"Sayang, jangan menangis lagi. Kamu pulang ya, Mama pasti lebih butuh kamu. Nanti kalau sudah sampai, kamu hubungi aku lagi ya," ujarnya menenangkan aku yang berlinang airmata.
"Hm, iya. Kamu jangan membuat aku kecewa lagi. Jangan kayak kemaren-kemaren lagi ya. Aku sayang sekali sama kamu dan kamu juga tahu kalau aku sayang cuma ke kamu."
"Iya sayang, aku janji. I love you ."
"Seli, Ibuk cuman bisa bantu ini buat kamu. Titip salam buat keluargamu di kampung," ujarnya sambil memberikan beberapa lembar uang.
"Enggak usah Buk, Ibuk kan juga butuh," tolakku.
"Udah ambil saja, Kak. Mama Kak juga lebih butuh," ujar Dilla, adik perempuannya.
"Hiks, terima kasih banyak ya, Pak, Buk. Insya Allah saya enggak tidak akan melupakan kebaikan kalian. Jaga diri baik-baik," kataku kemudian menyalami tangan mereka bergantian.
Di sana keluarga besarnya berkumpul dan mengantarku ke stasiun hingga busnya berjalan. Bayangan mereka pun perlahan hilang di antara jalanan.
"Huh, akhirnya dia pergi juga."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H