Semua ini sudah lama sekali, aku ingat,
Dan aku akan melakukannya lagi, tetapi tetaplah
Ini ditetapkan
Ini: apakah kita dipimpin sejauh itu?
Kelahiran atau Kematian? Ada kelahiran, tentu saja,
Kami punya bukti dan tidak diragukan lagi. Aku telah melihat kelahiran dan kematian,
Tapi mengira mereka berbeda; Kelahiran ini adalah
Penderitaan yang keras dan pahit bagi kita, seperti Kematian, kematian kita.
Kami kembali ke tempat kami, Kerajaan ini,
Tapi tidak lagi nyaman di sini, di keringanan lama,
Dengan orang asing mencengkeram dewa-dewa mereka.
Aku seharusnya senang dengan kematian yang lain.
Stanza ketiga puisi terkenal karya penyair Inggris T.S Eliot yang ditulisnya tahun 1927 menggambarkan akhir perjalanan panjang para Majus yang mencari Sang Raja agung.Â
Setelah akhirnya mereka menemukan Sang Putra Natal dan menyembah-Nya, mereka akhirnya kembali kepada kehidupan yang entah mengapa menjadi begitu asing. Mereka seperti tidak lagi menyatu dengan budaya yang membesarkan mereka.
Ada korelasi antara kisah puisi tersebut dengan tema Natal PGI dan KWI tahun ini yang mengambil tema "...Maka pulanglah mereka (orang Majus) ke negerinya melalui jalan lain(Matius 2:12b).
Dalam tradisi Kristen, orang-orang Majus yang  disebut berasal dari Timur adalah orang-orang yang ahli perbintangan dari Persia. Mereka melakukan perjalanan panjang dari negerinya menuju Yerusalem karena mereka telah melihat satu tanda yang ajaib di langit yaitu sebuah bintang spesial.
Perjalanan dari Persia ke Yerusalem jika dilihat dari googlemaps mencapai jarak sekitar 1150 km atau bila kita merujuk kepada kitab perjanjian lama Ezra "Tepat pada tanggal satu bulan pertama ia memulai perjalanannya pulang dari Babel dan tepat pada tanggal satu bulan kelima ia tiba di Yerusalem, oleh karena tangan murah Allahnya itu melindungi dia" (Ezra 7:9)
Jadi perjalanan berbulan-bulan tersebut dapat dikatakan sebuah perjalanan mahal dan beresiko tinggi. Mahal karena harus mempersiapkan bekal makan, pakaian, logistik termasuk uang. Beresiko tinggi karena tentu ancaman perampok, penyakit badai gurun dan lain sebagainya.
Tentulah orang-orang ini memiliki alasan logis dan kuat untuk berani meninggalkan kenyamanan negerinya dan mempertaruhkan nyawa demi mengejar bintang yang belum pasti akan membawa mereka kepada tujuannya
Perjalanan orang Majus niscaya bukan sekedar perjalanan biasa, melainkan sebuah perjalanan spiritual manusia. Ya, manusia-manusia yang dalam tanda kutip sudah mapan, sudah memiliki segalanya namun ternyata masih merindukan pengalaman spiritual yang nyata.
Peristiwa maha besar dalam sejarah manusia adalah kelahiran sang Firman menjelma menjadi manusia. Allah memanggil orang-orang "kafir" untuk menjadi saksi kehadirannya menyapa manusia pada natal pertama.
Para Majus masuk ke Yerusalem kota besar itu dengan asumsi akan menemukan Sang Raja dalam istana megah Herodes. Tetapi Putra Natal tidak tinggal dalam istana megah Yerusalem. Mereka salah! Mereka keliru!
Ketika orang-orang Majus meninggalkan istana Herodes, mereka kembali dapat melihat bintang itu yang menuntun mereka sampai di atas tempat Yesus berada bersama Yusuf dan Maria.
Adakah Herodes dan istananya memburamkan kehadiran Yesus dalam hidup kita?
Kehadiran bintang yang "sempat" hilang itu membuat mereka sangat bersukacita!
Adakah kita memiliki sukacita yang sama ketika menemukan "bintang" itu kembali?
Sukacita menemukan Yesus dimanifestasikan dengan menyembah Dia. Adakah mereka sadar telah menyembah Yesus bukan di istana raja? Ya, kini mereka telah melihat dengan jelas Sang Raja itu amatlah berbeda.
Karena ketulusan hati orang-orang Majus Allah tidak ingin mereka kembali kepada Herodes, Allah menuntun mereka pulang ke negerinya melalui jalan lain.
Di jalan yang lama Herodes telanh menunggu dengan geramnya. Jalan yang lama adalah jalan kesombongan, jalan dosa jalan yang menuju maut. Tetepai di jalanyang lain, orang-orang Majus akan menjadi saksi Natal. Jalan yang menuju kepada pertobatan, jalan sukacita dan jalan yang menuju kehidupan.
Melalui natal ini, kita belajar untuk berani berjalan menemukan Yesus. Setelah menemukan Dia mari kita menyembah-Nya. setelah menyembah-Nya kita tidak kembali kepada jalan-jalan lama kita yang sia-sia, tetapi biarlah Allah menuntun kita menuju jalan yang "lain"- Jalan Pertobatan!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H