Penelitian mengungkapkan bahwa perundungan (bullying) terjadi akibat dinamika kelompok yang tidak sehat, di mana anak-anak membentuk sebuah komunitas dengan mengikatkan diri pada pengucilan terhadap individu lain (social alienation).
Ada begitu banyak definisi tentang perundungan dari berbagai generasi. Namun, semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa perspektif tersebut semakin lama  menjadi terlalu sempit.
Peneliti eXbus terkemuka Dorte Marie Sndergaard, Helle Rabl Hansen, Jette Kofoed  menemukan bahwa perundungan sesungguhnya berasal dari kebutuhan bawaan anak-anak untuk merasa menjadi bagian dari kelas atau komunitas kelompok mereka. Dan jika mereka merasa tidak aman dan merasa terisolasi dari komunitasnya, kecemasan akan pengucilan sosial (social alienation) dapat muncul.
eXbus sendiri merupakan proyek penelitian interdisipliner yang berfokus pada perundungan di sekolah yang berpusat di Denmark. Salah satu penelitian eXbus dilaksanakan oleh Sekolah Pendidikan Denmark (DPU) di Universitas Aarhus, proyek penelitian jangka panjang ini mengeksplorasi bagaimana kasus-kasus perundungan di sekolah berkembang, dipertahankan, dan berpotensi untuk dihilangkan. Seperti diketahui secara luas, Denmark, bersama dengan Swedia dan Finlandia, tercatat sebagai salah satu negara dengan  tingkat perundungan terendah di Eropa.
Helle Hansen seorang peneliti pendidikan dan perundungan di sekolah. Menurut Helle Robel Hansen yang telah meneliti bullying selama 15 tahun , lingkungan kelas dan well-being adalah faktor yang paling penting dalam kaitannya dengan perundungan. Jika kelas tidak dapat bersatu dalam satu hal, maka kelas akan bersatu dalam hal siapa yang dapat memutuskan siapa yang masuk dan siapa yang keluar.
Apa itu lingkungan kelas (class environment)?
Lingkungan kelas adalah kondisi kelas dalam hubungannya dengan kegiatan pembelajaran, suasana yang ditandai oleh adanya pola interaksi atau komunikasi antara guru-siswa, siswa-guru dan siswa-siswa (Ames & Archer, 1988). Kelas adalah organisasi sekaligus organisme. Organisasi karena terdapat hubungan otoritas dan tujuan bersama yaitu belajar; organisme karena pola interaksi ini melibatkan manusia yang memiliki pikiran, perasaan, akal budi dan keputusan.
Lingkungan kelas yang tidak memiliki visi bersama atau kesepakatan kelas yang kuat pasti yang terjadi adalah kesepakatan kelas dengan dengan "motor" yang lain. "Motor" ini tidak dapat dihindari, karena manusia memiliki insting untuk bergerak dan bersatu untuk mencapai tujuan. Kegagalan kelas bergerak pada tujuan belajar menjadikan "movement" siapa yang boleh masuk dan siapa yang berada diluar circle. Keadaan ini akan melahirkan budaya perundungan.
Dengan kata lain, perundungan berasal dari kebutuhan bawaan anak-anak untuk merasa menjadi bagian dari kelas atau komunitas kelompok mereka. Itulah sebabnya mengapa perundungan cenderung berulang dalam kelompok di mana anak-anak merasa tidak aman dan dikucilkan. Sebaliknya, komunitas anak-anak yang ditandai dengan toleransi dan inklusi hanya menyisakan sedikit ruang untuk perundungan.
Orang tua dapat melakukan tes sederhana untuk dapat melihat apakah anak-anak dalam kelas merasakan perundungan atau tidak. Â Jika mereka menjawab dengan antusias ketika ditanyakan bagaimana tadi suasana belajar di kelas? Atau Senang nggak sama teman-temannya?
Jawaban yang antusias dan bahagia ketika diajak menceritakan kelasnya merupakan gambaran yang cukup jelas apakah ada indikasi perundungan atau tidak.