Mohon tunggu...
Ayu Wulandari
Ayu Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori perkembangan moral yang Dikemukakan Lawrence kohlberg

18 Januari 2025   06:18 Diperbarui: 18 Januari 2025   06:18 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Lawrence Kohlberg merupakan teori yang mengkaji bagaimana individu mengembangkan pemahaman dan penilaian moral seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman. Kohlberg berpendapat bahwa perkembangan moral terjadi melalui serangkaian tahap yang bersifat universal, yaitu berlaku untuk semua individu di seluruh dunia, meskipun kecepatan perkembangan ini bisa bervariasi antar individu.

Kohlberg membagi perkembangan moral menjadi tiga tingkat utama, yang masing-masing terdiri dari dua tahap, sehingga terdapat enam tahap perkembangan moral secara keseluruhan. Tahap-tahap ini mencerminkan perubahan dalam cara individu memandang dan menilai tindakan yang benar atau salah, dari yang lebih egois ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi mengenai hak asasi manusia dan prinsip universal.

1. Tingkat Prakonvensional (Preconventional Level)

Pada tingkat ini, pemahaman moral seseorang masih sangat terikat pada kepentingan pribadi dan orientasi hukum yang lebih sederhana. Anak-anak dan beberapa orang dewasa yang belum berkembang penuh moralnya sering berada pada tingkat ini. Pada tahap ini, perilaku seseorang didorong oleh hukuman dan ganjaran serta keinginan untuk menghindari akibat negatif.

Tahap 1: Kepatuhan terhadap Hukuman dan Penghindaran (Punishment and Obedience Orientation) Individu di tahap ini menilai tindakan berdasarkan apakah tindakan tersebut akan mengakibatkan hukuman atau tidak. Mereka belum memiliki kesadaran moral yang lebih dalam, dan lebih menghindari hukuman daripada memahami mengapa tindakan itu benar atau salah.

Contoh: Seorang anak mencuri permen dari toko karena mereka tidak ingin dihukum jika ketahuan oleh orang tua atau guru.

Tahap 2: Orientasi Kepentingan Pribadi (Instrumental Relativist Orientation) Pada tahap ini, individu mulai mengakui bahwa orang lain memiliki kebutuhan dan keinginan yang juga penting, tetapi mereka masih memandang moralitas dalam kerangka kepentingan pribadi. Mereka memahami bahwa tindakan yang menguntungkan diri sendiri bisa diterima, asalkan tidak ada hukuman.

Contoh: Seorang anak berbagi makanan dengan temannya dengan harapan teman itu akan membalas kebaikannya di lain waktu, karena mereka percaya hubungan itu akan menguntungkan dirinya.

2. Tingkat Konvensional (Conventional Level)

Pada tingkat konvensional, individu mulai menginternalisasi norma sosial dan merasa lebih bertanggung jawab terhadap peran mereka dalam masyarakat. Mereka memahami pentingnya aturan dan kewajiban sosial. Individu pada tahap ini menganggap penting persetujuan orang lain dan keinginan untuk menjadi orang baik dalam pandangan masyarakat.

Tahap 3: Orientasi Keserasian Sosial (Good Boy-Good Girl Orientation) Pada tahap ini, individu mulai mempertimbangkan perspektif orang lain dan berusaha untuk menyenangkan orang lain atau melakukan sesuatu agar diterima dalam kelompok sosial. Mereka cenderung mengikuti aturan yang diterima oleh masyarakat dan berfokus pada hubungan interpersonal yang positif.

Contoh: Seorang remaja berusaha tidak melanggar aturan sekolah karena ingin dipandang baik oleh teman-temannya dan guru, meskipun ia tidak sepenuhnya setuju dengan aturan tersebut.

Tahap 4: Orientasi Hukum dan Pemeliharaan Ketertiban Sosial (Law and Order Orientation) Di tahap ini, individu menghormati hukum dan otoritas sebagai cara untuk menjaga ketertiban sosial dan kesejahteraan bersama. Moralitas mereka didasarkan pada pemahaman bahwa aturan dan hukum harus dipatuhi untuk memastikan masyarakat berjalan dengan baik.

Contoh: Seseorang yang memilih untuk tidak melanggar hukum, misalnya dengan membayar pajak, karena percaya bahwa aturan tersebut penting untuk keberlanjutan negara dan kesejahteraan bersama, meskipun mungkin ia tidak setuju dengan semua kebijakan pajak yang ada.

3. Tingkat Pascakonvensional (Postconventional Level)

Pada tingkat ini, individu mulai mengembangkan pemahaman moral yang lebih abstrak dan berorientasi pada prinsip universal yang lebih tinggi, seperti keadilan, hak asasi manusia, dan kebebasan. Mereka mengakui bahwa aturan dan hukum dapat bersifat relatif dan tidak selalu benar jika bertentangan dengan prinsip moral yang lebih tinggi.

Tahap 5: Orientasi Kontrak Sosial dan Hak Individu (Social Contract Orientation) Individu pada tahap ini mulai menyadari bahwa hukum dan aturan bisa diubah jika diperlukan untuk mempromosikan kebaikan bersama dan melindungi hak individu. Mereka lebih menilai tindakan berdasarkan apakah itu mencerminkan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia.

Contoh: Seorang aktivis yang berjuang untuk mengubah hukum yang menurutnya tidak adil bagi kelompok tertentu, meskipun hukum tersebut secara sah diterima dalam masyarakat.

Tahap 6: Orientasi Prinsip Etika Universal (Universal Ethical Principles Orientation) Pada tahap tertinggi ini, individu mematuhi prinsip-prinsip moral yang bersifat universal, seperti keadilan, hak asasi manusia, dan penghormatan terhadap martabat individu. Mereka lebih cenderung untuk menilai moralitas suatu tindakan berdasarkan prinsip-prinsip yang lebih besar daripada sekadar hukum atau norma sosial yang ada.

Contoh: Seorang individu yang memilih untuk melawan rezim yang menindas hak asasi manusia, meskipun itu dapat membahayakan dirinya, karena mereka percaya pada prinsip moral tentang kebebasan dan keadilan bagi semua orang, bahkan jika itu bertentangan dengan hukum atau norma yang berlaku pada waktu itu.

Penerapan dan Kritik terhadap Teori Kohlberg

Teori Kohlberg memberikan wawasan penting tentang bagaimana perkembangan moral seseorang bisa dipahami dalam konteks bertumbuhnya pemahaman etis dan keadilan. Namun, ada beberapa kritik terhadap teorinya, di antaranya:

1. Bias Gender: Beberapa kritikus berpendapat bahwa teori ini lebih menekankan nilai-nilai yang sering dianggap maskulin, seperti keadilan, sementara mengabaikan nilai-nilai yang lebih feminin seperti perhatian dan hubungan antar individu. Carol Gilligan, seorang psikolog, mengemukakan teori alternatif yang lebih fokus pada etika perhatian.

2. Keterbatasan Budaya: Beberapa ahli juga berpendapat bahwa tahap-tahap yang dikemukakan oleh Kohlberg tidak sepenuhnya berlaku dalam budaya non-Barat yang mungkin memiliki pandangan moral yang berbeda.

Namun demikian, teori Kohlberg tetap menjadi salah satu teori paling berpengaruh dalam memahami perkembangan moral di kalangan individu dan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun