Mohon tunggu...
Athiyya Mustainah
Athiyya Mustainah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Menggambar, membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Tidak akan Mengejek Lagi, Bu

17 September 2024   17:50 Diperbarui: 17 September 2024   18:23 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendengar hal itu, emosiku meningkat. Peduli amat nanti dia bakal ngadu ke ustadzah atau tidak. Temanku dan temannya Azka sudah pergi, tidak mau menyaksikan pertengkaran itu lebih lanjut.

"Kau iyo lo nak. Beko paling-paling ngadu ke Ustadzah, terus ngambek. Anak Mama bana eh, nanti nangis." Aku makin merendahkannya.

Azka menatapku tajam sejenak, lalu berlalu saja. Sepertinya muak berdebat. Tapi aku merasa kalau dia hanya ingin mengabaikan perkataanku. Aku paling nggak suka diabaikan. Akupun berjalan ke arahnya dan menginjak kakinya. Dia tersentak kaget. Setelah beberapa saat baru aku lepas kakinya. Dan hal yang tidak ku duga terjadi. Azka menangis, memegangi kakinya. Aku langsung tersadar dengan yang kulakukan. aku langsung panik.

"Azka! Antum kenapa? Ya Allah.." Ustadzah Vani yang dipanggil oleh salah satu teman Azka mendekati kami.\

Aku membeku di tempat. Panik, tentu saja. salah satu anak kelas tiga bilang kalau itu salahku. Ustadzah langsung menatapku.

"Kia! Astaghfirullah.. Kamu apain Azka? Lihat! Kakinya sampai merah begini. Kia kok gitu? Nggak pernah loh Kia jahatin orang gini" Ustadzah langsung menceramahiku sambil mengobati Azka.

Aku masih mematung sambil perlahan melihat ke kaki Azka. Ya ampun! Benaran merah! Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Perasaan aku menginjaknya pelan. Penyesalan pun perlahan-lahan merasuki diriku. Apa yang aku lakukan? Kenapa aku jadi jahat gini sama orang? Aku takut, benar-benar takut. Aku juga malu. Untungnya murid yang lain sudah masuk ke kelas untuk kembali belajar. Kalau tidak aku akan tambah malu. 

Setelah itu, Azka diantar oleh Dzah Vani kembali ke kelas. Aku tertunduk, lalu berjalan pelan kembali ke kelas. Saat ini Ustadzah lebih menikirkan kaki Azka yang memerah, jadi tidak sempat benar-benar memarahiku.

Saat sudah kembali duduk di kelas, Nadia menatapku. Mungkin kecewa? Marah? Atau khawatir? aku tidak tau.

"Kan sudah ana bilang Kia, antum harusnya minta maaf. Pinggirin ego ntum dulu. Kalau nggak nanti antum makin nyesal di masa depan. Kalau antum takut, nanti ana temani. yang penting antum harus minta maaf dulu." Nadia langsung menceramahiku.

Aku tidak menjawab. Dia benar, aku yang salah. Aku harus minta maaf. Tapi aku terlalu takut. Takut tida dimaafkan, takut diabaikan, takut dimarahi, takut dianggap anak nakal. Aku takut memikirkan kejadian terburuk, yaitu Azka mengadu ke orang tuanya. Aku tidak suka orang tuaku tau masalahku. Ini masalahku, tidak perlu orang tuaku ikut campur. Aku takut akan semua yang akan terjadi nanti. Oh ibu, aku menyesal mengejek orang lain!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun