Mohon tunggu...
Azifah Salsabila
Azifah Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Hasanuddin

Saya Azifah Salsabila mahasiswa Universitas Hasanuddin program studi Ilmu Gizi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hubungan Perilaku Picky Eater dengan Tingkat Kecukupan Zat Gizi pada Anak Usia Toddler (1-3 Tahun)

22 Mei 2022   14:30 Diperbarui: 22 Mei 2022   14:36 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Anak usia 1-3 tahun masuk dalam masa emas pertumbuhan seorang manusia. Dukungan gizi yang baik akan membantu anak mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. 

Toddler atau anak dengan usia 1-3 tahun berada pada masa tumbuh-kembang dengan perilaku makan pasif, artinya sangat bergantung pada yang disediakan oleh orangtuanya (Astuti dan Ayuningtyas, 2018). 

Sayangnya orangtua sering menemui kendala dalam usaha memenuhi gizi anaknya. Kesulitan makan salah satunya, yaitu perilaku anak yang pilih-pilih makanan (picky eating). 

Anak picky eater berisiko dua kali lipat untuk mengalami kekurangan gizi. Kekurangan gizi dan underweight akan mengganggu perkembangan kecerdasan, proses belajar, dan kekebalan tubuh terhadap penyakit. 

Anak picky eater terkait pada minimnya variasi makanan; penolakan pada sayur, buah, daging, dan ikan; dan preferensi metode masak tertentu (Cerdasari dkk, 2017). 

Perilaku tersebut dapat menghambat masa pertumbuhan anak. Masalah gizi dapat terjadi jika pemenuhan gizi tidak terpenuhi. Pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin sehingga asupan nutrisi selalu tercukupi.

Picky eating merupakan perilaku sulit makan, tidak mau mencoba makanan baru atau memakan beberapa jenis makanan. Anak menjadi sedikit atau bahkan tidak mau memakan beberapa makanan tersebut (Nugroho, 2020). 

Definisi serupa juga dikemukakan oleh Chao (2018), Picky eating merupakan kondisi kolektif pada anak yang biasanya memiliki preferensi kuat pada makanan, mengonsumsi jumlah dan variasi makanan yang sedikit, menolak makan pada beberapa jenis makanan, makan dalam jumlah sedikit, sulit atau menolak untuk mencoba makanan baru.

Picky eater juga dapat digambarkan anak yang memiliki perilaku makan seperti selalu merasa kenyang dengan cepat, makan lambat, memilih makanan tertentu saja, dan tidak menikmati waktu makan (Khaq dkk, 2018). 

Picky eating merupakan salah satu masalah pola makan yang dihadapi anak dan dapat berdampak pada perilaku makan pada saat dewasa. Tidak terdapat definisi medis khusus untuk picky eater. Namun, angka kejadiannya cukup besar pada anak.

Secara global maupun secara nasional fenomena anak picky eater tergolong cukup umum terjadi. Pada anak usia 2-3 tahun yang telah memakan makanan padat, 20% diantaranya picky eater (Astuti dan Ayuningtyas, 2018).

Data yang dikutip oleh Nugroho (2020), fenomena picky eater terjadi sekitar 20-44,5% dan menyebabkan status malnutrisi. Data dari penelitian Chao (2018), fenomena picky eater pada anak sangat bervariasi pada setiap kisaran umur. Pada usia 1-2 tahun prevalensinya hanya 21%, terus meningkat saat anak berusia 2-3 tahun menjadi 48% dan saat usia 3-4 tahun menjadi 72%.

Informasi tentang dampak perilaku picky eating terhadap status gizi dan pertumbuhan pada anak usia toddler masih cukup minim. Beberapa studi menemukan bahwa picky eater rentan mengalami underweight, tinggi badan lebih pendek, dan nilai BMI (body mass index) lebih rendah (Chao, 2018). 

Beberapa permasalahan terkait kekurangan gizi pada anak menyebabkan underweight, stunting, dan kelaparan (Nugroho, 2020).

Pemenuhan makronutrien seperti protein dan lemak cenderung lebih mudah meskipun anak mengalami picky eating. Penelitian yang dilakukan Purnamasari dan Adriani (2020) menunjukkan pemenuhan protein dan lemak pada anak sudah cukup. 

Hal ini diperoleh dengan pemilihan lauk yang diberikan dengan banyaknya pilihan sumber protein nabati maupun hewani. Makronutrien yang dibutuhkan oleh tubuh diantaranya adalah protein dan lemak. Diperoleh dari berbagai jenis makanan. Variasi meliputi jenis bahan yang digunakan seperti daging, buah, dan sayur (Purnamasari dan Adriani, 2020).

Kesulitan justru terjadi pada pemenuhan mikronutrien yang banyak bersumber dari buah dan sayur (Purnamasari dan Adriani, 2020). Picky eater banyak ditujukan bagi anak yang memiliki ketertarikan rendah pada konsumsi buah dan sayur (Nugroho, 2020

). Anak biasanya menjadi kekurangan pemenuhan mikronutrien yang biasanya didapat dari buah dan sayur. Rendahnya masukan energi, vitamin, dan mineral yang dipenuhi dari buah dan sayur dapat menyebabkan meningkatnya risiko terinfeksi penyakit dan menghambat pertumbuhan (Nugroho, 2020).

Anak dengan picky eater memakan makanan dengan jumlah terbatas, membutuhkan persiapan khusus pada makanan, tidak suka mencoba makanan baru, sering menolak makanan, dan lebih memilih hanya beberapa jenis makanan. 

Seorang picky eater dialami pada tahun awal hingga usia dua tahun kemudian akan memuncak pada usia 2-6 tahun akan menyebabkan anak tersebut memiliki status gizi yang lebih rendah. Anak menjadi kekurangan berat badan dan mengalami defisiensi mikronutrien (Nugroho, 2020).

Fenomena picky eater dapat berawal dari pola makan ibu yang kurang baik dalam variasi makan sehingga anak juga dapat mengikuti. Selain itu, tekanan dari ibu atau pengasuh dalam memberikan juga dapat memicu anak menjadi picky eater (Cerdasari dkk, 2017). 

Pada penelitian yang dilakukan Cerdasari dkk (2017), variasi pangan ibu tidak memiliki hubungan signifikan dengan kejadian picky eater. Begitu juga pada lama pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif dan usia mulai makanan padat dengan picky eater. 

Namun, berbeda dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2020) menyebutkan adanya hubungan signifikan antara rekam jejak pemberian ASI dan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Anak yang tidak diberikan ASI eksklusif dan tidak diberikan MP-ASI sejak awal mendekati usia enam bulan dapat menyebabkan anak menjadi picky eater.

Secara teori hasil penelitian Nugroho (2020) cukup berdasar karena ASI tersusun dari rasa yang merefleksikan makanan yang dikonsumsi oleh ibu. Sehingga anak yang mendapatkan ASI eksklusif tidak terlalu pilih-pilih dalam makan dan mau mencoba makanan baru. 

Setidaknya dengan memberikan ASI eksklusif enam bulan akan menurunkan anak menjadi picky eater (Nugroho, 2020). ASI sangat disarankan untuk diberikan eksklusif setidaknya hingga usia enam bulan. 

Namun, makanan pendamping (MP-ASI) sebaiknya diberikan tidak terlalu dini dan juga terlalu terlambat. Idealnya diberikan saat usia enam bulan atau mendekati enam bulan (Nugroho, 2020).

Peran orangtua dipercaya yang paling berpengaruh secara langsung dalam menangani anak picky eater. Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran menyiapkan makanan anak. 

Mengatasi picky eater salah satunya yaitu dengan kreativitas ibu dalam menyiapkan makanan sehingga anak tertarik selera makannya (Astuti dan Ayuningtyas, 2018). 

Anak picky eater kemungkinan tidak tercukupi pengalaman rasa berbagai makanan. Daya terima berbagai rasa penting bagi anak untuk meningkatkan toleransi dan daya terimanya (Cerdasari dkk, 2017).

Anak yang memiliki kapasitas saluran pencernaan lebih kecil disiasati deengan pemberian makan dengan porsi kecil tetapi dengan frekuensi yang lebih sering (Astuti dan Ayuningtyas, 2018). Peningkatan preferensi makan dapat dilakukan dengan meningkatkan pengenalan makanan secara berulang, yaitu 8-16 kali pada anak usia toddler. 

Pengenalan variasi pangan sangat penting (Cerdasari dkk, 2017). Pengulangan paparan terhadap rasa makanan akan meningkatkan penerimaan makanan. 

Pengenalan berbagai jenis makanan dan pengenalan jam makan yang benar juga akan membantu (Nugroho, 2020). Penelitian lain mengungkapkan anak dengan pemberian sayur dan buah lebih banyak akan menurunkan kejadian picky eater (Cerdasari dkk, 2017).

Picky eating juga harus dihadapi dengan kondisi ekstrinsik atau lingkungan yang kondusif. Karena jika sebaliknya justru akan meningkatkan perilaku picky eater. Kesehatan mental, depresi, dan hubungan antar ibu atau pengasuh akan memburuk jika pola asuhnya tidak mendukung. 

Pola asuh seperti tekanan untuk makan harusnya diminimalisir dengan pelibatan anak dalam mempersiapkan makan. Waktu makan juga harus dibuat tanpa tekanan sehingga baik ibu atau pengasuh justru tidak sama-sama menghindari waktu ini. Jika sebaliknya, waktu makan akan menjadi suasana yang penuh tekanan dan emosional (Chilman et al., 2021).

Pola makan pada masa awal kehidupan sangat berpengaruh pada perilaku makan pada fase kehidupan selanjutnya. Kecukupan gizi akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. 

Anak picky eater susah menerima makanan jika tidak sesuai kehendaknya. Variasi makanan dengan teknik penyajian makanan harus terus dieksplorasi hingga anak mau menerima makananan. 

Pengenalan berbagai jenis bahan makan dan teknik penyajian makan harusnya dikenalkan sedini mungkin sehingga meminimalisir anak menjadi picky eater atau menangani bagi anak yang telah mengalaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun