Kebanyakan orang menyebut makam “Syekh Jusuf Tuanta Salamaka ri Gowa” sebagai Ko’bang. Namun, beda bagi warga yang bermukim disekitar situs Makam. Menurut mereka, jika berada di Ko’bang berarti sedang mengunjungi Lakiung, dimana kuburan Syekh Yusuf dan para raja-raja Gowa bersemayam.
Sejatinya, penyebutan Ko’bang , adalah untuk mengartikan bentuk kubah makam di sana, yang terlanjur dilapazkan sebagaiKo’bang lidah orang Makassar, Bugis serta suku-suku Sulawesi Selatan.
Juru kunci Makam, Haji Muhammad Yusuf Daeng Liong, menjelaskan, Ko’bang itu berpangkal kata dari Kubah, namun kekhasan lidah suku Makassar dan sekitarnya terlanjur menyebut Ko’bang . Sampai sekarang, penamaaan itu melekat serta mengisi perbendaharaan kata suku Makassar. “Karena lidah kita tidak mampu menyebutnya, “ Jelasnya saat ditemui pada kamis, (1/5/2009) lalu.
Diatas tanah itu, juga disebut-sebut sebagai Karamaka atau Keramat, sebagai tempat yang dikeramatkan seperti pada kuburannya yang berada di Cope Town, Afrika Selatan.
***
“Buka jam 07-15” begitulah sebuah maklumat yang dipajang di sebelah kiri pada dinding pintu utama makam Syekh Jusuf. Dengan ukuran 50 centimeter persegi ini hampir saja tidak nampak karena dilumuri cat warna putih.
Pada jam-jam itulah para peziarah berbondong-bondong masuk. Tidak tanggung-tanggung, mereka datang secara massal bersama keluarga, kerabat atau tetangga, dengan mobil pribadi atau menyewa angkutan kota atau angkutan antar Daerah.
Menurut warga setempat yang rata-rata penjual bunga, warga “orang atas” (untuk menyebut masyarakat berasal dari daerah kabupeten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba) sering berkunjung disini dan beberapa warga dari kabupaten Bone, Maros, Palopo, dan daerah lainnya Sulsel. Warga kota Makassar yang jarang berziarah.
Letak kompleks makam kharismatik Syekh Jusuf atau Ko’bang ini berada ditengah kepadatan pemukiman warga Makassar dan Gowa. Tepatnya di jalan Syekh Yusuf, sekitar 500 meter dari gerbang perbatasan kabupaten Gowa-Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Jalan ini pula sebagai petanda perbatasan dua daerah ini.
Kompleks situs ini berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Makassar, namun dua pemerintahan ini sepakat jika makam Syekh Yusuf sebagai bagian dari wilayah kabupaten Gowa. Jadi hanya kompleks situs ini saja yang berada di Kabupaten Gowa tepatnya di Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu.
Sedangkan pemukiman yang berada di samping kiri, kanan dan belakang makam masuk wilayah kota Makassar. Kompleks ini terapit oleh dua perumahan besar, Permata Hijau Indah berada disebelah timur dan Griya Fajar Mas dibelakang kompleks atau bagian Utara.
Selain ko’bang, didalam kompleks juga berdiri masjid, perpustakaan dan kuburan raja Gowa, para kerabat dan pembesar kerajaan Gowa yang sudah tidak dikenal atau tidak memiliki nama dan sebagai pekuburan umum sehingga terdapat ratusan kuburan warga. Masjid dengan nama Syekh Yusuf ini dibagun pada tahun 1955.
Arsituktur bangunan ini sarat dengan simbol Islam, terutama penjelmaan bentuk kubah masjid. Baruga pintu utama situs makam yang ada sekarang ini, tidak jauh dari bentuk aslinya setelah mengalami dua kali pemugaran. Namun jika anda memperhatikan tekstur Baruga yang tingginya sekitar 6,5 meter ini, sangat dipengaruhi oleh bangunan keraton jawa.
Pemugaran pertama dilakukan pada masa H. Ibrahim Daeng Pabe, juru kunci yang berasal dari generasi ke-8 keturunan Syeikh Yusuf, seabad kematian beliau. Disini bangunan kubah dibobol untuk dibuatkan jendela. Terdapat dua jendela, sebelah timur dan barat yang mengatur suhu udara makam.
Sedangkan pada masa Muhammad Yunus Daeng Liong, juru kunci sekarang ini. Pemugaran dilakukan oleh Syahrul Yasin Limpo, sewaktu menjabat Bupati Gowa, pada tanggal 16 April 1998. Pemugaran dilakukan pada pagar, pemberian atap koridor yang akan menghubungkan beberapa tempat dan perpustakaan.
Di bilangan Lakiung ini, terdapat beberapa Ko’bang yang dijadikan obyek wisata oleh pemerintah setempat; makam Raja-raja Gowa di kompleks Masjid Katangka, makam Arung Palakka, dan makam di kompleks raja Sultan Hasanuddin.
Di kompleks ini terdapat empat kubah dan Makam Syekh Yusuf yang paling besar. Namun, kata Daeng Liong, tidak ada keistimewaan dari besar kecilnya sebuah kubah makam. Ukurannya tergantung berapa jenazah yang disemayamkan didalamnya.
Makam Syekh Yusuf memiliki ukuran sembilan meter persegi. Diisi oleh kuburan Syekh Yusuf beserta Isteri, Raja ke-19 Gowa Sultan Abd. Djalil, dan beberpa petinggi kerajaan Gowa dan kerabatnya yang berjumlah 11 kuburan.
Sedangkan tiga kubah lainnya, lebih kecil. Ko’bang tersebut merupakan pengikut beliau dari Afrika Selatan yang ukurannya sekitar lima meter persegi dan masing-masing terisi dua buah makam. Namun bentuk Kubah tersebut merupakan penjelmaan dari kebesaran orang yang disemayamkan didalamnya. Syekh Yusuf berasal dari keturunan raja Gowa, konon pemberian nama itu berasal dari Raja Gowa Sultan Alauddin.
Jika anda memperhatikan atap makam Syekh Yusuf, terdapat guci yang berwarna abu-abu. Keberadaan guci ini sebagai simbol kebesaran Tuanta Salamaka ri Gowa. Guci inilah pertanda sebagai bangsawan besar. “Ibarat sebuah cincin, guci itu adalah permatanya,” Ungkap orang yang diberi kedaulatan memegang kunci makam ini.
Tetapi simbol kebesaran dari guci yang menghiasi kubah sekarang ini merupakan imitasi. Guci aslinya telah digasak pada tahun 1967. “Guci itu dicuri ditahun 1967. Bersamaan beberapa arca-arca peninggalan situs candi di jawa juga hilang, “ Sambung penjaga makam yang telah mengabdi selama 40 tahun ini.
Jika melihat letak antara Kompleks Makam Syekh Yusuf, makam raja-raja Gowa dalam kompleks Mesjid Tua Katangka dan Makam Raja Sultan Hasanuddin dan pembesar lainnya, jaraknya tidak terlalu jauh dan posisi letaknya juga diduga tidak lepas dari keadaan geografis jaman kerajaan Gowa melawan panjajah VOC. Sebagai bekas bekas Istana Tamalate dan benteng pertahanan Kalegowa.
Menurut Liong, kompleks makam Raja Sultan Hasanuddin merupakan bekas istana Tamalate, sedangkan kerangka jenazah Syech Yusuf Tuanta Salamaka ri Gowa dikebumikan di tanah bekas benteng Kalegowa. Semasa hidupnya, kharisma Syekh Yusuf begitu besar, terutama pada masyarakat yang pernah disinggahinya; Banten, Madura, Pelambang, Srilangka, dan Afrika Selatan. Setelah kematiannya, muncul pengklaiman bahwa makam-makam beliau juga terdapat dibeberapa tempat yang hingga kini masih tetap diziarahi.
Makam Syekh Yusuf Tuanta Salamaka ini merupakan satu dari enam versi makamnya yang dianggap ada. Di Indonesia terdapat di Banten, Madura dan Palembang. Sedangkan diluar negeri berada di Afrika Selatan dan Srilangka.
Menurut Liong, lima tahun kematian Syekh Yusuf di kebumikan di Cope Town, Afrika Selatan, barulah pihak belanda mengizinkan pihak kerajaan gowa membawa jazad Syekh Yusuf. Itu pun setelah menyelesaikan beberapa persyaratan; membayar upeti. “Karena sudah lima tahun, jadi yang dibawa ke sini adalalah kerangkanya, “ Ungkapnya.
Atas perintah raja Gowa ke-19. Sultan Abd. Djalil, kerangka mayat Syekh Yusuf diambil paksa dengan 300 kapal perang kerajaan Makassar (kerajaan Gowa-Tallo) dan menyita waktu sampai tiga bulan sampai dikampung halamannya, Gowa. Sedangkan ditempat lain, kata H. Liong hanya Sorban dan tasbih Tuanta Salamaka ri Gowa. (A).
Minya’ bau’ ri Ko’bang, Nazar di Karamaka
“Bunga, Pak. Bunga, Pak “ Sodor penjual bunga kepada para pengunjung yang harganya mulai Rp 15 ribu. Harga bunga disini cukup beragam, tergantung kesanggupan dan penawaran peziarah, alisa boleh ditawar.
Pedagang bunga-kembang sesajian ini cukup banyak menawarkan di depan situs pemakaman yang juga sering disebut Karamaka atau Ko’bang ini. Mereka kadang berebutan pelanggan atau peziarah dapat membelinya di toko-toko sepanjang tepi jalan ini, terutama depan Makam.
Di toko-toko tersebut, tidak hanya menawarkan bunga sesajian, tetapi dapat menyediakan hal-hal yang berkaitan dengan nazar jika terkabul; seperti ayam, kambing, kerbau, sapi, songkolo (beras ketan) dan lain-lain yang mereka sanggupi.
Uniknya, dari sesajian ini, para pedangan telah mengepaknya dalam sebuah wadah dari potongan kaleng plastik bekas cat atau kaleng biskuit Denish Monde, Arnott dan lain-lain. Lalu dibungkusnya dengan kain putih.
Dalam wadah ini terdapat segenggam kuntum kembang bunga, daun pandan, lilin merah kecil, kemenyan dan sebungkus atau sebotol minyak yang oleh mereka sebut minya' bau. “karena minyaknya harum,” jelas Sapri, yang sehari-harinya menjual bunga dikawasan itu.
“Minya’ bau” atau minyak harum ini sebagai media ritual disini, digunakan dengan menyiram tugu-tugu nisan yang akan diziarahi.
Sapri, salah satu penjual bunga, mejelaskan, minyak yang berwarna merah ini berasal dari beberapa bunga dan kembang sehingga menghasilkan aromanya harum dan diracik oleh para penjual sendiri. “minyak bau ini diracik oleh mereka sendiri, “ ungkapnya.
Selepas pintu utama yang tingginya sekitar 2,5 meter ini, Anda akan ditangkap suasana riuh rendah tukang peminta-minta yang mayoritas anak-anak dan penjual bunga disepanjang koridor halaman makam, maka siapkan uang seribuan sebelum berziarah.
Koridor-koridor ini menghubungkan masjid, pintu keluar dan masjid dan hanya koridor utama yang bertegel. Para peziarah hilir mudik melintasi koridor ini tanpa menggunakan alas kaki, sepertinya tanpa diberi tahu mereka telah paham tata cara ziarah disini.
Koridor utama bertegel warna pink hingga di dalam makam Syekh Yusuf. Pemugaran terakhir dilakukan pada tahun 2006 ini masih menyisakan beberapa tegel lama didepan pintu masuk dan di dalam makam syekh yusuf.
Diatas pintu luar yang berbentuk kubah ini terdapat prasasti berhuruf lontara yang disandingkan dengan huruf Arab Serang berbahasa Makassar dengan sentuhan cat warna emas yang ukurannya satu meter persegi. Sedangkan pintu dalam juga terdapat prasasti versi bahasa Indonesia yang berbunyi:
“Syech Yusuf Tuanta Salamaka Ri Gowa-Tajul Khalawatiah - lahir, di Gowa, Tanggal 3 Juli 1626 - Menunaikan ibadah Haji, tahun 1664 - Diasingkan oleh Belanda dari Banten ke Srilangka, tahun 1693 - Dipindahkan ke Srilangka ke Cope Town Afrika Selatan, tahun 1694 - Wafat di Cope Town, 22 Mei 1699 - Dikebumikan di Laiung-Gowa, 6 April 1705 - Pahlawan Nasional RI, 9 Nopember 1996 (Seharusnya 7 Agustus 1995) - Pahlawan Nasional Afrika Selatan, 27 September 2005”
Suasana ritual dalam makam begitu kental; asap, bau kemenyan dari dupa, dan suara doa dari juru kunci serta kekhusyukan peziarah memohon sesuatu.
Ketika memasuki ruangan yang berukuran sembilan meter persegi ini, cahaya remang menyelimuti 11 kuburan yang berjejer dua baris. Jejeran atas terdapat makam Syekh Yusuf, disebelah atau ujung barat terdapat makam Isterinya, Sitti Daeng Nisang sedangkan timurnya terdapat tiga makam, yakni Raja Gowa ke-19 Abd.Djalil atau Mappadulung Daeng Mattimung (Karaeng Sandrobone Sultan Abd. Djalil Tuminangan Ri Lakiung), Karaeng Panaikang (Istri Raja Gowa ke-19) dan Syekh Abd. Basyir (Tuang Rappang)
Sedangkan di selatan atau dibawahnya, berjejer enam makam, dari kanan ke kiri; Tuang Loeta (dari Bantaeng), Lakiung, Tanri Daeng, Tanri Uleng, Tanri Abang dan Daeng Ritasammeng.
Selain jejeran 11 kuburan, juga terdapat foto makam Syekh Yusuf di Afrika Selatan yang menghiasi dinding. Kemudian dua piagam; piagam tanda kehormatan bintang Mahaputra Adipradana dan piagam gelar Pahlawan Nasional. Piagam tersebut ditandatangani oleh Soeharto pada tanggal 7 Agustus 1995.
Sedangkan pas diatas makam Syekh Yusuf, dipajang foto beliau bersama Raja ke-25 Gowa, Daeng Manglekung Dg Manyori dan Raja Gowa ke-31. Andi Mangimangi Daeng mantutu. Juga terdapat meja disudut belakang bersama lemari kayu dan berangkas besi penyimpanan benda-benda berharga.
Bangunan kuburan Syekh Yusuf dan istrinya begitu besar dan nampak motif ukirannya lain dibanding yang lainnya yang putih polos dan ukurannya sedikit kecil, 3x1 meter. Kuburan Syekh Yusuf yang berrelief sulur-suluran, daun-daun dan bunga-bungaan dan berukuran 3x125 meter.
Kerangka kelambu dan payung hanya terdapat di makam Syekh Yusuf dan istrinya, Sitti Daeng Nisang, merupakan petanda kebesaran beliau. Di makam Tuanta Salamaka terdapat disebelah kanan dan istrinya disebelah kiri, yang makam berada disebelah barat makam suaminya
Kuburan Tuanta Salamaka nampak tidak di kelambui, sehingga dengan jelas dapat melihat media-media ritual; dua lilin merah menyelah, kemenyan, serta kembang-bunga, irisan daun pandan yang menumpuk di nisan Syekh Yusuf. Begitu pula makam istrinya
Nisan Tuanta Salamaka berbentuk mahkota nampak sudah hitam dan basah lecap oleh lumuran minyak “bau” yang sudah ratusan peziarah yang melumurinya hingga siang ini. “Sudah ratusan orang yang berziarah,” kata Liong
“Apa kanannu?” tanya Liong kepada salah seorang wanita setengah tua. Pertanyaan ini kurang lebih mengartikan “apa niatmu”. Lalu juru kunci makam ini pun memanjatkan doa untuk peziarah itu, agar dikabulkan.
Wanita tadi mengeluarkan bunganya yang dibelinya diluar. Menaburkan bunga ditengah makam, menyalakan lilin dan membakar kemenyannya di dupa dan menyiram “minya’ bau’ di nisan Syekh Yusuf. Ia pun berdoa.
Ya begitulah, makam disini dianggap keramat dan banyak dikunjungi peziarah. Tidak sedikit dari peziarah yang dikabulkan niatannya. “Mayoritas peziarah dikabulkan niatannya, “ Ungkapnya.
Peziarah tak hanya datang dari daerah-daerah kabuaten Sulawesi Selatan, tapi juga kalimantan, Jawa, Palu, Manado, bahkan peziarah dari Afrika, Malaysia dan Srilangka. Bahkan para pejabat juga berdatangan “pokoknya berasal dari semua suku, ras, agama dan kebangsaan, “ kata nenek yang memiliki tujuh cucu ini.
Pemegang kunci Makam inilah yang banyak tahu isi nazar-nazar peziarah. Menurutnya, permintaan mereka itu tak lepas dari seputar siklus hidup. Dapat dimulai dari keinginan untuk menikah, dapat jodoh atau hubungan dengan pasangannya dapat dilanjutkan ke jenjang nikah. Pemandangan pasangan nikah, lengkap dengan pakaiannya hampir tiap hari disaksikan disini, “mereka datang melepas nazarnya, ” kata Liong. Juga menginginkan anak atau keturunan, masalah kesehatan dan niatan agar mendapat perkejaan dan naik jabatan dan lain-lain.
Namun, tak hanya warga biasa yang berziarah disini, para pejabat pun berdatangan. Seperti Jusuf Kalla (JK) saat mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden Pemilu 2004 lalu. Tanggal 7 Juli 2004 itu, JK yang berpasangan dengan SBY berkunjung. Kedatangnya saat pasangan ini dipastikan maju ke babak kedua. Saat itu, tidak hanya mengunjungi Syekh Yusuf, tapi juga makam Sultan Hasanuddin, dan makam Aru Palakka.
Momen Pemilihan Umum (Pemilu) Calon Legislatif (Calag) 2009 pun juga dimanfaatkan para Caleg. Seperti Ketua Umum DPP Partai Hanura, Wiranto, juga menyempatkan berziarah ke makam ini saat berkunjung ke Makassar pasca Pemilu Caleg 2009. Sebelumnya dalam lawatan Rakernas III PDIP di Makassar. Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri bersama rombongan, juga menziarahi makam ulama kharismatik ini dan Sultan Hasanuddin.
Sepertinya momen-momen Pemilu ataupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), para pejabat atau calon yang akan bertaruh mengagendakan untuk ziarah di Ko’bang. Pada Pilkada Kota Makassar, 2008 lalu tim spritual Ilham Arief Sirajuddin-Supomo Guntur (IASmo), kata penjaga Makam juga sempat ziarah di makam ini.
Makassar: Jumat, 08 Mei 2009
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H