Tepat hari itu, 21 Desember 2021. Udah ga niat banget buat pergi atau bahkan pulang sampai larut malam. Mungkin.. jika bukan karena merasa ga enak hati dan akunya juga pasti butuh bantuan, nekat dan harus nekat.
Ujian Akhir Semester 5, online. Dimana aku dan ketiga teman se-circle selalu janjian buat ngerjain bareng. Dengan dalih kita selalu berdiskusi untuk memecahkan soal ujian yang hanya 4-5 soal dengan jawaban sampai belasan bahkan puluhan lembar. Meskipun begitu, bahasa yang kita utarakan dalam jawaban selalu berbeda dan harus beda. Kita berempat memang pejuang receh di pagi, siang sampai seperempatnya sore. Yang mana dengan keadaan ini mengharuskan kita untuk mengerjakan soal ujian sepulang kerja.
Ujian online pertama di semester 5, dirumah salah satu dari temanku. Sebut saja Evi. Untuk menuju rumah Evi harus melewati jalan sepi yang dikelilingi hutan dan hanya beberapa warung yang buka sampai tengah malam. Aku, dengan Nurul (teman sekaligus tetanggaku) berangkat pukul sekitar setengah 4 sore dengan hiasan berupa hujan, awan hitam dan hembusan angin yang cukup kencang dari alam. Mengerikan, batinku sore itu.
“Nurul, ojo muleh wengi-wengi yaaa.. wedi.” (Nurul, jangan pulang malem-malem yaaa... takut.)
Nurul mengiyakan permintaanku, sebelumnya.
Rencanaku pulang sehabis shalat Maghrib atau paling engga jam 8 malam walaupun soal ujianku belum terjawab semua.
Oiya, salah satu dari ribuan alasanku takut pulang malam karena dalam perjalanan menuju rumah Evi melewati sebuah proyek bangunan yang kabar mistisnya sedang simpang siur ditelinga.
Beberapa saat kemudian, karena memang kami sibuk mengerjakan soal ujian kita ga sadar kalau jam udah menunjukkan pukul 8 malam lewat 15 menit.
“Sikto ly, garapanku ilang kabeh ilo. Mumpung laptope Fitri gak digawe.”
(Bentar ly, kerjaanku hilang semua ini lo. Mumpung Laptopnya Fitri ngga di pakai).
Jawaban Nurul membuat tanganku lemas seketika. Saat itu yang akupun juga belum selesai bahkan belum dapat separuh jawaban, mood-ku rusak seketika. Bingung gitu aja, gatau
Pikiranku juga ga bisa fokus sama ujian, kalang kabut. Mondar mandir ngelilingi rumah Evi, keluar rumah alasan cari angin, ngamuk ga jelas, ujian terbengkalai.
...
Alarm ponselku berdering, tepat pukul 11 malem yang biasa alarm itu aku gunakan kalo ketiduran belum sholat isya’.
“Ayo mulih! Aku neng kene ga tenang.” (Ayo pulang! Aku disini ga tenang).
Akhirnya ajakan ke 123238 ini diiyakan Nurul. Nurul meneruskan menjawab soal ujiannya di hp, sedang aku yang bawa motor malam itu. Perjalanan menuju rumah sekitar setengah jam. Gelap, sepi, hanya lelucon jangkrik yang terdengar sepanjang jalanan itu.
“Ojok nyetir nganggo ati seng dongkol, ojo sampek misoh” (Jangan nyetir dengan hati yang jengkel, jangan sampai mengeluarkan kata-kata buruk). Niat sebelum perjalanan pulang tadi selalu mengelilingi atas kepalaku.
Mencoba menghilangkan halusinasi buruk dengan perasaan yang ngalor-ngidul.
Ada beberapa pengendara lain yang masih lewat dijalan itu, namun warung-warung yang biasanya masih buka malam itu sudah tutup. Bukan hanya satu warung, aneh.
Nurul yang sedari tadi diam saja, membuat suasana semakin ga karuan.
“Nurul, ojok meneng ae! Ngomongo opo ae kono!” (Nurul, jangan diam saja! Bilango apa saja gitu).
Nurul pun mulai mengajakku bicara meskipun ga kedengeran dengan jelas di tempat sepi seperti itu.
Tiba di tempat yang beberapa bulan lalu aku bertemu dengan mbak cantik dengan rambut panjang dan berbaju putih dengan senyum dan lirikan yang menawan. Masih teringat jelas. Iya, tempat pyoyek itu.
Assalamualaikum... Lantunan ayat kursi menghiasi bibirku setelah salam itu. Aku yang hampir nangis, gatau Nurul diem aja. Sesekali dia memaggil nama ku dan diam kembali.
Oke, aman. Gumanku lega dengan senyuman, sedikit.
Beberapa saat kemudian ditikungan menurun terakhir, bis kecil (aku menyebutnya kol) dari arah bawah membuat bola mataku teralihfokuskan. Aneh, terlihat seperti ngambang ga ada sopir dan penumpang dengan asap hitam.
Alah, parno doang. Batinku saat itu sembari menarik nafas dalam-dalam agar tetap terlihat tenang dan bisa membawa motor selamat sampai rumah.
T-tapi aku kok kepo. Aku melihat dari spion kananku, kaget. Kol yang belum berapa detik lewat disampingku sudah hilang entah kemana.
Ga deh, mungkin kolnya lagi naikin kecepatan. Aku mencoba menghapus angan buruk yang mencoba membangkitkan jiwa penakutku malam itu.
...
Sesampainya dirumah, pesan masuk dari Nurul yang menanyakan tentang kol itu.
“Loh, awakmu yo eruh to? Pikirku pikiranku dewe”. (Loh, kamu tau juga ya? Aku pikir cuma aku sendiri).
Menurut kalian, apa itu?
Alhamdulillah, selamat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H