Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jangan Jadi Pengantin

3 Oktober 2024   21:43 Diperbarui: 3 Oktober 2024   22:10 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Ada pula suami yang awalnya baik dan penyayang, tetapi belakangan berubah menjadi peminum atau penjudi. Ada yang tega menikah lagi dengan alasan tidak dapat menolak takdir jatuh cinta lagi setelah menikah. Persis yang dialami bunda.

Sebenarnya, dengan pengalaman ini bunda jadi lebih bisa memberikan banyak bekal sejak jauh-jauh hari. Sebagai wanita tidak bekerja, bunda pun lebih leluasa menyampaikan nilai-nilai kehidupan kepadaku dan kedua adikku. Namun semuanya seperti belum cukup untuk membuatku berani menjadi pengantin.

Karina pernah membawaku untuk berkonsultasi dengan psikolog. Dan dari pertemuan dua jam itu, aku tetap saja pesimis menghadapi hari pernikahanku. 

Aku juga merutuki diri karena tidak bisa menolak lamaran Azam dan keluarganya bulan lalu. Aku tidak memiliki alasan yang tepat untuk mengecewakan mereka. Aku benar-benar merasa serba salah sekarang.

Belum hilang dari ingatanku bagaimana rasanya kehilangan sosok ayah saat Lisa masih bayi. Tiba-tiba saja ibu ingin menghilangkan nyawa bayi yang masih merah karena mendengar ayah menikah lagi dengan janda beranak dua.

Ibu mengalami baby blues tepat saat aku akan menghadapi ujian kenaikan kelas. Saat itu pilihanku menjadi sulit. Ingin tetap konsentrasi pada sekolahku, atau membantu ibu yang sedang berada di titik terendah.

Ayah mulai terlihat tidak adil dalam membagi waktu dan perhatian. Bahkan saat adikku Sari mengalami diare berat dan harus opname di rumah sakit, ayah hanya mengirim uang dan sama sekali tidak pulang.

Keluarga kami nyaris hancur selama ayah mempunyai istri baru. Ternyata bukan hanya biaya kedua anak sambungnya yang harus ditanggung ayah, tetapi juga pengobatan ibu mertuanya yang mengalami stroke sebelum akhirnya meninggal dunia.

Aku, bunda dan kedua adikku sering kelaparan karena ayah sudah sangat jarang memberi kami uang. Ibu sudah malu berhutang pada tetangga, dan tidak dapat mencari pekerjaan karena harus mengurus Lisa yang masih kecil. 

Aku dan Sari jadi menunggak pembayaran uang sekolah. Padahal kami berdua sudah mencari uang dengan cara mengupas pisang muda. Kebetulan ada orang tua teman Sari yang mau menerima kami bekerja, dan memberikan upah ala kadarnya. 

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun