Mohon tunggu...
Ayu Shella
Ayu Shella Mohon Tunggu... Penulis - Udah sembuh belum, Yu? Belum, gilaku makin menjadi.

saleum dari Aceh! Karya sastra dan segala yang berhubungan dengannya. Bahasa dan segala aspeknya. Adat budaya dan segala kerumitannya. Tiga hal ini merupakan kegiatan yang paling saya sukai.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jeumpa Vs Sakura

1 November 2021   09:27 Diperbarui: 1 November 2021   10:20 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Sya, kamu tau nggak" ucap Ain sabil menghampiri mejaku.

Inilah satu kalimat yang sering digunakan untuk mengawali pembicaraan tentang sesuatu. Seringnya pembicaraan tentang gosip atau ghibah. Kalimat ini seakan menjadi kalimat sakral bagi Ain. Ia akan menggunakan kalimat ini jika ingin membicara sesuatu yang seru. Ya seru untuk dia.

"Bagaimana aku bisa tau, kamu cerita aja belum" 

Pagi ini aku datang lumayan awal dari biasanya ke sekolah. Sekarang cuma ada aku dan Ain di kantor. Ain salah satu guru di sekolah yang aku pimpin.

Ain duduk di depanku. 

"kamu kenal pak Khairul kan?"  pertanyaannya lengkap dengan mimik wajah yang bisa membuat siapapun melihatnya akan penasaran dengan apa yang akan dibahas.

" ya kenal, kenapa memangnya?"

"dia akan menikah dengan orang Jepang" ucapnya dengan antusias.

"ya, terus" 

"ah kamu Sya, gak seru! Padahal bayak banget gosip yang beredar tentang bapak itu" 

"Ya Allah Ainal Mardhiah. kamu ini ya, gak pernah berubah dari dulu. Untuk apa aku mendengar ocehanmu gak gak berpaedah itu. mendingan kamu masuk kelas ajarkan anak-anak dengan baik" ucapku geram dengan kelakuan temanku ini.

"gini deh Sya. Menurutku info seperti ini kmau harus tau. biar jadi pengalaman buat kamu. ini juga perlu karena bapak itu salah satu guru disekolah ini......" Ain akan terus merepet. ia kan terus melakukan pembenarannya tentang hobinya yang satu ini.

Aku kenal dengan calon istri pak Khairul itu. Bahkan aku yang mengenalkan mereka. Namanya Sakura. ia seorang mualaf. Sakura merupakan pribadi yang sangat baik. Menurutku ia hampir mendekati sempurna. 

Sejarah aku dan Khairu  menjadi sesuatu yang sebenarnya tidak ingin kubahas. Terlalu panjang cerita kami. Ia sekarang menjadi salah satu guru terbaik di daerahku dan sekarang sedang menempuh pendidikan S3 nya.

Delapan tahun lalu jika bukan karena keegoisanku mungkin kami telah menikah. Ah, bukan keegoisan hanya pemikiranku yang terlalu matang untuk tingkat anak SMA di daerahku.

Kami dijodohkan. saat itu aku masih 17 tahun. Isi kepalaku penuh dengan pendidikanku saja. Saat itu aku hanya ingin belajar. 

Khairul memahamiku saat itu. Dia membatalkan perjodohan ini dengan syarat aku membiarkan dia untuk menungguku selama 5 tahun. Dia berharap setelah selesai dengan pendidikanku aku akan menikah dengannya.

Impiannya tidak tercapai. aku kembali menolaknya. Banyak pertimbangan yang aku lakukan.  saat itu aku berpikir bahwa aku masih belum siap menikah.

Dua Tahun lalu aku dengan tegas untuk tidak menerima pinangannya untuk kesekian kali. Salat istikharah telah aku lakukan. Hasilnya tetap sama. Hatiku masih belum bisa menerima dia. Bukan karena dia kurang baik tetapi aku saya yang merasa tidak akan pernah seimbang dengannya. Menurutku ia terlalu baik untuk wanita sepertiku.

Aku hanyalah bunga Jeumpa yang dikenal oleh orang Aceh bukan bunga Sakura yang dikenal oleh penjuru dunia. 

Memperkenalkan Sakura dengan Khairul meruapan salah satu hal terbaik yang pernah aku lakukan dihidupku. 

Awal tau mereka akan bersama memang ada rasa sakit dihati tetapi aku tepis rasa sakit itu karena aku yakin ini adalah pilihan tebaik. 

Aku ingin Khairul bahagia tanpa mimikirkan aku wanita yang tidak dapat dikatakan sempurna seperti wanita lain.

Kisah aku dan Khairul hanya diketahiu oleh keluarga inti saja. 

Kisah pahitku hanya aku yang tau. Aku bunga yang takkan menghasilkan buah. Hanya bunga yang indah untuk dilihat tetapi tidak untuk dimiliki.

Aku Iklas Ya Allah. semoga kelak hamba Engkau kirimkan seorang yang hatiku merasa tenang untuk menerimanya.

Aku datang ke Acara Walimah Khairul dan Sakura. Mereka terlihat sangat bahagia di atas pelaminan. Senyuman tak pernah lekang diwajah mereka saat menyambut tamu.

"Say, ayo salaman dulu salam pengantin sebelum kita pulang" Ajak Ain.

"ia, sebentar. aku mau meletakkan wadah ini dulu"

Kami berjalan menuju pelaminan. 

"Selamat ya Bang, Sya doakan semoga kalian menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah. Sya bahagia melihat kalian." ucapku.

Khairul hanya membalasku dengan senyuman. aku beranjak lalu memeluk Sakura yang hampir menitikan air mata. 

"jangan menangis Sakura. Sakura akan membuat riasan rusak jika Sakura menangis" 

"Aku baru tau semuanya dari ibu semalam tentang kamu dan bang Khirul. aku minta maaf Sya. Aku tidak tau. Aku merasa jahat sama kamu Sya."

Aku terkejut mendnegar ucapan Sakura. Entah apa yang telah ia dengan dari Makcek. Satu hal yang pasti dari sudut matanya terlihat penyesalan yang mendalam.

"Sakura dengarkan Aku. Kamu gak salah, gak perlu minta maaf. Ini takdir yang harus kita jalani. Aku dan Abang itu masalalu dan kamu masa depannya"

Aku menarik napas panjang kemudia tersenyum tulus padanya. 

"dengan tullis hati aku katakan aku bahagisa melihat kalian bersama. Doaku akan selalu menyertai kalian"

Aku beranjak ke tempat ayah dan Ibunya Khairul yang biasa ku panggil Pakcek dan Makcek. terlihat makcek enggan untuk menyapaku. Ia mungkin masih marah karena aku menolak pinangan keluarganya beberapa kali.

"terimakasih ya nak sudah mau datang" ucap pakcek.

"ia pakcek. Ayah dan ibu titip salam untuk pakcek dan makcek" ucapku ramah.

Aku beranjak menemui makcek. Aku tau dia masih marah padaku tetapi aku tidak bisa mengabaikan orang sebaik makcek. Beliau adalah orang yang baik.

Makcek menarikku kemudian memelukku. Ia menangis tersedu-sedu. "maafkan Makcek nak. Makcek tidak punya hak untuk marah padamu. Makcek yakin kamu punya alasanmu sendiri. Maaf ya makcek sudah bersikap kekanak-kanakan. Khairul sudah menceritakan sama Makcek. makcek sebenarnya bukan marah padamu. makcek hanya malu dengan sikap makcek sendiri" ia menghapus iarmatanya dan airmataku.

"makcek doakan kamu akan selalu bahagia dalam lindungan Allah"

"Aamiin, Sya pula dulu ya Makcek"

aku berjalan menuruni pelamin.

"kayaknya kamu akrab dengan keluarga Pak Khairul Sya?" tanya Ain.

Ia terlihat seperti mengorek informasi dariku. Aku bukan mau suuzon hanya saja aku tau tabiat kawanku satu ini. Ini ia tau ceritanya maka tidak akan menutup kemungkinan satu sekolah bahkan satu daerahku pun aku tau kisahku.

Aku membalas ucapannya dengan senyuman. Aku enggan untuk bercerita. semua cerita akan kututup sampai disini saja.

Cerita ini berakhir dengan bahgia. Aku bahagia dengan kesendirianku. Aku bahagia dengan hidupku yang sekarang. Semua aku akan terus bahagia dengan hidupku sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun