Kedua pengalaman tersebut mendorong saya memilih fungsi sebagai "penjaga sarang", dan memposisikan suami pada fungsi "pemburu" dalam rumah tangga kami.
"Penjaga sarang" bisa berarti wanita membatasi perannya hanya untuk aspek reproduksi dan merawat keluarga. Sedangkan "pemburu", mengandalkan kemampuan laki-laki sebagai pencari sumber daya di luar rumah.
Boleh jadi, prinsip yang sangat purba ini dinilai tidak relevan untuk masa sekarang. Tetapi, inilah yang mendorong saya memilih "hadir" dalam keseharian ketiga anak perempuan kami. Saya menyebutnya: membangun generasi dari hati.
Dengan menitikberatkan aspek keamanan dan kesejahteraan, berikut beberapa hal yang saya lakukan untuk ketiga anak kami:
1. Menjadi alarm hidupÂ
Ada banyak pengingat yang saya "bunyikan" untuk memastikan kegiatan anak-anak. Mulai dari membangunkan, mengingatkan sholat dan mengaji, membaca materi pelajaran, sampai mengingatkan jam makan dan mandi.
Saya tidak membuat list tertentu, namun kepala saya dipenuhi jadwal-jadwal tidak tertulis tentang keperluan anak-anak.
Misalnya, pada jam 14.15 anak tengah kami sudah pulang sekolah. Tetapi saya sudah menyadarinya sebelum jam dinding benar-benar menunjukkan jam pulang. Setelah menelepon untuk memastikan apakah tidak ada kegiatan tambahan, saya memesan ojek online dan mengirimkan identitas ojek online yang akan menjemputnya. Selanjutnya saya akan memantau perjalanan anak tengah melalui aplikasi telepon.
Berbeda dengan kakaknya, anak bungsu kami mempunyai program hafalan Qur'an & Hadist yang harus saya pantau. Setiap Jumat, hafalan ini akan disetorkan kepada Ustadzahnya. Dan sesuai jadwal dari tim kurikulum, para santri akan tampil bergiliran dalam kegiatan sima'an Qur'an.