Pikiranku juga ga bisa fokus sama ujian, kalang kabut. Mondar mandir ngelilingi rumah Evi, keluar rumah alasan cari angin, ngamuk ga jelas, ujian terbengkalai.
...
Alarm ponselku berdering, tepat pukul 11 malem yang biasa alarm itu aku gunakan kalo ketiduran belum sholat isya’.
“Ayo mulih! Aku neng kene ga tenang.” (Ayo pulang! Aku disini ga tenang).
Akhirnya ajakan ke 123238 ini diiyakan Nurul. Nurul meneruskan menjawab soal ujiannya di hp, sedang aku yang bawa motor malam itu. Perjalanan menuju rumah sekitar setengah jam. Gelap, sepi, hanya lelucon jangkrik yang terdengar sepanjang jalanan itu.
“Ojok nyetir nganggo ati seng dongkol, ojo sampek misoh” (Jangan nyetir dengan hati yang jengkel, jangan sampai mengeluarkan kata-kata buruk). Niat sebelum perjalanan pulang tadi selalu mengelilingi atas kepalaku.
Mencoba menghilangkan halusinasi buruk dengan perasaan yang ngalor-ngidul.
Ada beberapa pengendara lain yang masih lewat dijalan itu, namun warung-warung yang biasanya masih buka malam itu sudah tutup. Bukan hanya satu warung, aneh.
Nurul yang sedari tadi diam saja, membuat suasana semakin ga karuan.
“Nurul, ojok meneng ae! Ngomongo opo ae kono!” (Nurul, jangan diam saja! Bilango apa saja gitu).
Nurul pun mulai mengajakku bicara meskipun ga kedengeran dengan jelas di tempat sepi seperti itu.