Di sebuah gang sempit di pinggiran kota, berdiri kontrakan lima pintu yang dikelola Pak Untung, seorang bapak-bapak terkenal galak. Galaknya nggak biasa---bukan hanya karena suaranya seperti megafon, tapi juga karena ia selalu memakai daster kumal setiap sore. Konon, daster itu punya kekuatan mistis. Setiap kali Pak Untung marah dengan daster itu, penghuni kontrakan langsung bayar utang sewa. Atau kalau tidak, ya siap-siap saja digusur.
Salah satu penghuni kontrakan itu adalah Ujang, pemuda 27 tahun yang sudah tiga bulan menunggak sewa. Ujang terkenal malas, tapi pintar cari alasan. Kalau ditanya soal uang sewa, jawabannya selalu berubah. Kadang bilang gaji belum cair, kadang ada proyek besar, atau yang paling absurd, dia menyalahkan kucingnya yang kabur membawa uang kontrakan.
Namun, kali ini situasinya gawat. Pak Untung sudah kehabisan sabar. "Ujang! Kalau minggu depan kamu nggak bayar, siap-siap barangmu saya lempar ke got!" ancam Pak Untung sambil mengayunkan sapu lidi.
Ujang yang sedang ngopi di depan pintu kontrakannya hanya mengangguk lesu. Masalahnya, bukan dia nggak mau bayar. Tapi dompetnya lebih sering kosong daripada penuh. Pekerjaan tetap? Tidak ada. Keahlian? Meragukan. Namun, Ujang punya satu kemampuan super: nekat.
"Gue harus cari duit cepat," gumam Ujang sambil menggaruk kepala. Di saat ia hampir menyerah, muncullah ide brilian di kepalanya. Ia memutuskan untuk jualan makanan ringan.
---
Hari berikutnya, Ujang membuka lapak di depan kontrakan. Di atas meja lipat yang sudah penyok, ia menjual "Ceker Setan Pedas Level Neraka". Ide itu datang setelah ia melihat video viral di media sosial. Ujang yakin, semua orang suka ceker pedas. Tapi ada satu masalah: dia tidak tahu cara masak ceker.
Namun, Ujang tidak gentar. Dengan modal nekat, ia pergi ke pasar membeli ceker ayam, cabe rawit, dan beberapa bumbu seadanya. Proses memasaknya adalah bencana. Cekernya terlalu lama direbus sampai hancur seperti bubur. Tapi Ujang tetap optimis. Ia mengemas cekernya dengan tulisan: "Berani coba? Dijamin kepedasan!"
Ketika lapak dibuka, pelanggan pertama muncul. Adalah Dinda, tetangga kontrakan sebelah yang diam-diam ditaksir Ujang. Dinda adalah karyawan minimarket yang sering pulang malam dengan wajah lelah tapi tetap manis. Ujang langsung semangat melihat Dinda mendekat.
"Ceker apaan ini, Jang? Namanya serem banget," ujar Dinda sambil melirik tulisan di kemasan.
"Ini bukan sembarang ceker, Din. Ini ceker paling pedas yang bakal bikin kamu lupa masalah hidup," jawab Ujang penuh percaya diri.
Dinda tertawa kecil. "Oke deh, aku coba. Berapa harganya?"
"Lima ribu aja, Din. Kalau enak, kasih review bintang lima, ya."
Dinda membeli satu bungkus dan mulai mencicipi. Baru satu gigitan, wajahnya berubah. "Jang... ini pedes banget, tapi kok ada rasa gosong ya?"
"Itu ciri khasnya, Din. Resep rahasia!" Ujang mencoba menutupi kesalahan masaknya dengan alasan keren.
Tapi Dinda tidak marah. Sebaliknya, ia malah tertawa. "Kamu lucu, Jang. Tapi serius, lain kali cekernya jangan gosong."
--
Keesokan harinya, bisnis Ujang mulai ramai. Penduduk kontrakan penasaran dengan dagangan uniknya. Bahkan Pak Untung, si bapak kontrakan galak, ikut mencicipi. Awalnya, Pak Untung skeptis.
"Apa-apaan ini, Jang? Namanya aja udah kayak mau bunuh orang," kata Pak Untung sambil membuka bungkus ceker.
Tapi setelah gigitan pertama, Pak Untung terdiam. Wajahnya memerah, matanya berkaca-kaca, dan ia mulai terbatuk-batuk. "Astaga, ini pedes banget! Kamu bikin saya hampir mampus!" teriaknya sambil meminum air.
Ujang panik. "Pak, itu artinya cekernya sukses! Pedasnya sampai bikin bapak terkesan!"
Pak Untung hanya melotot, tapi akhirnya tertawa. "Oke, Ujang. Saya kasih waktu seminggu lagi buat bayar kontrakan. Tapi ingat, kalau minggu depan nggak lunas, saya lempar kamu sama meja daganganmu ke got!"
--
Hari demi hari berlalu, bisnis ceker Ujang makin sukses. Bahkan Dinda sering mampir untuk membantu Ujang membungkus ceker. Mereka jadi sering ngobrol, dan Ujang mulai merasa hidupnya berubah.
"Jang, kamu tahu nggak? Meski cekermu gosong, aku suka karena kamu jualan pakai hati," kata Dinda suatu sore.
Ujang tersipu. "Din, kalau bukan karena kamu, aku mungkin udah nyerah. Kamu bikin aku semangat."
Dinda tersenyum. "Kamu tahu, Jang, sebenarnya aku suka sama kamu sejak dulu."
Ucapan Dinda membuat Ujang hampir tersedak. "Suka? Serius, Din?"
Dinda mengangguk. "Iya, tapi kamu harus janji, jangan pernah berhenti berjuang. Hidup itu berat, tapi kalau kamu mau usaha, pasti ada jalan."
--
Seminggu kemudian, Ujang berhasil melunasi uang kontrakan. Ia bahkan punya cukup uang untuk membeli daster baru untuk Pak Untung---walau daster itu akhirnya ditolak mentah-mentah.
Kini, Ujang bukan hanya dikenal sebagai penjual ceker paling pedas di gang itu, tapi juga pemuda yang berjuang dengan nekat dan cinta.
Di balik tembok kontrakan yang sempit, Ujang menemukan semangat hidupnya kembali. Dan semuanya berawal dari ceker gosong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H