Mohon tunggu...
Azis Maloko
Azis Maloko Mohon Tunggu... Penulis - seorang pejalan yang menikmati hari-hari dengan membaca

anak nelayan berkebangsaan Lamakera nun jauh di sana, hobi membaca dan menulis, suka protes, tapi humanis dan humoris

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Potret Wajah Calon Pemimpin dalam Debat Capres Perdana: dari Wajah Intelek-Retoris, Gemoy-Santuy, hingga Wajah Sat Set

6 Januari 2024   17:47 Diperbarui: 6 Januari 2024   17:47 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Awalnya dikira bahwa platform politik yang diperkenalkan dan dipopulerkan pasangan Ganjar-Mahfud adalah "nge-gas". Sebab, pernah membaca beberapa berita yang mengandaikan semacam itu. Namun, pengandaian semacam itu langsung terkonfirmasi manakala menyaksikan secara langsung forum perdebatan Capres perdana. Di sana Ganjar memperkenalkan platform politiknya yang bernama "sat set". Hal demikian diperkenalkan semenjak keduanya, Ganjar-Mahfud, memasuki ruang perdebatan. Keduanya memberikan kode tiga dengan menggunakan jari sambil memperkenalkan kata "sat set" yang berada pada tulisan depan dan belakang baju.

Platform politik sat set ini nyaris sama dengan platform politik gemoy-santuy. Persamaannya terletak pada sama-sama memperkenalkannya secara langsung platform politik tersebut sebagai bagian dari platform politik mereka. Tentunya, hal demikian berbeda dengan "wajah intelek-retoris" yang dialamatkan kepada Anies Baswedan. Istilah tersebut lebih merupakan rumusan sendiri ketika membaca tampilan Anies Baswedan dalam setiap ruang-ruang politik dan lainnya. Selain juga memang publik Indonesia pada umumnya mempredikasi Anies dengan sebutan semacam itu. Bahkan ada Capres-cawapres berkali-kali menyindir Anies dengan istilah tersebut.

Dengan demikian, penggunaan "sat set" sebagai identifikasi wajah calon pemimpin dalam konteks ini secara langsung dialamatkan kepada pasangan Ganjar-Mahfud. Artinya, pasangan Ganjar-Mahfud memperkenalkan diri dan maupun hendak dikenal publik Indonesia dengan platform politik yang bernama sat set tersebut. Tentunya, terlepas dari rancang bangun konsep yang sebenarnya dibalik dari penggunaan istilah tersebut. Pun juga terlepas dari apa dan bagaimana hubungan korelatifnya dengan apa yang menjadi gagasan besar, visi misi dan program politiknya pasangan Ganjar-Mahfud yang dipaparkan oleh Ganjar pada forum perdebatan tersebut.

Lagi-lagi, intinya mau menegaskan bahwa "wajah sat set" adalah wajah calon pemimpin yang dialamatkan kepada pasangan Ganjar-Mahfud. Wajah semacam itulah yang akan digunakan dalam mengidentifikasi tampilan Ganjar pada acara perdebatan Capres perdana itu. Namun, sama seperti pasangan Anies-Muhaimin dan Prabowo-Gibran sebelumnya di atas, perlu segera untuk ditegaskan di sini bahwa penggunaan istilah "wajah sat set" untuk pasangan Ganjar-Mahfud bukan berkonotasi bahwa Ganjar-Mahfud tidak (terkenal) "intelek-retoris" dan "gemoy-santuy", akan tetapi hanya sekedar menggunakan istilah yang dipopulerkan oleh pasangan Ganjar-Mahfud.

Sebab, sangat boleh jadi pasangan Ganjar-Mahfud juga terkenal dengan wajah intelek-retoris dan gemoy-santuynya. Dari karir dan jenjang pendidikan yang dimiliki oleh pasangan Ganjar-Mahfud rasa-rasanya sulit kalau tidak mengatakan bahwa keduanya juga memang terkenal sisi-sisi intelek-retorisnya. Lebih-lebih lagi kalau sosok seorang Mahfud MD. Beliau adalah seorang profesor yang memiliki banyak jabatan mentereng dan memiliki segudang prestasi. Beliau juga terkenal sebagai mantan aktivis salah satu organisasi ternama dan berpengaruh sejagat Indonesia. Bahkan lisannya begitu fasih berbahasa Arab dan berbahasa Inggris. Nyaris sama dengan Anies.

Begitu pula halnya Ganjar. Melihat tampilan pada forum perdebatan Capres maupun pada forum-forum lainnya rasa-rasanya tidak diragukan lagi untuk mengatakan bahwa Ganjar juga terkenal dari sisi-sisi intelek-retorisnya. Pada forum perdebatan Capres itu Ganjar berbicara dengan basis intelek-retoris, mengalir dengan cepat dan apiknya. Lagi-lagi, sama dengan Anies Baswedan. Bahkan pada ruang perdebatan itu Ganjar juga menampilkan sebuah ekspresi bahasa tubuh dengan artikulasi yang terbilang begitu dahsyat. Seolah-olah Ganjar tengah menampilkan sebuah ekspresi pembacaan puisi di depan para dewan penguji.

Pada konteks itu, rasa-rasanya bingung sendiri dengan sindiran yang dialamatkan kepada Anies. Anies disindir dengan sebutan calon pemimpin bangsa yang hanya jago membuat narasi dan argumentasi dengan balutan retorika. Entah apanya yang dipersoalkan dari sisi-sisi intelek-retorisnya Anies. Padahal calon pemimpin lain juga memiliki sisi-sisi intelek-retorisnya sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Apakah Anies hanya sekedar jago secara intelek-retoris dan nonsense secara aplikatif (kerja, karya dan rekam jejak)? Rasanya lebih tidak mungkin lagi. Karena, Anies adalah perpaduan otentik dan harmonis antara apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan.

Selain itu, sama dengan Anies, Ganjar juga dikenal dengan sisi-sisi gemoy-santuynya. Namun, Ganjar memiliki konsep dan artikulasi tersendiri dalam menterjemahkan gemoy-santuy dalam kerja-kerja politik. Malahan kadang Ganjar menampilkan sisi-sisi yang paling kocaknya ketika bertemu dan menyapa masyarakat. Di mana Ganjar terbilang juga murah senyum dan kadang juga ketawa-ketiwi tidak karuan. Yah. Sisi-sisi kemanusiaan semacam itu nyaris bisa dilakukan oleh semua orang. Tidak hanya mereka-mereka yang mengusung dan memperkenalkan gemoy-santuy sebagai bagian dari platform politiknya. Karena, untuk bisa joget dan senyam-senyum tidak perlu ilmu khusus.

Maka, "wajah sat set" bagi Ganjar-Mahfud adalah sebuah konsep dan platform politik yang menghendaki agar adanya gerak cepat dalam berbangsa dan bernegara. Jika diterjemahkan dalam keseluruhan rancang bangun politik Ganjar-Mahfud, maka wajah sat set bermakna gerak cepat dalam merumuskan gagasan, visi misi dan program politiknya menuju "Indonesia Unggul". Bisa juga gerak cepat menyelamatkan Indonesia dari cengkraman politik dinasti, oligarki politik hingga "neo orba". Bisa juga bermakna gerak cepat membela hak-hak masyarakat. Bisa juga bermakna gerak cepat mengawal demokrasi, supremasi hukum, Marwah KPP, HAM dan seterusnya.

Itulah mengapa grand visi misi politiknya Ganjar-Mahfud adalah "Gerak Cepat Indonesia Unggul". Dengan visi misi tersebut lantas kemudian Ganjar-Mahfud mendeklarasikan diri sebagai pelanjut titah kekuasaan rezim Jokowi(-sme). Meskipun, Jokowi sendiri tidak mendukungnya. Bahkan Jokowi malah bermanuver dengan PDI P dan Megawati sebagai partai dan ketua yang telah membesarkannya hingga menjadi Presiden dua periode berturut-turut. Tidak sampai di situ. Keluarga Jokowi juga malah memilih jalur lain, tidak mendukung Ganjar-Mahfud. Lagi-lagi, padahal mereka berasal dari keluarga besar PDI P. Bahkan Gibran malah memilih menjadi Cawapresnya Prabowo.

Itulah secuil "prahara politik" yang kini tengah menerpa perahu politik besar dan berpengalaman, yakni PDI P. Bahkan "prahara politik" itu menggelinding dan membias ke sana ke mari bak "bola liar" hingga tanpa sadar mempengaruhi juga kurva elektabilitas politik pasangan Ganjar-Mahfud. Sebab, "prahara politik" demikian membuat banyak loyalis dan fanatikus Jokowi meninggalkan PDI P dan pasangan Capres-cawapres yang diusungnya. Di sanalah ada "bonus elektabilitas politik" besar-besaran untuk pasangan Prabowo-Gibran. Begitulah sabda lembaga survei tentang efek lanjutan dari "deportasi pilihan politik" akibat terjadi "prahara politik" di tubuh PDI P.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun