Mohon tunggu...
Ayunda nisa
Ayunda nisa Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

membaca

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Maraknyanya Cyberbullying di Era Modernisasi

7 Juli 2024   11:24 Diperbarui: 7 Juli 2024   11:37 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu perkembangan teknologi di era globalisasi saat ini adalah media sosial. Media sosial merupakan media yang digunakan untuk bersosialisasi satu sama lain, yang dilakukan secara online yang memungkinkan manusia untuk saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu. 

Di era perkembangan teknologi ini ada saja para pihak yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan hal tersebut untuk kejahatan. Pelaku melakukan tindakan tidak terpuji seperti penindasan, diskriminasi online yang biasa dikenal dengan cyberbullying.

cyberbullying adalah penindasan atau perundungan dengan menggunakan teknologi digital. Hal ini dapat terjadi di media sosial, platform chatting, platform bermain game dan ponsel. Tindakan ini dilakukan secara sengaja dan berulang dengan tujuan untuk menyakiti, membuat marah, dan mempermalukan.

Cyberbullying merupakan isu yang tengah menjadi perhatian serius di Indonesia. Beragam peristiwa cyberbullying marak terjadi, baik pada jenjang Pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Fakta ini hampir menjadi peristiwa yang terjadi di seluruh lapisan masyarakat.

United Nations International Children Educational Fund (UNICEF) menyatakan, sebanyak 45 persen remaja di Indonesia usia 14-24 tahun pernah mengalami cyberbullying atau perundungan daring. Rinciannya, 45 persen mengalami pelecehan melalui aplikasi chatting, 41 persen menyebarkan foto atau video tanpa izin, dan sisanya cyberbullying dalam bentuk lain.

Beberapaa tindakan yang termasuk cyberbullying adalah menyebar hoax, menyebar foto atau video yang mempermalukan di medsos. Bisa juga dengan mengirim pesan, gambar atau video yang menyakitkan melalui platform pengiriman pesan. Tindakkan cyberbullying sangat merugikan bagi korban karena bisa berdampak pada emosional dan psikis pada korban.

 salah satu contoh kasus cyberbullying 

Seorang wanita Surabaya berinisial NR mengaku telah mengalami pelecehan seksual secara daring dan teror ancaman dari teman semasa sekolah yakni AP. Peristiwa pelecehan dialaminya sejak tahun 2016 sampai 2024 atau selama 10 tahun. Pelaku meneror korban dengan mengirimkan bagian tubuh terlarang melalui chat dimedia sosial, bahkan pelaku sengaja membuat ratusan akun media sosial untuk menebar teror hingga ancaman pembunuhan kepada korban. 

Sebelumnya pelaku merupakan teman sekolah yang pernah menyatakan perasaan kepada korban namun ditolak, dari penolakan tersebut pelaku akhirnya mulai memberikan sikap yang menyimpang dan terus mengganggu korban. Korban akhirnya memberanikan diri melaporkan kepada pihak yang berwajib dan akhirnya pelaku ditangkap aparat Polda Jawa Timur, Akibat perbuatannya itu, AP ditetapkan sebagai tersangka dan terancam hukuman maksimal 6 tahun penjara.

Cyberbullying seperti kasus di atas telah membuat korban resah terhadap tindakan pelaku. Pasalnya pelaku melakukan hal itu disebabkan karena adanya konflik dengan motif balas dendam. Salah satu sebab pelaku berani melakukan hal itu terus-menerus karena identitasnya tertutupi atau anonimitas sehingga ia merasa aman, dan dirinya tidak sepenuhnya menyadari dampak dari perbuatannya. Banyak dari para korban cyberbullying yang tidak mau speak up, hal ini justru dapak mempengaruhi psikis korban. 

Dampak yang terjadi pada korban cyberbullying adalah korban dapat mengalami emosi negatif, seperti depresi, ketakutan, dan rasa malu, kurangnya rasa percaya diri dan tak jarang para korban bullying melakukan percobaab bunuh diri.

Pelaku cyberbullying bisa dijerat dan dihukum dengan pasal Undang-undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE). Tercantum pada pasal 27 ayat 3 UU ITE, konten dengan muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik, dapat diancam hukuman penjara paling lama 4 tahun dan atau denda paling banyak 750 juta rupiah. Sedangkan pada pasal 27 ayat 4 UU ITE menyebutkan bahwa konten dengan muatan pemerasan dan atau pengancaman, dapat diancam hukuman penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak 1 miliar rupiah.

Pencegahan cyberbullying bisa dilakukan dengan berhati-hati untuk tidak menyebarkan data-data sensitif, atur privasi di media sosial. Apabila sudah terkena cyberbullying, hal yang bisa dilakukan adalah dengan menyimpan bukti tindakan cyberbullying yang dilakukan oleh pelaku. 

Bukti ini bisa digunakan untuk melapor ke pihak berwenang, kemudian laporkan ke polisi atau pihak berwenang yang kompeten. Mereka akan membantu menangani kasus. Untuk mengatasi dampak emosional korban, korban sebaiknya mencari dukungan dari keluarga teman, atau seorang konselor.

Mungkin kita tidak dapat mengendalikan orang lain untuk melakukan pelakukan perundungan tapi kita bisa mulai dari diri kita sendiri, dengan cara think before posting pikirkan dulu sebelum memposting sesuatu apakah bermanfaat bagi orang lain atau tidak. Atau malah bisa berpotensi kita dirundung atau malah kita yang menjadi perundung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun