Mohon tunggu...
Ayub Al Ansori
Ayub Al Ansori Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Penikmat tulisan. Peminum teh hangat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menziarahi Mahbub Djunaidi dan M Zamroni

11 Juli 2016   13:14 Diperbarui: 11 Juli 2016   13:42 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedangkan bagi M Zamroni, menjadi orator di atas podium dan di depan khalayak ramai sudah menjadi makanan sehari-hari. Beliau memang sosok yang banyak menjadi buah bibir.

Saat penulis pertama kali masuk PMII dan mendapatkan materi tentang sejarah PMII, dalam modul tertulis jelas nama M Zamroni sebagai orang yang sangat berpengaruh saat itu. Bahkan, ada buku berjudul ‘’Muhammad Zamroni Tokoh Kunci Angkatan ‘66’’. Buku itu bersampul hitam. Disampulnya terdapat foto beliau di depan microfon. Mungkin saat itu beliau sedang berorasi di depan khalayak ramai.

Beliau merupakan penggagas Independensi PMII. Menjadi Ketua Presidium KAMI Pusat (mulai pertama dibentuk sampai bubar). Beliau sosok yang berhasil menggerakkan Mahasiswa dan Pemuda di seluruh Indonesia berdemonstrasi turun ke jalan menuntut dan berhasil merontokkan Rezim Orde Lama. Beliaulah tokoh yang berani berdemonstrasi dan berdebat berhadap-hadapan secara langsung dengan Presiden Soekarno.

Jika Mahbub Djunaidi teman diskusi Soekarno sambil ngopi dan membaca koran, maka M. Zamroni menjadi teman debat Soekarno sambil tetap lantang demontrasi di depannya.

Hari ini, santer dibicarakan PMII back to NU, PMII kembali ke rumah, tak hanya satu atau dua orang yang ingin mengembalikan PMII ke NU. Bahkan, KH Nuril Huda tokoh pendiri PMII juga sependapat akan hal itu. Kabar itu sudah beredar di berbagai media baik online maupun cetak. Sudah dibahas dari tingkat diskusi rayon sampai seminar dan dialog publik. Juga menjadi pembahasan menarik di Muktamar NU Jombang 2015 kemarin.

Isinya, KH Nuril mengatakan saat ini kondisi perpolitikan sudah normal. PMII harus kembali pada NU. Menurut beliau terpisahnya PMII dari NU saat itu karena kondisi politik. Sehingga mengharuskan demikian (independen). Masih, kata Kiai Nuril, di era Orde Baru, bila tidak memisahkan diri dari NU, PMII terancam dibubarkan oleh pemerintah saat itu. Namun, berbekal dokumen Deklarasi Murnajati yang isinya tertulis beberapa poin yang melandasi PMII menyatakan untuk menjadi organisasi independen. Dan diakhir dokumen deklarasi itu tertulis: “menyatakan diri sebagai organisasi independent yang tidak terikat tindakannya kepada siapapun dan hanya komitmen dengan perjuangan nasional yang berlandaskan Pancasila”.

Pernyataan tersebut dideklarasikan di Murnajati Malang Jawa Timur 17 Juli 1972. Membaca catatan sejarah PMII, tahun itulah M. Zamroni sedang menjabat sebagai ketua umum PMII.

Sementara dalam buku yang disusun Effendy Choirie dan Choirul Anam yaitu Pemikiran PMII dalam berbagai visi dan persepsi, M. Zamroni juga pernah menulis tentang detik-detik munculnya deklarasi Munarjati.

Dalam tulisannya tersebut, M. Zamroni mengatakan, saat itu NU terkena polusi dan berfirqoh-firqoh. Ada kelompok KH Idam Cholid, ada kubu Pak Subhan ZE, dan ada golongan Pak Syaichu. Dari kondisi itulah beliau berfikir untuk menyelamatkan PMII. Caranya adalah PMII harus independen. Masih dalam tulisan itu, beliau juga mengungkapkan alasan independen PMII tidak hanya muncul karena ada firqoh di tubuh NU. Namun, beliau meyakinkan pisahnya PMII dengan NU itu karena PMII semakin besar dan dewasa, jadi harus bisa menentukan sikap dan masa depannya sendiri. Bahkan, sebelum gagasan independen itu dibawa ke Musyawarah Besar (Mubes), beliau mengkonsultasikannya ke KH Idham Kholid, H Mahbub Junaidi, dan Pak Subhan ZE. Saat itu, beliau menuliskan KH Idham Cholid dan Mahbub Junaidi setuju. Sedangkan Pak Subhan ZE tidak. Selain itu, M Zamroni menyampaikan sikap independensi PMII tetap berada dan konsisten pada Islam Ahlussunnah Wal Jamaah.

Beliau juga menyatakan saat itu PMII-lah perumus konsep Aswaja secara tertulis. Para perumus itu diantaranya Harun Al-Rasyid dan Chatibul Umam. Beliau juga berpendapat biar PMII independen tetapi tetap Aswaja. Sehingga kata beliau, PMII harus menjadi pengawal utama dalam membumikan Islam Ahlussunnah Wal Jamaah. Patokannya dalil naqli dan dalil aqli (rasio). Karena itu, pengkajian, pemahaman, dan perekayasaan pemikiran keislaman hendaknya terus menerus dilakukan.

Kembali ke Cirebon

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun