Mohon tunggu...
Ayu SittaDamayanti
Ayu SittaDamayanti Mohon Tunggu... Lainnya - Ingin jadi manusia baik

_Berbagi Memori dalam Tulisan _

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Menemukan Kehangatan Perbedaan dalam Film Mencari Hilal

6 April 2023   00:23 Diperbarui: 6 April 2023   00:25 1966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mencari Hilal merupakan film religi yang tayang pada tahun 2015. 

Bintang utama film ini adalah almarhum Deddy Sutomo berperan sebagai Pak Mahmud dan Oka Antara sebagai Heli anak bungsu Pak Mahmud. 

Berkisah tentang hubungan ayah dan anak yang tak begitu baik, disebabkan oleh perbedaan pandangan tentang prinsip hidup beragama. 

Sang ayah, Pak Mahmud yang merupakan seorang pedagang tua sekaligus pemuka agama di daerahnya. Ia tinggal bersama anak perempuannya yang bernama Halida. Pak Mahmud hidup dengan memegang teguh prinsip bahwa dalam hidup ini tak ada yang lebih mulia dibanding menerapkan perintah Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan. Sehingga ia hanya mementingkan hablum minallah, dan berpengaruh pada cara ia berkomunikasi dengan orang lain menjadikannya terlihat sebagai orang yang kolot. 

Dengan pembawaannya ini membuat Pak Mahmud banyak tidak cocok dengan masyarakat di tempat ia tinggal. Bahkan hubungannya dengan sang anak bungsunya yang bernama Heli juga buruk. 

Di tengah kegundahannya melihat realitas banyaknya orang yang lebih mementingkan kehidupan duniawi di banding akhirat, tiba-tiba pak Mahmud menyaksikan berita di televisi yang mengabarkan anggaran pemerintah untuk menyelenggarakan sidang isbat menelan biaya Rp. 9 miliar. 

Ia pun teringat dengan metode pencarian Hilal ketika ia mengenyam pendidikan  di pesantren dulu, seharusnya tak akan menghabiskan dana sebesar itu. 

"Kalau nanti Bapak sampai meninggal belum sempat melihat Hilal, Bapak enggak rida. " Itulah dialog yang terlontar darinya kepada anak perempuannya Halida agar dibolehkan bepergian mencari hilal di pesantrennya dulu yang kini sudah tak ada. Halida khawatir dengan usia dan kesehatan ayahnya yang tak memungkinkan untuknya bepergian seorang diri. 

Beruntung Heli, yang telah lama meninggalkan rumah karena sering berbeda pandangan dengan sang ayah kini tiba-tiba pulang ke rumah. Hal itu dikarenakan ia hendak mengurus paspornya untuk pergi ke Nikaragua untuk bergabung dengan kawan-kawan aktivisnya disana. 

Sang kakak yang merupakan pegawai kantor imigrasi mengancam Heli tak akan mengurus paspornya karena sebentar lagi libur lebaran, sehingga paspornya tak bisa selesai tepat waktu. 

Terpaksa Heli menuruti permintaan sang kakak. Sang kakak lega bisa membuat kesempatan bagi dua orang yang seperti kutub berlawanan ini bisa pergi bersama. 

Dalam perjalanan mencari hilal, kedua orang yang berbeda ini, Pak Mahmud hanya mengutamakan hubungannya dengan Tuhan, sedangkan Heli  hanya mementingkan hubungannya dengan manusia lainnya, membuat banyak konflik yang terjadi. 

Perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya ini lambat laun mampu merobohkan dinding keegoisan masing-masing. 

Menghadirkan konflik yang memang nyata ada di negeri ini. Dari mulai perjalanan naik bis, karena Pak Mahmud banyak menceramahi sang sopir bis, sehingga menyebabkan mereka berdua diturunkan paksa dari bis. 

Kemudian Pak Mahmud menemukan bukit yang dahulu ketika di pesantren digunakan untuk melihat hilal. Sayangnya, bukit itu kini telah berubah menjadi tambang yang terbengkalai dan tak bisa dinaiki lagi. Lalu ia memutuskan untuk mengubah haluannya menuju sebuah menara yang bernama menara hiro. Sebelumnya ia mencari rumah kawan lamanya yang bernama Sofyan. Namun, mereka tersesat karena arah GPS Heli salah. Akhirnya mereka beristirahat di sebuah pesantren, di sana ia bertemu dengan salah seorang kawan lamanya yang bernama Junaedi. Junaedi mengantar mereka ke rumah kawan lama mereka lainnya yaitu Arifin. 

Dirumah Arifin, Pak Mahmud meminta tolong padanya untuk diantarkan ke menara hiro. Namun, Arifin menolak karena ia merasa kecewa dengan masyarakat di daerah menara hiro itu berada karena tidak memilihnya sebagai calon bupati. Terjadi perdebatan antara Arifin dan Heli berakibat mereka berdua diusir dari rumah Arifin. 

Singkat cerita, mereka melanjutkan perjalanan dan akhirnya dipertemukan dengan Daniel yang mengetahui alamat menara hiro. Ternyata Daniel adalah seorang pastur gereja di daerah itu. Saat bertemu Daniel, mereka tengah melakukan ibadah. Tanpa disangka datang kelompok ormas yang hendak membubarkan proses ibadah itu, karena masalah bangunan peribadatan. Heli mencoba membantu membela kelompok Daniel, namun akhirnya Heli babak belur. 

Heli mendapat pertolongan dari saudaranya yang bernama Andi. Selanjutnya Pak Mahmud dan Heli hendak menyelesaikan pertikaian ini dengan meminta bantuan Arifin sebagai tokoh masyarakat, dengan rayuan agar mendapatkan simpati dari masyarakat untuk pemilihan bupati periode yang berikutnya. Masalah pun terselesaikan dengan musyawarah. 

Daniel menunjukkan alamat menara hiro dan meminjamkan motor pada mereka. Namun motor itu mogok di tengah perjalanan. Mereka pun melanjutkan perjalanan dengan menumpang mobil pengangkut sayur. 

Sesampainya di desa tempat lokasi menara hiro berada, mereka menyaksikan penduduk setempat tengah mengadakan pawai malam takbiran dengan tradisi membawa dan memakan berkat bersama-sama. Ritual agama yang dicampur budaya ini bagi Pak Mahmud adalah sesat. Sehingga ia mengingatkan pemuka agama disana. Heli kesal melihat ayahnya yang tak bisa menghargai perbedaan dan selalu merasa paling benar. Mereka berdua pun terlibat perdebatan sengit, mengakibatkan Heli pergi meninggalkan ayahnya disana. 

Keesokan harinya Pak Mahmud melanjutkan perjalanannya sendirian, namun karena usia dan kesehatannya yang memburuk ia pun jatuh pingsan. 

Heli kembali mencari ayahnya, dan mendapatinya pingsan. Heli memapah ayahnya melanjutkan perjalanan menaiki menara Hiro. 

Sesampainya di puncak menara hiro itu, Pak Mahmud berhasil melihat Hilal. 

Tak lama kemudian Pak Mahmud meninggal dunia. 

Di akhir cerita sang kakak memberikan paspor yang bertuliskan namanya 'Hilal Hanafi Mahmud'. 

Meski secara komersial film ini kalah bersaing, namun dari segi cerita, akting pemain, sinematografi dan chemistry antara ayah dan anak secara keseluruhan indah dan mampu menghangatkan hati yang rindu sosok ayah. Kadang kala sebagai anak banyak berbeda pandangan dan akhirnya memicu perdebatan- perdebatan sengit. Namun, rasa cinta dan kasih sayang ayah dan anak tak akan pernah bisa luntur hanya karena perbedaan itu. 

Sejatinya setiap manusia terlahir memiliki takdirnya masing-masing. Ketika sang anak dewasa sering kali dalam menentukan jalan hidupnya tak searah dengan orang tua. 

Namun yang akan selalu di pastikan oleh semua orang tua di dunia ini adalah agar sang anak tetap berjalan di jalan yang benar tak melenceng dari ajaran agama dan moral yang berlaku. 

Pesan moral lainnya adalah pentingnya menghargai perbedaan, serta pentingnya menyeimbangkan Hablum Minallah dan Hablum Minannas. 

Sebuah penghormatan bagi almarhum Deddy Sutomo, yang kala itu sepanjang karirnya di dunia film akhirnya mendapatkan piala citra sebagai pemeran utama pria terbaik melalui film ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun