ASEAN memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas di LCS. Menurut penulis, Indonesia harus mendorong ASEAN untuk lebih proaktif dalam menyelesaikan sengketa di LCS melalui mekanisme diplomasi. Pembentukan kode etik yang mengikat secara hukum antara ASEAN dan China bisa menjadi langkah konkret untuk mengurangi ketegangan dan mencegah konflik.Â
Pada 2002, ASEAN dan China menandatangani Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC), namun implementasinya masih belum memadai. Indonesia bisa mendorong penyelesaian dan penerapan Code of Conduct (COC) yang lebih mengikat (Owoyale, 2022).
Selain itu, Indonesia telah berupaya untuk meningkatkan pengembangan kawasan Natuna guna menegaskan kedaulatannya. Pemerintah telah menegaskan komitmennya terhadap kepulauan Natuna yang kaya akan sumber daya, baik minyak, gas, maupun perikanan. Pengembangan ini diharapkan tidak hanya meningkatkan ekonomi lokal tetapi juga memperkuat kehadiran Indonesia di kawasan tersebut (South China Morning Post, 2021).
Strategi-Strategi yang Dapat Diambil
Untuk menghadapi ancaman ini, menurut penulis, Indonesia perlu mengambil beberapa langkah strategis:
Peningkatan Kapasitas Maritim: Modernisasi alutsista dan peningkatan patroli di wilayah ZEE Indonesia sangat penting untuk menunjukkan bahwa Indonesia siap mempertahankan kedaulatannya. Berdasarkan data dari Kementerian Pertahanan, anggaran pertahanan Indonesia meningkat dari IDR 127 triliun pada 2020 menjadi IDR 137 triliun pada 2023, sebagian besar dialokasikan untuk peningkatan kapasitas angkatan laut (Prayoga, 2021).
Diplomasi Ekonomi: Indonesia harus memperkuat hubungan ekonomi dengan negara-negara di luar China untuk mengurangi ketergantungan pada ekonomi China. Diversifikasi mitra dagang dan investasi dapat membantu Indonesia menghadapi tekanan ekonomi dari konflik di LCS. Misalnya, Indonesia bisa memperkuat kemitraan dengan Uni Eropa, Jepang, dan India yang memiliki minat besar dalam menjaga stabilitas regional (Gustin, 2022).
Kerja Sama Regional: Memperkuat kerja sama dengan negara-negara ASEAN lainnya yang memiliki kepentingan serupa di LCS. Kerja sama ini bisa mencakup latihan militer bersama, pertukaran intelijen, dan upaya diplomasi bersama di forum internasional. Pada 2022, Indonesia, Malaysia, dan Filipina memulai patroli maritim trilateral untuk meningkatkan keamanan di wilayah tersebut (Simorangkir et al., 2023).
Dialog Multilateral:Â Indonesia harus mendorong dialog multilateral yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan di LCS. Indonesia bisa berperan sebagai fasilitator dalam menciptakan platform dialog yang inklusif untuk mencari solusi damai atas sengketa di LCS. Pada 2016, Pengadilan Arbitrase Internasional di Den Haag memutuskan bahwa klaim historis China di LCS tidak memiliki dasar hukum, memberikan peluang bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya dalam negosiasi (Pramono et al., 2021).
Pelibatan Masyarakat Sipil: Meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam isu-isu maritim dan kedaulatan nasional. Program edukasi dan kampanye publik bisa membantu membangun dukungan domestik untuk kebijakan pemerintah dalam menjaga kedaulatan di LCS. Inisiatif seperti program "Poros Maritim Dunia" oleh Presiden Joko Widodo bisa menjadi platform untuk memperkuat kesadaran nasional tentang pentingnya LCS (Juanita & Setiani, 2022).
Selain strategi-strategi tersebut, menurut penulis, penting bagi Indonesia untuk mengimplementasikan pendekatan diplomasi yang lebih fleksibel dan cerdas dalam menangani ketegangan di Laut Natuna Utara. Diplomasi "double hedged" bisa menjadi salah satu pilihan di mana Indonesia dapat menyeimbangkan kepentingan China dengan negara-negara besar lainnya seperti Amerika Serikat (Owoyale, 2022).Â