Mohon tunggu...
Azhar Fuad Nugraha
Azhar Fuad Nugraha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Semester 6 Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menavigasi Ketegangan di Laut Natuna Utara: Strategi Indonesia untuk Melindungi Kedaulatannya

31 Mei 2024   17:34 Diperbarui: 31 Mei 2024   17:39 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Ocean Justice Initiative

Laut China Selatan, khususnya wilayah yang dikenal Indonesia sebagai Laut Natuna Utara, semakin menjadi titik panas geopolitik. Ketegangan yang meningkat antara negara-negara yang terlibat dalam sengketa ini menempatkan Indonesia di posisi yang rentan. Menurut penulis, ancaman terhadap kedaulatan Indonesia tidak hanya memiliki dimensi militer tetapi juga berdampak besar pada ekonomi dan diplomasi. Artikel ini membahas berbagai strategi yang bisa diambil Indonesia untuk melindungi kedaulatannya di wilayah ini.

Perspektif Ekonomi

Laut Natuna Utara adalah jalur perdagangan vital, di mana sekitar 30% dari volume perdagangan dunia melewati perairan ini, menjadikannya salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia. Nilai perdagangan maritim global yang melintasi wilayah ini mencapai sekitar USD 3 triliun setiap tahun. Indonesia sangat bergantung pada perdagangan melalui Laut Natuna Utara, dengan nilai ekspor dan impor mencapai sekitar USD 15 triliun per tahun (Channel News Asia, 2023) (The Diplomat, 2023). 

Menurut penulis, pelanggaran oleh kapal-kapal China di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di sekitar Kepulauan Natuna bukan hanya masalah kedaulatan tetapi juga berdampak langsung pada ekonomi nasional, mengganggu kegiatan nelayan lokal dan merusak sumber daya alam yang ada di wilayah tersebut (Lowy Institute, 2023).

Eksploitasi sumber daya alam di Laut Natuna Utara juga menjadi aspek penting. Wilayah ini kaya akan minyak, gas, ikan, dan mineral yang bernilai tinggi. Potensi cadangan minyak di wilayah ini diperkirakan mencapai 11 miliar barel, sementara cadangan gasnya diperkirakan sebesar 190 triliun kaki kubik (Gustin, 2022). 

Ketidakstabilan di wilayah ini dapat menghambat eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, yang pada akhirnya merugikan perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, menurut penulis, Indonesia perlu mengembangkan strategi untuk memanfaatkan sumber daya ini secara optimal sambil menjaga kedaulatannya.

Aktivitas ilegal seperti penangkapan ikan oleh kapal asing tanpa izin mengurangi potensi pendapatan negara dari sektor perikanan dan mengancam kelestarian ekosistem laut. Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan, kerugian akibat penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya, yang jelas merugikan ekonomi lokal yang sangat bergantung pada sektor perikanan (Utari et al., 2023).

Menurut penulis, pentingnya Laut Natuna Utara sebagai jalur perdagangan global tidak bisa diabaikan. Sekitar 30% dari volume perdagangan dunia melewati kawasan ini, menjadikannya salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia. Ketidakstabilan di wilayah ini dapat mengganggu rantai pasokan global, yang pada gilirannya berdampak negatif pada ekonomi Indonesia. Sebagai negara kepulauan dengan ekonomi terbuka, Indonesia sangat bergantung pada kelancaran perdagangan internasional untuk pertumbuhan ekonominya (Darmayadi & Purnamasari, 2022).

Perspektif Diplomasi

Dari perspektif diplomasi, menurut penulis, posisi Indonesia cukup rumit. Sebagai negara dengan pengaruh signifikan di ASEAN, Indonesia harus menavigasi hubungan dengan China dan negara-negara lain yang terlibat dalam sengketa LCS dengan hati-hati. Memperkuat kerja sama regional dan multilateral sangat penting untuk menghadapi tantangan ini. Indonesia bisa berperan sebagai mediator dalam konflik ini, mendorong dialog dan kerja sama berdasarkan prinsip-prinsip hukum internasional, khususnya UNCLOS (Iswardhana & Arisanto, 2022).

ASEAN memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas di LCS. Menurut penulis, Indonesia harus mendorong ASEAN untuk lebih proaktif dalam menyelesaikan sengketa di LCS melalui mekanisme diplomasi. Pembentukan kode etik yang mengikat secara hukum antara ASEAN dan China bisa menjadi langkah konkret untuk mengurangi ketegangan dan mencegah konflik. 

Pada 2002, ASEAN dan China menandatangani Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC), namun implementasinya masih belum memadai. Indonesia bisa mendorong penyelesaian dan penerapan Code of Conduct (COC) yang lebih mengikat (Owoyale, 2022).

Selain itu, Indonesia telah berupaya untuk meningkatkan pengembangan kawasan Natuna guna menegaskan kedaulatannya. Pemerintah telah menegaskan komitmennya terhadap kepulauan Natuna yang kaya akan sumber daya, baik minyak, gas, maupun perikanan. Pengembangan ini diharapkan tidak hanya meningkatkan ekonomi lokal tetapi juga memperkuat kehadiran Indonesia di kawasan tersebut (South China Morning Post, 2021).

Strategi-Strategi yang Dapat Diambil

Untuk menghadapi ancaman ini, menurut penulis, Indonesia perlu mengambil beberapa langkah strategis:

  1. Peningkatan Kapasitas Maritim: Modernisasi alutsista dan peningkatan patroli di wilayah ZEE Indonesia sangat penting untuk menunjukkan bahwa Indonesia siap mempertahankan kedaulatannya. Berdasarkan data dari Kementerian Pertahanan, anggaran pertahanan Indonesia meningkat dari IDR 127 triliun pada 2020 menjadi IDR 137 triliun pada 2023, sebagian besar dialokasikan untuk peningkatan kapasitas angkatan laut (Prayoga, 2021).

  2. Diplomasi Ekonomi: Indonesia harus memperkuat hubungan ekonomi dengan negara-negara di luar China untuk mengurangi ketergantungan pada ekonomi China. Diversifikasi mitra dagang dan investasi dapat membantu Indonesia menghadapi tekanan ekonomi dari konflik di LCS. Misalnya, Indonesia bisa memperkuat kemitraan dengan Uni Eropa, Jepang, dan India yang memiliki minat besar dalam menjaga stabilitas regional (Gustin, 2022).

  3. Kerja Sama Regional: Memperkuat kerja sama dengan negara-negara ASEAN lainnya yang memiliki kepentingan serupa di LCS. Kerja sama ini bisa mencakup latihan militer bersama, pertukaran intelijen, dan upaya diplomasi bersama di forum internasional. Pada 2022, Indonesia, Malaysia, dan Filipina memulai patroli maritim trilateral untuk meningkatkan keamanan di wilayah tersebut (Simorangkir et al., 2023).

  4. Dialog Multilateral: Indonesia harus mendorong dialog multilateral yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan di LCS. Indonesia bisa berperan sebagai fasilitator dalam menciptakan platform dialog yang inklusif untuk mencari solusi damai atas sengketa di LCS. Pada 2016, Pengadilan Arbitrase Internasional di Den Haag memutuskan bahwa klaim historis China di LCS tidak memiliki dasar hukum, memberikan peluang bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya dalam negosiasi (Pramono et al., 2021).

  5. Pelibatan Masyarakat Sipil: Meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam isu-isu maritim dan kedaulatan nasional. Program edukasi dan kampanye publik bisa membantu membangun dukungan domestik untuk kebijakan pemerintah dalam menjaga kedaulatan di LCS. Inisiatif seperti program "Poros Maritim Dunia" oleh Presiden Joko Widodo bisa menjadi platform untuk memperkuat kesadaran nasional tentang pentingnya LCS (Juanita & Setiani, 2022).

Selain strategi-strategi tersebut, menurut penulis, penting bagi Indonesia untuk mengimplementasikan pendekatan diplomasi yang lebih fleksibel dan cerdas dalam menangani ketegangan di Laut Natuna Utara. Diplomasi "double hedged" bisa menjadi salah satu pilihan di mana Indonesia dapat menyeimbangkan kepentingan China dengan negara-negara besar lainnya seperti Amerika Serikat (Owoyale, 2022). 

Melalui pendekatan ini, menurut penulis, Indonesia bisa mempertahankan kedaulatannya sembari menarik investasi dan dukungan dari berbagai pihak internasional.


Kesimpulan

Ancaman konflik di Laut Natuna Utara tidak hanya berdampak pada aspek militer tetapi juga ekonomi dan diplomasi Indonesia. Menurut penulis, melalui peningkatan kapasitas maritim, diplomasi ekonomi, kerja sama regional, dialog multilateral, dan pelibatan masyarakat sipil, Indonesia bisa mengatasi tantangan ini dengan lebih efektif. 

Selain itu, pendekatan diplomasi cerdas dan fleksibel seperti "double hedged" dapat memberikan ruang bagi Indonesia untuk menyeimbangkan berbagai kepentingan tanpa mengorbankan kedaulatannya. Dalam menjaga kedaulatan dan kepentingan nasionalnya, menurut penulis, Indonesia harus mengadopsi pendekatan yang holistik dan proaktif, memastikan stabilitas dan keamanan di kawasan Laut Natuna Utara.

Referensi

  1. Juanita, M. D., & Setiani, M. A. (2022). Fishermen Empowerment Strategy as a Solution in the Security Management Crisis in the North Natuna Sea. Journal of Maritime Studies and National Integration.

  2. Darmayadi, A., & Purnamasari, E. N. (2022). The Indonesia -- China Relations in the Natuna Sea Dispute Resolution: Struggle for Sovereignty. Journal of Eastern European and Central Asian Research (JEECAR).

  3. Pramono, B., Wibisono, M., & Suko, T. L. (2021). The Strategic Value of Natuna EEZ from Tiongkok Perspective. International Affairs and Global Strategy.

  4. Iswardhana, M. R., & Arisanto, P. T. (2022). IMPLEMENTASI SMART POWER DAN LINKAGE ISSUES INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN KEDAULATAN MARITIM DI KEPULAUAN NATUNA. Madani Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan.

  5. Gustin, D. R. A. (2022). Development of East Natuna Block for Defense's Interest on the Borderline and Securing Indonesia Energy Reserves. Journal of International Studies on Energy Affairs.

  6. Simorangkir, B., Legionosuko, T., & Waluyo, S. D. (2023). Improvement Efforts Of Indonesia's Defense Diplomacy Performance Via Deterrence Strategy In Dealing North Natuna Sea Conflict (2016-2021). International Journal Of Humanities Education and Social Sciences (IJHESS).

  7. The Diplomat. (2021). Protecting Indonesia's Sovereignty in the North Natuna Sea.

  8. Channel News Asia. (2023). IN FOCUS: What the remote Natuna islands reveal about Indonesia's stance on China.

  9. South China Morning Post. (2021). Indonesia pledges to develop resource-rich Natuna Islands to secure maritime borders, boost unity.

  10. Lowy Institute. (2023). The Fix: Explaining Indonesia's silence in the North Natuna Sea.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun