Mohon tunggu...
Azi Wansaka
Azi Wansaka Mohon Tunggu... Sejarawan - Mahasiswa Sejarah

Pengasuh @silenthistory.id

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tantangan Sejarawan dalam Menghadapi Shortened Span pada Generasi Alpha

19 Oktober 2024   19:32 Diperbarui: 19 Oktober 2024   19:52 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan teknologi memberikan ruang bagi siapa pun untuk berbicara. Dalam waktu singkat seseorang bisa terlihat sangat ahli terhadap topik-topik yang tidak mereka kuasai. Buruknya, fenomena ini seringkali menjadi hal yang diwajarkan ketika para pengguna internet membicarakan kajian yang tidak mereka kuasai. Salah satu kajian tersebut adalah kajian sejarah yang membutuhkan pendidikan khusus untuk bisa disebut sebagai sejarawan. Bahkan, ketika sudah menempuh pendidikan khusus seorang sejarawan harus mampu membuktikan dirinya melalui karya yang ia buat.

Perkembangan media sosial sebenarnya memberikan implikasi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk kajian sejarah. Bidang studi sejarah memiliki tempat untuk menyalurkan ide-ide dan narasi yang dibuat. Fenomena ini sebenarnya dapat juga dilihat dengan munculnya kalangan kreator konten yang berfokus pada isu-isu sejarah. Kreator konten atau yang kita kenal dengan sebutan influencer ini memberikan ruang pembahasan sejarah yang lebih menarik dan tidak monoton. Sehingga kajian sejarah yang seringkali terasa membosankan menjadi kajian yang menarik untuk diulas.

Topik sejarah memang menjadi salah satu topik hangat yang diperbincangkan di media sosial. Namun, seringkali konten yang disediakan tidaklah mampu memberikan penjelasan yang lengkap dan detail. Hal ini terjadi akibat konten-konten yang disajikan memang dibuat tidak dalam durasi yang cukup panjang dijelaskan. Fenomena ini sebenarnya memberikan dampak positif dengan tingginya minat para penggunanya untuk mengakases topik tentang sejarah. Namun, konten sejarah yang ada di tiktok dan instagram cenderung didesain dengan waktu yang sangat singkat, berdurasi 30-60 detik saja. Hal ini tentu memberikan dampak minimnya informasi yang ditawarkan.

Bagi kalangan sejarawan maraknya konten medial sosial yang berada di media sosial terutama Tiktok, hingga instagram menjadi tantangan tersendiri. Alasannya adalah bagaimana caranya seorang sejarawan tetap bisa memberikan kajian sejarah yang menarik, namun tetap menjadikan buku sebagai referensi buku yang akan dibaca. Buku masih menjadi media yang efektif dalam menyampaikan informasi yang detail dan lengkap. Narasi sejarah yang disampaikan melalui ruang media sosial akan cenderung mengalami reduksi data yang berdampak pada singkatnya informasi yang disampaikan oleh sejarawan.

Seorang sejarawan yang menulis buku sejarah biasanya dilatih dalam evaluasi nasional terhadap bukti-bukti yang ia sajikan pada bidangnya. Bisa dipastikan pula bahwa topik yang mereka tulis merupakan topic-topik yang dikuasai. Sejarawan mencurahkan semua pengetahuannya untuk membuat deskripsi, interpretasi, dan penjelsan yang layak dipercaya dalam sebuah buku yang ia tulis. Sehingga kajian-kajian yang mereka tulisan merupakan kajian mendalam dan bisa dipertanggungjawabnkan (McCullagh, 2003).

Kondisi ini sebenarnya menjadi tugas tambahan bagi seorang sejarawan untuk membuat kajian bidang ini tetap eksis dan mendapat tempat di masyarakat terutama generasi alpha. Sejarawaran harus menjawab tantangan bagaimana narasi yang ia sampaikan tetap lengkap tanpa mengalamai reduksi data yang berlebihan. Opsi yang ditawarkan adalah sejarawan harus mampu menyajikan narasi tanpa adanya reduksi atau memberikan cara agar pada penikmat sejarah ini masih dapat menjadikan buku sebagai media penyampaikan informasinya.

Fenomena ini menjadikan tantangan bagi seorang sejarawan agar buku yang menjadi tempat seorang sejarawan dapat terus relevan untuk digunakan. Di masa depan seorang sejarawan tidak hanya harus bergulat dengan penelitian yang ia lakukan, tetapi juga harus memahami bagaimana narasi sejarah yang ia buat di buku-buku dapat dipahami oleh generasi yang melek teknolgi sejak awal. Tantangan shortened attention span yang seringkali terjadi pada kelompok generasi alpha adalah tugas tambahan bagi sejarawan yang akan menulis kajian sejarah terutama dalam bentuk buku.

  • Kesimpulan

Perkembangan teknologi memberikan perkembangan dan kemudian akses informasi yang cepat dan mudah. Implikasi negatifnya perkembangan teknologi dan informasi ini membawa permasalahan yang serius terutama bagi generasi alpha. Kelompok generasi yang sejak awal familiar dengan perkembangan teknologi ini memberikan dampak negatif berupa shortened attention span yang menyebabkan daya tahan pada pekerjaan menjadi terbatas, terutama dalam kegiatan-kegiatan seperti membaca buku. Bagi kalangan sejarawan buku merupakan media yang sampai saat ini masih menjadi salah satu cara untuk menyampaikan hasil-hasil penelitian dan kajiannya. Fenomena ini suatu saat akan menjadi tantangan tersendiri bagi kalangan sejarawan untuk tetap menyajikan informaasi tanpa mengalami reduksi terhadap generasi yang akan datang.

Sumber:

Hidayat, A. (2021). Pendidikan Generasi Alpha: Tantangan Masa Depan Guru Indonesia. Bantul: Jejak Pustaka.

Indrajit, A. N. (2021). Parenting 4.0: Mengenali Pribadi dan Potensi Anak Generasi Multiple Intelligences. Yogyakarta: Penerbit Andi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun