Aku memperhatikan sekeliling. Rumah-rumah kayu tampak dipisahkan perdu liar. Hanya ada jemuran pakaian dan bunga-bunga yang dihinggapi kupu-kupu. Kurasa suasananya mirip khayalan yang pernah ada di kepalaku.
"Kita sudah sampai!" Jul merentangkan kedua tangannya.
Matahari mulai bersinar cerah saat itu. Aku merasa haus, tapi lupa membawa bekal minumÂ
"Kau bisa memanjat pohon?"
Aku menatap sebuah pohon yang tampak rindang tak jauh dari tempatku berdiri. Tampak tinggi dan kokoh. Sepertinya ini pohon mangga.
Aku menggeleng. "Aku tidak pernah memanjat pohon, apalagi yang sebesar ini!"
Jul segera mengajariku. Aku memperhatikan posisi kakinya, dan juga tangannya. Tetapi saat aku mencobanya, rasanya telapak kakiku begitu geli. Aku gemetar dan takut. Setelah mencoba memberanikan diri beberapa lama, akhirnya aku mulai terbiasa.
*
Tiada hari tanpa memanjat pohon bersama Jul. Kebiasaan ini kulakukan sampai musim liburan usai. Kami menghabiskan waktu sore sambil memandangi matahari tenggelam di sela bangunan-bangunan di kota.
"Ternyata kota Lovetown bisa dilihat dari atas sini. Ini keren!" kataku suatu kali.
"Kau pernah pergi ke sana?"Â