan prediktor terbaik adalah masa lalu.

Dengan demikian, ada paradigma yang bisa digunakan dalam menjawab berbagai pertanyaan skeptis dan tendensius yang dialamatkan kepada Anies Baswedan, yakni "masa lalu" terkait dengan karya dan rekam jejak. Dari aspek janji politik misalnya, Anies bukan hanya sekedar jago mengumbar janji politik dengan berbagai narasi, retorika dan argumentasi, akan tetapi Anies benar-benar sudah membuktikannya ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta. Hampir semua janji-janji politik Anies telah diwujudkan dengan baik. Bahkan banyak pula gebrakan baru bermunculan bersamaan dengan ikhtiar mewujudkan janji-janji politiknya. Makanya, aspek ini pun clear.

 

Sekarang masuk pada konten dan pesan yang disampaikan Anies. Rasa-rasanya publik juga dapat mengukur dan menilainya sendiri. Hampir semua pertanyaan dan sanggahan dijawab dengan baik dan tuntas. Bahkan konten dan pesan yang disampaikan berbasiskan data-data yang akurat lagi teruji, baik data intelektual-saintifik maupun data terkait karya dan rekam jejak kepemimpinan politiknya. Sehingga, pertanyaan seputar ini pun sangat mudah untuk dijawab dengan dua pendekatan, yakni pendekatan intelektual-saintifik serta pendekatan karya dan rekam jejak kepemimpinan politik. Lagi-lagi, pada konteks itu pun sulit mencari dan menjelaskan sisi kelemahan Anies.

Terakhir, semenjak awal menyampaikan gagasan, visi misi dan program politiknya Anies langsung memperjelas posisinya sebagai "oposisi" yang kontra dan anti-tesa dengan rezim Jokowi. Gagasan dan narasi yang disampaikan dalam pemaparan visi misi dan program politik langsung menyentuh jantung persoalan kebangsaan yang jarang sekali disentuh kebanyakan orang. Di sana Anies menyajikan data-data faktual terkait dengan wajah demokrasi, hukum dan korupsi hingga pada penegakan hukum di dalamnya. Tidak sungkan-sungkan Anies menghadirkan pula orang-orang yang tengah mencari dan menuntut keadilan hukum. Bahkan langsung menyenggol salah satu Cawapres.

Dengan demikian, Anies dengan mudah menjelaskan relevansi dan urgensitas gagasan perubahan yang diusung dalam kontestasi politik. Bahwa dengan kondisi demokrasi, hukum, pemberantasan korupsi hingga penegakan hukum pada umumnya, maka menjadi penting kiranya untuk mengusung dan memperjuangkan perubahan untuk Indonesia lebih baik lagi ke depannya; Indonesia adil dan makmur untuk semua. Tidak ada lagi namanya diskriminasi, abuse of power yang bernama ordal (orang dalam), praktik-praktik KKN dan otoriterianisme dalam berdemokrasi. Karena, perubahan menjunjung tinggi demokrasi, supremasi hukum, keadilan, kemerataan dan etika.

*Calon Pemimpin Berwajah Gemoy-Santuy*

  •  

Berbeda dengan Anies Baswedan, wajah calon pemimpin bangsa kedua ini lebih akrab dikenal dengan sebutan "wajah gemoy-santuy". Wajah calon pemimpin ini merupakan hasil perjumpaan dan asimilasi politik antara Partai Gerindra -- Prabowo Subianto dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) -- Kaesang Panggarep. Di mana PSI memperkenalkan platform politiknya dengan sebuah istilah milenial, yakni "santuy". Sementara, Gerindra memperkenalkan platform politiknya bernama "gemoy" dengan berangkat dari kecenderungan "politik gemoy" yang selalu dilakukan dan dipertontonkan oleh seorang Prabowo dalam setiap ruang-ruang politik.

Olehnya, secara historical-genelogis, calon pemimpin bangsa yang "berwajah gemoy-santuy" dinisbatkan secara langsung kepada pasangan Prabowo-Gibran. Di sana konon ada perjumpaan antara rancang bangun konsep terkait dengan platform politik gemoy-santuy dengan apa yang menjadi kecenderungan masyarakat luas. Sehingga, pasangan Capres-cawapres ini cukup PD dan bersemangat memperkenalkan dan mengkampanyekan platform politik tersebut. Hampir semua alat peraga kampanye diwarnai dengan platform politik gemoy-santuy, baik dalam bentuk gambar orang yang kelihatan menggemaskan maupun dengan kata-kata.

Penggunaan platform politik gemoy-santuy oleh pasangan Prabowo-Gibran diandaikan mewakili kepemimpinan muda karena Prabowo-Gibran diandaikan sebagai pasangan Capres-cawapres yang terbilang muda dan milenial. Meskipun, indikatornya hanya karena di sana ada Cawapres yang terkenal muda dan milenial, yakni Gibran. Ya. Prabowo Subianto bukan lagi tergolong muda usianya, tetapi sudah terlampaui tua. Namun, banyak fans boy dan fanatikusnya mengandaikan bahwa pikiran, visi misi dan program politik Prabowo masih segar dan berpihak kepada kaum milenial dan gen z. Sehingga, pasangan ini mengidentikkan diri dengan pasangan milenial.

Perlu untuk ditegaskan segera di sini bahwa penisbatan dan penggunaan frase "wajah gemoy-santuy" bukan dalam kerangka vis a vis dengan "wajah intelek-retoris" bagi sosok Anies Baswedan di atas. Artinya, penisbatan dan penggunaan frase "wajah gemoy-santuy" tidak bermakna bahwa pasangan Prabowo-Gibran tidak memiliki gagasan dan juga intelektual dan retorika. Karena, bagaimana pun Prabowo-Gibran juga memiliki kecerdasan intelektual dan retorika sesuai dengan tingkatan masing-masing. Akan tetapi, hanya sekedar menampilkan sisi menonjol yang diperkenalkan dan digunakan sendiri oleh pasangan Prabowo-Gibran maupun tim pendukungnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun